Gus Dur Sebagai Jembatan Modernitas Masyarakat Pesantren dan Islam Indonesia
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:49 WIB
Akhmad Syarief Kurniawan
Kontributor
Abdurrahman Wahid dilahirkan di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus 1940. Pasca kelahirannya ia diberi nama Abdurrahman Ad Dakhil bin Wahid Hasyim bin Hasyim Asy’ari. Dalam kesehariannya ia dipanggil dengan sebutan Gus Dur. Ayahnya adalah KH Wahid Hasyim, Menteri Agama pertama di Indonesia dan salah satu penandatangan Piagam Jakarta (Jakarta Charter), yang merupakan putra Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari pendiri pesantren Tebu Ireng Jombang. Sementara itu, ibu Gus Dur adalah Hj Siti Solekhah merupakan putri KH Bisri Sansuri.
Gus Dur merupakan pemimpin yang dicintai banyak orang. Multilevel status sosial masyarakat di Indonesia sangat kagum dengan Gus Dur, bahkan hingga pengamat sekaligus akademisi internasional pun berdetak kagum dengannya. Gus Dur tampil di tengah pergumulan politik dan intelektual Indonesia pada awal 1970-an ketika kiai, pesantren dan Nahdlatul Ulama berada dalam posisi sangat memprihatinkan: diremehkan oleh pejabat pemerintah maupun kaum intelektual Muslim perkotaan, disingkirkan dari politik secara sistematis, dan hanya dianggap sebagai beban atau penghambat modernisasi pembangunan.
Dimulai dengan menulis tentang Pesantren dan Kiai, Gus Dur terus berjuang sendirian membela nilai-nilai dan kepentingan Islam tradisional (NU, Pesantren dan Kiai). Dengan bahasanya yang lugas, santun dan masuk akal, Gus Dur terus memberikan koreksi terhadap salah paham dan salah pandang terhadap Nahdlatul Ulama, terutama kepada para pengamat asing seperti; Mitsuo Nakamura, Sidney Jones, Donald K Emerson, dan Clifford Geertz.
Sepanjang tahun 1970-an, 1980-an, Gus Dur bisa dikatakan menjadi satu-satunya Kiai intelektual yang secara istikamah membela dan menyuarakan kepentingan agama dan Islam tradisional, justru di saat kelompok ini sedang disingkirkan dan mengalami masa suram yang paling memilukan. Pemikiran dan semua aktivitasnya hidupnya diabadikan untuk membela tradisi NU, kiai dan pesantren. Totalitas dalam pembelaannya tertuang dalam tulisan-tulisan yang dimuat berbagai media, seperti; Tempo, Prisma, dan Jurnal Pesantren.
Tulisan-tulisan Gus Dur merupakan manifestasi posisinya sebagai jembatan antara tradisi (pesantren) dan modernitas. Ia mengemukakan nilai-nilai khas pesantren yang bisa menjadi dinamisator perubahan masyarakat. Pada saat yang sama, ia juga memberikan kritik atas beberapa tradisi pesantren yang harus diubah secara bertahap jika tidak ingin pesantren menjadi fosil di masa depan.
Gus Dur dalam berbagai tulisan tentang siapa itu “kiai” menunjukkan bahwa dibalik pemikiran dan sikap hidup kiai yang oleh luar dianggap statis, tersimpan daya tahan, dan daya dobrak untuk melakukan perubahan dan modernisasi dengan caranya dan perspektifnya sendiri. Dan hal semacam ini kadang tidak dimiliki oleh organisasi dan komunitas lain.
Menurut KH Cholil Bisri, Rembang, Jawa Tengah, pemikiran Gus Dur berangkat dari keinginan untuk menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa ajaran Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) yang dipertahankan oleh kiai di pesantren, masih sangat relevan untuk digumuli sebagai pijakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sejak Gus Dur terpilih sebagai ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Muktamar ke-27 NU di Situbondo, Jawa Timur pada, 18-21 Desember 1984, Nahdlatul Ulama seakan menjadi ikon dan lokomotif baru dalam gerakan pemikiran keagamaan, perjuangan politik untuk demokrasi dan pembangunan sikap toleran terhadap keberagamaan masyarakat. Dengan terpilihnya Gus Dur tersebut, Nahdlatul Ulama seperti memperoleh wajah modern.
Gus Dur mampu memahami dan membangun konstruksi sosial atas pesantren yang dikombinasikan dengan analisis ilmu sosial modern. Sulit dibantah bahwa pandangan-pandangan Gus Dur tentang pesantren penuh dengan empati, karena ia sendiri dibesarkan dalam tradisi pesantren, dan memahami secara komprehensif tradisi intelektual pesantren, ilmu-ilmu yang di ajarkan di dalamnya, etika sosial, hubungan pesantren dengan dunia luar dan sebagainya.
Selama hidupnya, Gus Dur kerap membela masyarakat marginal dan menyetarakan seluruh rakyat, sehingga di kemudian hari ia dijuluki sebagai pahlawan Hak Asasi Manusia (HAM) dan pahlawan pluralisme. Pengakuan tersebut diberikan umat Kristiani dan jamaah Ahmadiyah di kantor PBNU, Jalan Kramat Rayat 164, Jakarta Pusat pada 24 Agustus 2005. Sebelumnya, tepatnya 10 Maret 2004, Gus Dur juga ditahbiskan sebagai “Bapak Tionghoa” oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang, Jawa Tengah, di Kelenteng Tay Kak Sie, Semarang, Jawa Tengah. Sedangkan pengakuan sebagai pahlawan HAM diberikan oleh sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI, sekarang BRIN), Asvi Marwan Adam, dalam sebuah tulisan di Kompas edisi 18 Juli 2005.
Salah satu kunci dari pemikiran Gus Dur sehingga ia diakui sebagai pemimpin besar dalam upaya memperjuangkan demokrasi, HAM, dan pluralisme di Indonesia adalah konsistensinya untuk menjadi Islam sebagai etika sosial (social ethics) dalam kehidupan bangsa. Gus Dur secara tegas menolak formalisme Islam dalam politik nasional, meski Islam adalah agama mayoritas. Ia juga konsisten mengimplementasikan pemikiran tersebut dalam sikap politiknya. Ini artinya, Gus Dur menolak kehadiran negara Islam di Indonesia dengan menganggap bahwa bentuk negara nasional atau negara bangsa berdasarkan Pancasila merupakan final Negara Kesatuan Republik Indonesia.
IDENTITAS BUKU:
Judul : Gus Dur Pembela Minoritas Etnis-Keagamaan Pecinta Ulama Sepanjang Zaman
Penulis : Umaruddin Masdar
Penerbit : Cantrik Pustaka, Sleman, Jogjakarta
Tahun Terbit : Maret, 2024
Nomor ISBN : 978-623-139-073-8
Tebal : 162 Halaman
Peresensi : Akhmad Syarief Kurniawan
Terpopuler
1
3 Amalan Malam Nuzulul Qur'an, Ahad 16 Maret 2025
2
Bolehkah Shalat Tahajud Setelah Shalat Witir
3
Nuzulul Qur'an: Berikut 5 Fadilah Membaca Al-Qur'an pada Malamnya
4
Bacaan Qunut Witir pada Separuh Akhir Ramadhan, Arab, Latin dan Terjemah
5
Kisah Sayyidah Khadijah ra dan Hari-Hari Menjelang Turunnya Al-Qur’an
6
Berikut Keutamaan Lailatul Qadar pada Bulan Ramadhan
Terkini
Lihat Semua