• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Opini

Barang Siapa Mencintaimu, Maka Pasti Menasihatimu

Barang Siapa Mencintaimu, Maka Pasti Menasihatimu
memberi nasihat dalam kebaikan tanda mencintai sesama
memberi nasihat dalam kebaikan tanda mencintai sesama

Kita sering mendengar kata mutiara yang berbunyi, man ahabbaka nashahaka, barang siapa mencintaimu, maka dia akan menasihatimu. Kata mutiara ini sering diajarkan dan didengar di pondok pesantren dalam kitab Mahfudzat.  

 

Sebuah kata mutiara yang singkat namun penuh dengan makna dan perenungan. Karena memang lazimnya orang yang mencintai akan menasihati. Tidak bisa dikatakan cinta, jika tidak memberikan nasihat. 

 

Jika ada seseorang yang mencintai tapi malah mengajak kepada kemaksiatan dan keburukan, maka perlu menelaah kembali peran cinta tersebut. Jangan-jangan Itu hanyalah nafsu belaka. 

 

Kenapa Allah swt selalu mengutus para Rasul-Nya di muka bumi? Tak lain untuk memberikan nasihat yang baik kepada hamba-hamba-Nya. Allah sangat sayang kepada hamba-hamba-Nya, sehingga Allah tidak menginginkan hambanya menyimpang ke jalan yang buruk.  

 

Saking sayangnya Allah kepada hamba-Nya, mau sebesar apapun dosa seorang hamba, jika dia ingin bertaubat dengan sungguh-sungguh, Allah pasti akan mengampuninya. Karena Allah Maha Rahman dan Rahim. 

 

Begitu juga ketika Allah memasukkan hambanya yang Muslim ke neraka, itupun karena cinta. Allah swt. Allah tidak ingin hambanya yang masuk surga dan akan bertemu dengannya masih membawa dosa, sehingga harus disucikan terlebih dahulu di neraka. Ketika sudah suci, baru Allah akan mengangkat hamba-Nya ke surga. 

 

Sama halnya dengan orang tua yang mencintai anaknya, pasti akan selaku dinasihati terus menerus. Karena tidak ingin anaknya menyimpang ke jalan yang salah. Meskipun menasihatinya harus dengan kekerasan. 

 

Memang kadang nasihat orang tua ada dua cara, satu lisan, satu lagi pukulan. Sudah sangat lumrah orang tua yang menasihati anaknya dengan lemah lembut. Jika tidak berubah maka dengan nada sedikit keras. Dan jika masih tidak berubah, maka dengan amarah. 

 

Orang tua yang memarahi anaknya karena kesalahan itu bukan berarti benci, melainkan bentuk kasih sayangnya, karena tidak ada marahnya orang tua tanpa sebab, dan tidak ada orang tua yang membiarkan anaknya terjerumus. 

 

Ketika dengan amarah lisan belum juga berubah, biasanya ada juga orang tua menasihati dengan pukulan. Bentuk pukulan ini juga bukan berarti benci kepada anaknya. Itu merupakan bentuk kasih sayangnya orang tua kepada anaknya, meski caranya sedikit kasar. 

 

Orang tua tidak akan pernah membenci anaknya yang berbuat keburukan. Yang mereka benci hanya sifat dan perilaku menyimpangnya. 

 

Jadi jangan dikatakan amarah orang tua adalah kebencian semata. Karena amarahnya mereka merupakan kasih sayang yang meraja. Benci memang, akan tetapi benci kepada perilakunya yang menyimpang. Semua itu dilakukan dengan berharap supaya anaknya tetap menjadi orang yang selalu berada di jalan yang lurus. 

 

Berbahagialah jika masih ada yang menasihati kita ketika kita berbuat kesalahan. Berarti orang tersebut masih sayang kepada kita, dan tidak menginginkan diri kita menjadi buruk dan sesat. Namun sebaliknya khawatirlah jika sudah tidak ada yang menasihati kita atau cuek, ketika kita berbuat salah dan dosa.

 

Sedangkan sikap kita ketika diberi nasihat, cukup dengarkan dan renungi, tidak perlu membantah dan melawan. Karena semua itu hanya sia-sia dan menghabiskan energi. Karena sebaik-baiknya manusia, adalah bijak ketika memberi nasehat, dan bijak juga ketika diberi nasihat. 

 

Sebaik-baiknya orang yang memberi nasihat adalah nasihat yang membangun bukan yang memfitnah, mencemooh dan mencaci maki--karena semua itu bukan dilandasi dengan rasa cinta. Itu hanya nafsu yang hanya ingin merendahkan. 

 

Dan sebaik-baik orang yang bijak diberi nasihat adalah dengan mengucap rasa syukur karena masih banyak orang yang sayang kepada kita. Jangan sampai diri kita seperti Fir'aun, Qarun dan Abu Lahab, yang ketika diberi nasihat justru malah menolak, mencemooh, menghina dan ingin melukai. 

 

Yudi Prayoga, Redaktur Keislaman NU Online Lampung


Opini Terbaru