Yudi Prayoga
Penulis
Jual beli merupakan akad pertukaran antara barang atau jasa dengan imbalan tertentu (biasanya uang), yang dilakukan secara suka sama suka dan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Dalam Islam praktik jual beli bisa menjadi solusi dari perbuatan buruk riba. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Artinya: Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya (QS Al-Baqarah: 275).
Ayat di atas sangat jelas bahwa Islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Jual beli di sini cakupannya sangat luas kepada seluru umat manusia, baik yang beragama Islam maupun non-Muslim.
Sejatinya, Islam tidak membatasi umatnya untuk berinteraksi dengan selainnya, terutama dalam muamalah berbisnis dan hubungan sosial kemasyarakatan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Mumtahanah ayat 8:
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
Artinya: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (QS Al-Mumtahanah: 8).
Dari ayat di atas, kemudian para ulama menyusun kaidah fiqhiyyah yang menjadi dasar muamalah, yakni:
الأصل في المعاملات الإباحة
Artinya: Hukum asal muamalah adalah mubah.
Selain itu, Nabi Muhammad saw juga juga pernah melakukan transaksi dengan non-Muslim sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari nomor 2216:
حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا مُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ جَاءَ رَجُلٌ مُشْرِكٌ مُشْعَانٌّ طَوِيلٌ بِغَنَمٍ يَسُوقُهَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْعًا أَمْ عَطِيَّةً أَوْ قَالَ أَمْ هِبَةً قَالَ لَا بَلْ بَيْعٌ فَاشْتَرَى مِنْهُ شَاةً
Artinya: Diriwayatkan dari Abu al-Nu’man, dari Mu’tamir bin Sulaiman, dari ayahnya, dari Abi Utsman, dari Abdurrahman bin Abu Bakar mengatakan suatu saat kami bersama Rasulullah kemudian datang seorang pria Non-Muslim yang rambutnya kusut dan badannya tinggi membawa kambing yang dia gembala, kemudian Rasulullah bertanya kepadanya “Jual atau beri” atau beliau mengucapkan “atau hibah”, dia menjawab tidak, tapi jual, kemudian Rasulullah membelinya (HR Bukhari).
Hadits ini juga menjadi dalil bahwa hukum jual beli dengan orang non-Muslim adalah boleh, selama transaksi tersebut dilakukan dengan cara yang jujur dan tidak melanggar syariat Islam.
Baca Juga
Hukum Jual Beli Kucing Peliharaan
Syekh Zakaria Al-Anshari memberikan komentar kesimpulan terkait hadits Al-Bukhari nomor 2216 di atas dalam Tuhfatul Bari Syarh Sahih Bukhari sebagai berikut:
وَفِيْهِ جَوَازُ بَيْعِ الكَافِرِ وَاِثْبَاتِ مِلْكِهِ عَلَى مَا فِي يَدِهِ وَجَوَازِ قَبُوْلِ الهَدِيَّةِ وَالهِبَّةِ مِنْهُ.
Artinya: Hadits ini menunjukkan legalitas melakukan transaksi jual beli dengan Non-Muslim dan pengakuan kepemilikannya atas harta pribadi, serta legalitas menerima hadiah dan hibah darinya (Zakariya al-Anshari, Tuhfatul Bari Syarh Sahih Bukhari, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, tt], juz 3, halaman 74.).
Selain dalil hadits di atas, masih terdapat banyak dalil yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun melakukan muamalah dengan non-Muslim. Dari Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau berkata:
أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم اشتَرى طعامًا من يَهودِيٍّ إلى أجلٍ ، ورهَنه دِرعًا من حديدٍ
Artinya: Nabi shallallahu ’alaihi wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan berhutang, lalu beliau menggadaikan baju perang besinya kepada orang tersebut (HR Bukhari nomor 2068).
Hadits ini jelas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam berjual-beli dengan non-Muslim bahkan menggunakan produk non-Muslim. Tentu saja selama produk tersebut halal dan baik.
Transaksi Nabi dengan non-Muslim juga terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar ra:
أَعْطَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خَيْبَرَ اليَهُودَ: أَنْ يَعْمَلُوهَا ويَزْرَعُوهَا، ولَهُمْ شَطْرُ ما يَخْرُجُ منها
Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kesempatan kepada kaum Yahudi di Khaibar, sehingga mereka dapat bekerja mengolah lahan dan menanaminya. Dan mereka mendapatkan sebagian dari hasil panennya (HR Bukhari nomor 2285, Muslim nomor 1551).
Secara umum, umat Islam dan non-Muslim memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hal jual beli. Menurut Syekh Badran Abu al-‘Aynain di kitab al-‘Alaqah al-Ijtima’iyyah bayn al-Muslimin wa Ghair al-Muslimin halaman 142 bahwa suatu transaksi jual beli yang dibolehkan bagi umat Islam, maka hal itu juga dibolehkan bagi non-Muslim. Sebaliknya, suatu transaksi jual beli yang diharamkan bagi umat Islam, maka hal itu juga diharamkan bagi non-Muslim:
كل ما جاز للمسلمين من البياعات من صرف وسلم ونحوهما من التصرفات يجوز لغيرهم من الكفار. وما لا يجوز من البياعات للمسلمين لا يجوز لغيرهم إلا الخمر والخنزير.
Artinya: Segala sesuatu yang diperbolehkan bagi umat Islam dalam jual beli, seperti jual beli dengan cara tukar menukar, jual beli dengan cara salam, dan sebagainya, juga diperbolehkan bagi orang kafir. Segala sesuatu yang tidak diperbolehkan bagi umat Islam dalam jual beli, juga tidak diperbolehkan bagi orang kafir, kecuali jual beli khamar dan babi (Syekh Badran Abu al-‘Aynain, al-‘Alaqah al-Ijtima’iyyah bayn al-Muslimin wa Ghair al-Muslimin, t.t, halaman 142).
Setelah membaca beberapa redaksi dalil di atas, maka praktik muamalah (jual beli) antara umat Islam dengan non-Muslim sudah terjadi sejak di zaman Nabi Muhammad saw. Maka dari itu, kita sebagai umat Muslim boleh bertransaksi dengan mereka, dengan syarat sesuai dengan aturan syariat Islam.
Terpopuler
1
Perkuat Konsolidasi Organisasi, MWCNU Pringsewu Gelar Turba
2
Pernikahan, Ibadah Paling Panjang dalam Kehidupan Manusia
3
Ubah Generasi Strawberry Jadi Kelapa, Ketua PCNU Pringsewu: Pesantren Tempatnya!
4
Gelar Musker, Ranting NU Bandungbaru Adiluwih Tajamkan Program untuk Wujudkan Target
5
Kolaborasi Assahil–Madani: Menuju Pesantren Mandiri dengan Kaderisasi Akuntansi
6
Lampung-In, Aplikasi Pintar untuk Warga Lampung yang Aktif dan Peduli, Diluncurkan
Terkini
Lihat Semua