Keislaman

Akad Jual Beli Emas dalam Perspektif Islam

Selasa, 12 November 2024 | 12:41 WIB

Akad Jual Beli Emas dalam Perspektif Islam

Akad Jual Beli Emas dalam Perspektif Islam (Foto: NU Online)

Emas sejak zaman dahulu telah menjadi komoditas berharga yang sering dijadikan sebagai alat tukar dan simpanan nilai. Dalam pandangan Islam, emas bukan sekadar logam berharga, tetapi dianggap sebagai salah satu aset yang memiliki nilai stabil dan banyak digunakan sebagai instrumen untuk melindungi kekayaan.

 

Selain itu, emas juga memiliki kedudukan yang istimewa. Hal ini banyak disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad saw, baik dalam konteks jual beli, hadiah, maupun zakat. Namun dalam hal jual beli emas, Islam memberikan aturan khusus untuk memastikan bahwa transaksi ini sesuai dengan prinsip Syariah.

 

Pada prinsipnya, setiap transaksi keuangan haruslah berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah yang melarang unsur riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi atau perjudian). Emas, seperti halnya mata uang, memiliki aturan ketat dalam jual belinya. Hal ini untuk menghindari ketidakadilan dan melindungi pihak-pihak yang terlibat. Allah swt berfirman dalam Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah ayat 275:

 

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

 

Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

 

Ayat ini menekankan bahwa jual beli adalah aktivitas yang halal selama tidak ada unsur riba di dalamnya. Dalam konteks emas, riba dapat muncul jika transaksi tidak dilakukan secara langsung atau terjadi penundaan pembayaran, karena emas termasuk dalam kategori komoditas ribawi yang aturan transaksinya harus sesuai dengan ketentuan syariah.

 

Selain Al-Qur'an, beberapa Hadis juga memberikan petunjuk tentang bagaimana seharusnya transaksi emas dilakukan. Misalnya, dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda:

 

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ

 

Artinya: Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, kurma ditukar dengan kurma, garam ditukar dengan garam, harus sama dan serah terima langsung. Barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan riba (HR Bukhari dan Muslim).

 

Hadis ini menunjukkan bahwa emas sebagai barang ribawi, harus ditransaksikan secara langsung dan setara untuk menghindari riba. Jika ada penambahan dalam proses transaksi, maka transaksi tersebut mengandung riba yang dilarang dalam Islam.

 

Akad Jual Beli Emas: Jenis-jenis Akad dalam Islam

Dalam jual beli emas, terdapat beberapa jenis akad (perjanjian) yang biasanya diterapkan, di antaranya adalah:

 

1. Akad Salam: Akad yang membolehkan pembeli membayar lebih awal untuk barang yang akan diserahkan di masa depan. Namun, untuk emas, akad salam ini tidak diperbolehkan, karena emas harus dipertukarkan secara tunai dan langsung dalam bentuk fisik atau digital, menghindari riba nasi'ah (riba karena penundaan).

 

2. Akad Murabahah: Akad jual beli dengan margin keuntungan. Pada akad ini, penjual mengungkapkan harga pokok emas dan keuntungan yang ingin didapatkannya kepada pembeli. Prinsip ini boleh dilakukan dalam jual beli emas selama semua transaksi dilakukan dengan tunai.

 

3. Akad Ijarah: Akad sewa guna usaha yang melibatkan penggunaan aset. Untuk emas, akad ini jarang diterapkan kecuali jika emas digunakan sebagai jaminan dalam transaksi atau peminjaman.

 

Syarat Jual Beli Emas dalam Islam

Agar transaksi jual beli emas sesuai dengan syariah, beberapa syarat harus dipenuhi:

1. Tunai (Yadan bi Yad): Dalam transaksi jual beli emas, pembayaran harus dilakukan secara tunai tanpa penundaan. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

 

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

 

Artinya: Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai) (HR Muslim).

 

Dalam hadis ini, Rasulullah saw mengingatkan agar dalam jual beli emas, pembayaran dilakukan secara tunai agar menghindari riba nasi'ah.

 

2. Setara dalam kualitas dan kuantitas: Dalam pertukaran antara emas dengan emas, kualitas dan kuantitas harus sama. Namun, jika emas ditukar dengan komoditas lain, aturan kesetaraan ini tidak berlaku, tetapi tetap harus dilakukan secara tunai.

 

3. Tidak ada unsur spekulasi atau ketidakpastian: Islam melarang jual beli yang memiliki unsur gharar atau ketidakpastian. Dalam jual beli emas, hal ini diterapkan dengan memastikan bahwa baik penjual maupun pembeli mengetahui kualitas, kuantitas, dan harga emas yang diperjualbelikan.

 

Praktik Jual Beli Emas yang Sesuai Syariah

Dalam praktiknya, jual beli emas dapat dilakukan secara langsung maupun melalui perantara. Namun, agar transaksi tersebut sesuai dengan syariah, perlu diperhatikan beberapa hal berikut:

 

Pertama, Pilihlah penjual yang terpercaya. Pastikan penjual yang Anda pilih memiliki reputasi yang baik dan menjual emas dengan kualitas yang terjamin.

 

Kedua, Periksa kadar kemurnian emas: Pastikan kadar kemurnian emas yang Anda beli sesuai dengan yang tertera pada sertifikat. 

 

Ketiga, Lakukan transaksi secara langsung: Sebaiknya lakukan transaksi secara langsung agar dapat memeriksa emas secara fisik.

 

Keempat, Hindari transaksi yang mengandung unsur riba: Pastikan tidak ada tambahan biaya yang bersifat riba dalam transaksi tersebut.

 

Dengan mematuhi prinsip syariah dalam jual beli emas, umat Islam dapat terhindar dari ketidakadilan dan kerugian yang mungkin timbul akibat riba atau spekulasi. Transaksi yang dilakukan secara tunai, jujur, dan jelas membantu menciptakan keadilan bagi kedua belah pihak.

 

Selain itu, kepatuhan terhadap prinsip syariah juga berfungsi sebagai cara untuk mengamankan transaksi. Dalam syariah, emas harus diperdagangkan dengan transparansi, menghindari gharar atau ketidakpastian yang dapat merugikan salah satu pihak. Transparansi ini membantu dalam menghindari konflik, menciptakan kepercayaan, dan memperkuat integritas pasar.

 

Akad jual beli emas dalam Islam tidak hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan tetapi juga untuk menjaga keadilan dan menghindari riba. Transaksi emas harus dilakukan secara tunai dan jelas agar tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Dengan mematuhi ketentuan ini, umat Islam dapat menjaga aset mereka secara aman dan berkah, sesuai dengan ajaran agama.

 

Melalui dalil Al-Qur'an dan Hadis di atas, jelas bahwa Islam menempatkan kepentingan keadilan dalam setiap transaksi keuangan. Dengan mengikuti prinsip-prinsip syariah dalam jual beli emas, umat Islam tidak hanya mengikuti perintah Allah, tetapi juga menjaga kepercayaan, keamanan, dan keberkahan dalam transaksi keuangan mereka.

  

(Heni Verawati, Dosen UIN Raden Intan Lampung)