• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Opini

Atheis dalam Kehidupan Sehari-Hari

Atheis dalam Kehidupan Sehari-Hari
foto ilustrasi (sindonews)
foto ilustrasi (sindonews)

BANYAK sekali yang membicarakan tentang Atheis, baik di Indonesia maupun dunia internasional. Sering menjadi perdebatan yang seru di dunia kampus. Bahkan ada mata kuliahnya yakni Filsafat Agama, yang di dalamnya membahas tentang konsep-konsep bertuhan.

 

Atheis sendiri berasal dari bahasa Yunani. Artinya tidak dan Theis/Theos artinya Tuhan. Maka Atheis kerap  diartikan menjadi tidak bertuhan. Bahkan ada yang lebih umum lagi dengan mengatakan Atheis adalah mereka yang tidak beragama.

 

Istilah ini muncul ketika manusia mulai memikirkan alam dan dirinya, yang dikenal dengan Sains dan Humanisme.

 

Jauh sebelum manusia berpikir tentang hal ini, manusia lebih banyak menyembah banyak Tuhan (Polytheisme) atau dewa-dewa. Lebih banyak menghabiskan menjalankan ritual-ritual dalam kesehariannya dari pada berpikir tentang hakikat Tuhan, manusia dan alam semesta.

 

Dari cara berfikir yang radikal dan universal tersebut, maka melahirkan istilah Atheis, manusia tidak mengakui eksistensi Tuhan yang nyata.Mereka menganggap bahwa tradisi-tradisi keagamaan hanya dibuat oleh manusia itu sendiri.Namun di zaman modern, istilah Theisme dan Atheisme masih berlanjut. Masih banyak yang mempercayai adanya Tuhan dan ada juga yang tidak.

 

Agama Islam sendiri mengakui adanya eksistensi Tuhan di alam semesta sebagai wujud dari penciptaan dan perwujudan alam semesta. Dan menafikan kenihilan tentang Tuhan. Kita dianggap menyeleweng jika mengatakan tidak adanya Tuhan secara harfiah.

 

Atheis sendiri dalam hemat saya merupakan istilah yang hampir dipakai dan dirasakan semua pemeluk agama, baik Islam maupun non-Islam. Semua manusia yang beragama, bahkan banyak melakukan keatheisan dalam setiap waktu, bahkan sering.

 

Seharusnya di dalam diri, kita tanamkan bahwa Tuhan ada di mana-mana dan mengawasi hidup dalam setiap hembusan nafas. Hingga setelah tidak berhembus kembali. Namun manusia sering meniadakan Tuhan yang ada dimana-mana.  Hasilnya lebih banyak melupakan, daripada mengingat-Nya. Lebih banyak maksiatnya dari pada ibadahnya.

 

Ketika kita bermaksiat dan lupa kepada-Nya, itulah kita sedang dalam lautan keatheisan. Karena hati dan pikiran kita menolak adanya Tuhan. Menyingkirkan Tuhan dalam hatinya demi bermaksiat. Ketika dipanggil oleh suara adzan kita lebih santai dan seolah-olah tidak mendengar karena fokus pada dunia maya, game online, IG, Tiktok, YouTube, WhatsApp, dan sebagainya.

Semua itu sudah menjadi teman karib sejak bangun tidur hingga tidur kembali. Membaca Al-Qur'an 10 menit sudah terasa capek, namun melihat Tiktok bisa sampai 5 jam.

 

Manusia lebih sering melupakan Tuhan dari pada mengingat-Nya. Lebih banyak mengingat hanya ketika shalat. Bahkan dalam shalatpun kadang melupakan Tuhan. Pikiran traveling ke mana-mana, melintasi kehidupan dunia yang dijalankanya. Dalam shalat, ingat hutang, ingat cicilan, dan lain sebagainya.

 

Dunia tasawuf mengajarkan, sedetik saja kita melupakan Tuhan, itu termasuk dosa dan harus bertaubat. Itu yang dikenal dengan Taubat Khawasul Khos.

 

Dalam Islam, Rasulullah selalu mengajarkan doa-doa ketika akan melakukan segala sesuatu, bahkan menganjurkan membaca Basmalah ketika akan melakukan segala sesuatu. Tujuannya agar kita terhindar dari Atheis.Ada doa mau makan, doa setelah makan, doa masuk WC, doa keluar WC. Ketika kita membaca doa-doa tersebut kita lebih banyak mengingat Tuhan di setiap aktivitas.

 

Dunia Thariqah memiliki metode khusus yang menangani keatheisan manusia, dengan menalkinkan zikir di dalam hati dan wajib diucapkan di dalam hati di setiap aktivitas, baik duduk, berdiri, berjalan, dan lain lain.

 

(Yudi Prayoga/ Sekretaris MWCNU Kedaton Bandar Lampung)

 


Editor:

Opini Terbaru