• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Literasi

Songsong Pesta Demokrasi 2024 Tanpa Terkotak-Kotak  

Songsong Pesta Demokrasi 2024 Tanpa Terkotak-Kotak  
Songsong Pesta Demokrasi 2024 Tanpa Terkotak-Kotak
Songsong Pesta Demokrasi 2024 Tanpa Terkotak-Kotak

Antologi esai-esai ini diciptakan sebagai bentuk aspirasi penulis secara eksklusif dimasa Pemilu 2024 yang kian mendekat. 

 

Dengan latar belakang profesi, para penulis yang beragama makin memberi warna yang dalam bagi esai-esai yang ditulis. Sehingga gagasan yang disajikan pun juga diharapkan memberi warna baru, agar kita tidak terjebak dalam kotak-kotak kebencian. Mari, wujudkan Pemilu yang damai dan adil demi tercipatanya demokrasi yang bermartabat. 

 

Buku ini terdiri dari tiga puluh (30) judul, dan ditulis oleh tujuh belas (17) orang dengan para tokoh lintas displin ilmu, lintas profesi, lintas latar belakang sosial, mulai dari peneliti, guru, dosen, penyelenggara Pemilu, ibu rumah tangga, aktivis pergerakan, mahasiswa, dan lain sebagainya. Esai–esai ini hadir dengan berbagai sudut pandang yang berbeda-beda, sekaligus melahirkan rasa suasana batin psikologis yang campur aduk, bisa harapan baik, optimis, pesimis, bahkan ambyar dan lain-lain. 

 

Pemilu 2024 adalah mewujudkan pemilu yang berkualitas pada era bonus demografi, harapan tersebut disampaikan Adrianus Ardi dalam esainya, bahwa bonus demografi tidak seharusnya dimanfaatkan sekedar komoditas yang di eksploitasi untuk mendapatkan suara saja. Ada tanggung jawab pendidikan politik guna mewujudkan kualitas demokrasi yang lebih baik. Untuk menjalankan semuanya itu, diperlukan komitmen, integritas, dan sinergi dari semua pemangku kebijakan. 

 

Bonus demografi yang sedang dinikmati Indonesia saat ini diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga tahun 2030. Keunggulan ini perlu dimanfaatkan dengan baik untuk meningkatkan pembangunan sumber daya manusia berkelanjutan, (halaman 4).  

 

Bagi Margaretha Lina Prabawati, perempuan penikmat kopi dari Salatiga, Jawa Tengah, bahwa untuk pemilu 2024 ia mengharapkan wajah-wajah baru yang ditunggu, dengan pemikiran yang baru, segar, dan kapasitas yang memadai untuk membawa Indonesia menjadi negara yang lebih baik. 

 

Bila pemilu nanti masih dimenangkan oleh wajah lama, kita harus berbesar hati untuk menerima. Ibarat mengidamkan pacar baru, tapi masih merindukan mantan pacar yang masih setia dan telah terbukti bisa membuat kita bahagia, (halaman 39).

 

Songsong pemilu 2024, kita antisipasi sedini mungkin gejala politik identitas. Pengamat sastra dari Kabupaten Lampung Tengah, Rahmat Basuki berpesan, dewasa ini politik identitas menjadi perhatian banyak tokoh bangsa. Meski banyak orang yang menolak, faktanya politik identitas semakin subur dan terus disalahgunakan. Terlebih, pengguna media sosial dewasa ini membuat politik identitas semakin tidak terkdendali. 

 

Bagi mantan Wakil Sekjend PP IPNU masa khidmat 2012-2013 ini, penggunaan politik identitas semakin keras menjelang pemilu. Politik identitas sangat memungkinkan menimbulkan konflik dan pertikaian yang sebetulnya tidak berhubungan dengan apa yang ingin dicapai melalui pemilu. Jika melihat pertikaian-pertikaian yang sebenarnya bisa dihindari tersebut, rasanya politisi yang memanfaatkan sentiment identitas itu bukan sedang menjanjikan masa depan yang lebih baik, tetapi justru meruntuhkan peradaban manusia, (halaman 66).     

 

Yang tak kalah penting, untuk melahirkan pemilu yang berkualitas pada 2024 adalah waspada ancaman politik uang.

 

Bagi Choirunnisa Marzoeki, saat mendengar politik uang, yang terlintas dalam benak banyak orang adalah membagi-bagikan uang pada saat kampanye, atau pada proses pencoblosan Kepala Desa, Kepala Daerah, legislatif ataupun Presiden dan Wakil Presiden. Namun sebenarnya, politik uang tak hanya tentang membagikan uang tetapi juga membagikan barang-barang selain uang. Misalnya, pemberian bahan-bahan pokok berupa minyak, beras, kecap, tepung dan lain sebagainya. 

 

Bagi mahasiswa Pascasarjana Sains Psikologi Atmajaya ini, larangan politik uang memang telah diatur dalam undang-undang, namun undang-undang yang ada belum mampu memberikan hukuman yang menjerakan pelaku. Masih ada celah hukum yang membuat pelaku politik uang lolos dari jeratan undang-undang.

 

Selain penegakan hukum yang kuat, hal yang harus diutamakan antisipasi politik uang adalah pencegahan. Pencegahan bisa menjadi langkah antisipatif yang lebih mudah dilakukan daripada memberi sanksi. 

 

Jauh dimasa lalu, James Pollock (1920) telah mengingatkan, “Hubungan antara uang dan politik akan selalu menjadi masalah besar dalam demokrasi dan pemerintahan.” Dan benar adanya, hingga hari ini politik uang masih menjadi gurita masalah bagi kita, (halaman 104).   

 

Corak politik populisme yang berlandaskan identitas atau ideologi agama tertentu, telah menjadi komoditas utama yang dimainkan sebagian elite. Corak politik ini disokong dan dikerubungi oleh organisasi massa yang sama–sama haus kuasa. Mereka menciptakan orkestrasi ketergantungan yang mengabaikan nilai-nilai tepa selira serta keberagaman. Kita musti mewaspadai politik sektarian dalam mendulang suara. 

 

Pesan Issac Tri, alumnus Pascasarjana Antropologi Medis Universiteit van Amsterdam, bahwa politik sektarian telah berhasil mengacaukan sistem demokrasi kita dengan memicu konflik horizontal dan mengganggu keharmonisan masyarakat. Hal ini diperparah oleh ghirah dan afeksi subjektif pada sosok yang dijagokan, tapi berdampak negatif  pada persatuan dan kesatuan bangsa. Pesta demokrasi menjadi tidak asyik, bahkan menyeramkan dan bisa menyebabkan trauma, (halaman 120).

 

Maka dari itu jangan sampai terpecah. Politik itu lentur, cukuplah dengan rileks, itulah pesan yang disampaikan Tyas Ary Lestyaningrum. Cukup lapangan hati, karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang tidak boleh mencabik persatuan dan kesatuan. 

 

Sebenarnya semangat gotong royong masih ada dalam urat nadi kita. Dan jangan sampai semangat ini di koyak oleh pesta lima tahunan, dengan pecah belah yang melelahkan. Apapun pilihanmu, kowe tetap sedulurku, (halaman 166).  

 

Buku setebal 180 halaman ini wajib dibaca oleh penggiat demokrasi, para peneliti, dosen, santri, para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan pengamat politik di seluruh penjuru Nusantara.

 

Tujuannya untuk menambah asupan gizi pemikiran dan spirit pendidikan demokrasi yang lebih bermartabat, menjunjung keadilan. Sehingga kehidupan kemaslahatan berbangsa lebih beradab, dan tanpa terkotak-kotak. 

 

Selamat membaca. 


IDENTITAS BUKU: 

 

Judul                 : 2024 Memilih Tanpa Terkotak-Kotak Sebuah Antologi 
Penulis              : Rahmat Basuki, dkk      
Penerbit             : Galuh Patria Press, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun Terbit      : September, 2022
Tebal                : viii + 180 Halaman 
Nomor ISBN     : 978-623-5663-42-5
Peresensi           : Akhmad Syarief Kurniawan, kontributor NU Online Lampung dan peneliti LTN NU Lampung Tengah.


Literasi Terbaru