Mewujudkan Kemandirian NU: Langkah Strategis di Harlah ke-102
Jumat, 17 Januari 2025 | 09:47 WIB
Muktamar NU ke-34 diselenggarakan di Lampung pada 23-25 Desember 2021 menjadi ajang konsolidasi dan refleksi organisasi, serta menentukan arah kebijakan NU untuk masa depan. Tema besar yang diangkat dalam muktamar tersebut adalah "Menguatkan Kemandirian NU untuk Kemajuan Bangsa". Tema ini mencerminkan, sekaligus mengejawantahkan bahwa pentingnya bagi NU untuk menjadi lebih mandiri, tidak hanya dalam aspek keuangan dan organisasi, tetapi juga dalam kontribusinya terhadap kemajuan umat dan bangsa.
Tentu kita semua masih ingat bahwa dalam muktamar NU ke-34 tersebut menghasilkan pemilihan kepemimpinan baru di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf terpilih sebagai Ketua Umum PBNU, menggantikan KH Said Aqil Siradj. Kepemimpinan ini membawa visi yang lebih modern dan progresif dalam menghadapi tantangan zaman.
Selain itu, muktamar juga menghasilkan arah kebijakan organisasi, menggarisbawahi pentingnya menjaga nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dan menegaskan bahwa NU akan terus berperan aktif dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila, dan pluralisme, serta mendukung Indonesia sebagai bangsa yang berkeadilan sosial.
Untuk memahami lebih dalam mengenai pentingnya kemandirian dalam Nahdlatul Ulama (NU), terutama pada usia ke-102 tahun, kita perlu melihat beberapa aspek yang lebih luas mengenai peran NU dalam memperkuat kemandirian umat, organisasi, dan bahkan negara. Kemandirian NU bukan hanya sekadar soal pengelolaan organisasi atau sumber daya keuangan, tetapi juga mencakup berbagai aspek kehidupan yang lebih strategis dalam rangka mempertahankan relevansi dan kontribusinya bagi umat dan bangsa Indonesia.
Kemandirian Keuangan dan Ekonomi
Kemandirian keuangan adalah salah satu pilar yang penting bagi kelangsungan dan kemajuan suatu organisasi. Dalam konteks NU, yang memiliki jutaan anggota dan jaringan yang luas di seluruh Indonesia, penguatan ekonomi akan sangat membantu dalam mewujudkan kemandirian organisasi, khususnya dalam hal pendanaan kegiatan dakwah, pendidikan, sosial, dan program-program pemberdayaan umat.
Mewujudkan kemendirian NU dapat diwujudkan melalui;
1. Memperkuat kemandirian finansial
Melalui berbagai lembaga ekonomi yang sudah ada, seperti Lembaga Perekonomian NU (LPNU), atau dengan mendirikan usaha ekonomi berbasis syariah yang melibatkan anggota NU di seluruh penjuru negeri. NU tidak lagi bergantung sepenuhnya pada donasi dari individu atau kelompok tertentu atau pemerintah, yang terkadang sifatnya fluktuatif dan tidak konsisten.
2. Pemberdayaan ekonomi umat,
Dengan cara menggunakan potensi ekonomi yang ada, NU dapat menggulirkan program-program pemberdayaan ekonomi yang lebih berkelanjutan, seperti pelatihan keterampilan, program kewirausahaan, dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis syariah. Ini tidak hanya akan memperkuat kemandirian ekonomi umat, tetapi juga mengurangi kesenjangan ekonomi yang ada di antara warga nahdiyyin, terutama di daerah-daerah yang lebih marginal.
3. Pengelolaan aset secara mandiri
Melalui pengelolaan aset yang lebih profesional, termasuk tanah wakaf dan properti yang dimiliki akan menjadikan NU sebagai organisasi yang kuat. Mengelola aset secara cerdas akan memberikan aliran pendapatan yang lebih stabil dan berkelanjutan bagi organisasi. Ini akan memberi NU kebebasan finansial untuk mengimplementasikan program-program yang lebih luas dan bermanfaat bagi umat.
Penguatan Sumber Daya Manusia (SDM)
Di era yang semakin mengedepankan kecanggihan teknologi dan globalisasi, kemandirian SDM menjadi aspek yang tak kalah penting bagi NU untuk tetap relevan. NU memiliki banyak pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia, dan pesantren-pesantren ini sudah lama berperan sebagai pusat pendidikan agama yang mendalam. Namun, tantangan zaman memerlukan pendekatan baru dalam hal pendidikan dan pengembangan SDM. Untuk memperkuat sumber daya manusia agar terwujud perlu adanya;
1. Pendidikan terintegrasi dengan keterampilan kemandirian SDM
Kemandirian SDM harus relevan dengan tuntutan zaman. Sebagai contoh, penguatan kurikulum yang memadukan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum, teknologi, kewirausahaan, dan keterampilan hidup (life skills) akan menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas dalam ilmu agama, tetapi juga mampu beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat modern.
2. Peningkatan kualitas guru dan pengajar NU
Nahdlatul Ulama perlu terus mengembangkan kualitas pengajaran di pesantren dan lembaga pendidikan yang ada di bawah naungannya. Mengadakan pelatihan bagi para pengajar, serta memodernisasi metode pengajaran dan infrastruktur pendidikan, adalah langkah penting untuk memastikan bahwa pesantren-pesantren NU tetap relevan dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, peran Banom seperti Pergunu, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, dan Lembaga lainnya tidak hanya sekedar mengadakan rutinitas yang sudah berjalan, namun perlu berinovasi sesuai dengan tantangan zaman. Selain itu hendaknya juga merangkul semua potensi sumber daya manusia yang berada di NU, bukan justru membentuk faksi dan kelompok-kelompok tertentu karena berbeda pandapat, ataupun pendapatan.
3. Pemberdayaan pemuda NU
Generasi muda merupakan aset terbesar yang harus diberdayakan untuk memastikan kemandirian NU di masa depan. Mengintegrasikan pemuda NU dalam program-program kepemimpinan dan pemberdayaan di berbagai bidang seperti politik, sosial, ekonomi, dan budaya akan memperkuat peran NU sebagai organisasi yang tak hanya memiliki pengaruh di kalangan ulama, tetapi juga di kalangan generasi penerus yang lebih progresif dan inovatif.
Mandiri dalam Pengaruh Sosial dan Politik
Kemandirian dalam hal sosial dan politik adalah hal yang sangat penting untuk menjaga integritas dan posisi NU dalam pergaulan sosial dan politik nasional. Dalam konteks ini, NU harus mampu menjaga independensinya sebagai organisasi yang berpihak kepada umat tanpa terjebak dalam dinamika politik praktis yang bisa merugikan tujuan jangka panjang organisasi. Untuk mencapai kemandirian dalam pengaruh sosial dan politik NU dengan cara;
1. Menguatkan nilai-nilai ahlussunnah wal Jamaah
Kemandirian politik NU tidak berarti menjauhkan diri dari politik, tetapi lebih kepada menjaga nilai-nilai yang telah diajarkan oleh para pendiri organisasi, yaitu Islam yang moderat, penuh toleransi, dan menjunjung tinggi prinsip keberagaman. Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang semakin kompleks, NU harus menjadi teladan dalam mengedepankan prinsip keadilan sosial dan perdamaian bagi seluruh umat manusia.
2. Peran NU dalam isu-isu sosial
NU memiliki banyak cabang di berbagai daerah yang bisa langsung terlibat dalam isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat. Kemandirian dalam aspek sosial dapat diwujudkan dengan memperkuat jaringan NU untuk membantu masyarakat dalam menghadapi tantangan kehidupan, seperti kemiskinan, ketidakadilan sosial, dan permasalahan kesehatan. NU dapat membentuk program-program sosial yang lebih terstruktur, yang berfokus pada pengurangan kesenjangan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
3. Menjadi moderator dalam politik nasional
Sebagai organisasi yang besar, NU dapat berperan sebagai penyeimbang dan moderator dalam politik Indonesia. NU harus terus menjaga posisi independen dan tetap mengedepankan kepentingan umat dan bangsa di atas kepentingan politik praktis. Ini akan memastikan bahwa NU tetap dihormati dan menjadi mitra penting dalam pembangunan bangsa, serta sebagai penjaga prinsip-prinsip kebangsaan yang inklusif.
Kemandirian dalam Pengelolaan Lingkungan dan Kesejahteraan Sosial
Kemandirian juga harus terlihat dalam komitmen NU terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim dan kesejahteraan sosial. NU, dengan jaringan yang sangat luas, bisa berperan besar dalam mengedukasi masyarakat untuk berperan serta dalam menjaga lingkungan dan berkontribusi pada pengurangan dampak negatif perubahan iklim. Untuk mewujudkan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara;
1. Pendidikan dan kampanye di lingkungan NU
NU dapat memperkenalkan program-program pengelolaan lingkungan yang ramah dengan ajaran agama, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga alam dan mengurangi sampah plastik, serta menggunakan sumber daya alam secara berkelanjutan.
2. Pengembangan kesejahteraan sosial melalui organisasi-organisasi sayapnya
NU dapat memperkenalkan model-model pemberdayaan sosial yang lebih inklusif, seperti pendidikan kesehatan, pelatihan keterampilan, dan penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang kurang beruntung.
Akhirnya dalam memasuki usia yang ke-102, NU harus semakin menegaskan peranannya sebagai organisasi yang mandiri dalam berbagai aspek kehidupan. Dari kemandirian ekonomi, penguatan sumber daya manusia, sosial politik, dan kemandirian dalam pengelolaan lingkungan dan kesejahteraan sosial.
NU memiliki tantangan besar untuk tetap relevan di tengah perubahan zaman. Namun, dengan semangat dan komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai keislaman yang moderat, kemandirian NU bukan hanya menjadi hal yang memungkinkan, tetapi juga esensial bagi keberlanjutan peran NU dalam memajukan umat, bangsa, dan negara. Ke depannya, NU harus terus berinovasi dan mengadaptasi dirinya untuk mewujudkan kemandirian yang berkelanjutan, yang pada akhirnya akan memperkuat kontribusinya terhadap kesejahteraan umat dan kemajuan Indonesia.
Dr. Muaimin, M.Pd.I, Dosen FKIP Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Terbuka
Terpopuler
1
Wakil Gubernur Terpilih Lepas Muslimat NU Lampung Menuju Kongres ke-18 di Surabaya
2
Keberangkatan Muslimat NU Tulang Bawang Barat ke Kongres XVIII Resmi Dilepas Gus Taufik
3
Alasan Pentingnya Mengeluarkan Zakat Mal di Bulan Sya'ban
4
Harlah ke-102 NU di Sidomulyo, Meriahkan Tradisi dan Ingatkan Pesan Pendiri NU
5
Memahami Hakikat Shalawat yang Turun di Bulan Sya'ban
6
Buka Konfercab Ke-3 Fatayat NU, Ketua PCNU Pringsewu: Perempuan Harus Berdaya Jangan Diperdaya
Terkini
Lihat Semua