• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Opini

Takfiri: Madzhab dan Tradisi

Takfiri: Madzhab dan Tradisi
foto ilustrasi net
foto ilustrasi net

SEJARAH takfiri dalam Islam sudah muncul sejak era pemerintahan Islam di Madinah, ditandai dengan terbunuhnya sahabat Umar bin Khattab dan  sahabat Utsman bin Affan.  

 

 

Hingga pemerintahan Islam di Irak, dengan pecahnya Perang Siffin atau perang saudara antara sahabat Ali dan sahabat Muawiyyah. Kemudian karena masalah tahkim, melahirkan tragedi terbunuhnya sahabat Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah yang belakangan gerakan ini diidentiikasi dengan madzhab Khawarij.
 

 

 

Madzhab Khawarij, secara legal lahir setelah perang Siffin, dengan melahirkan fenomena takfirisme (takfiriyyah) dalam Islam, yakni perumusan yang mereka anggap paling benar bagi kelompoknya berdasarkan Al-Qur’an. Suatu dokrtin yang menyebabkan sesama muslim wajib dibunuh, dan halal darahnya sebab berbeda pandangan terhadap seseorang yang telah melakukan dosa besar, dan akan membunuh seorang muslim lainya yang tidak mau membunuh orang yang melakukan dosa besar. Padahal Syahadatnya sama, shalatnya, zakatnya, puasanya serta umrah dan hajinya sama.

 
Dalam kitab al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Qodhooya al-‘Aahriyyah, halaman 86, disebutkan bahwa ciri-ciri umum dari Khawarij yakni, mengkafirkan kaum muslimin, memberontak terhadap pemerintah muslim dan menghalalkan darah kaum muslimin.

 

Sedangkan dalam kitab Fatawa al-Allamah al-Albany fit Tahdzir min al-Khawarij, halaman 1-9, disebutkan bahwa sesungguhnya orang-orang yang melakukan pemberontakan atau orang-orang yang menyerukan pemberontakan, bisa jadi mereka adalah orang-orang yang disusupkan ke dalam Islam, atau mereka adalah orang-orang Islam namun mereka dalam puncak kebodohan tentang ajaran Islam yang benar. Tradisi takfiri sangat berbahaya dan keji, yakni ujung-ujungnya penghalalan darah dan pembunuhan.
 

Dalam Islam sendiri, Rasulullah SAW melarang sesama umat muslim saling menumpahkan darah. Hal inilah yang menjadi sejarah awal terpecahnya (firqoh) serta berdarahnya umat Muslim. Bahkan akhir-akhir ini ajaran tradisi takfiri sudah merambah ke setiap firqoh-firqoh Islam yang lainya.


Di Timur Tengah, sebagian Sunni mengkafirkan Syiah dan sebagian Syiah mengkafirkan Sunni.  Karena kedua-duanya memiliki 2 sisi, moderat dan radikal.


Kita mengetahui bahwa sahabat Umar bin Khatab dibunuh oleh Abu Lu’luah (Fairuz), budak al-Mughirah bin Syu’ban asal Persia pada waktu Shalat Subuh berjamaah dan menelan 13 korban lainya, sedangkan Fairuz sendiri langsung bunuh diri.  Sedangkan pembunuh sahabat Utsman bin Affan masih dalam perdebatan namun yang mashur bahwa sahabat Utsman dibunuh oleh Muhammad Ibnu Abi Bakar, anak angkat Ali bin Abi Thalib . Dan sahabat Ali bin Abi Thalib, juga dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, orang yang hafal Al-Qur’an, rajin menjalankan puasa sunah, istiqomah menjalankan shalat malam, dan seorang ahli fikih.

 

Kesalehan ini tidak sebanding dengan keshalehan sosialnya, hanya karena berbeda pendapat politik dengan Imam Ali kala itu, yang menurutnya melenceng dari hukum al-Qur’an, Ibnu Muljam tega membunuh Imam Ali.


Madzhab takfiri, sampai sekarang masih mentradisikan kebenaran kelompoknya sendiri, tanpa meninjau ulang kembali makna segala sesuatu yang menjadi acuanya. Itulah kenapa jika manusia sudah menganggap dirinya dan kelompoknya paling benar dan sempurna, serta menganggap tidak perlu lagi belajar dan berdiskusi, inilah cikal bakal kesombongan dan kehancuran umat manusia itu sendiri.  

 

(Yudi Prayoga, Sekretaris Umum MWCNU Kedaton, Bandar Lampung)

 


Editor:

Opini Terbaru