Bahtsul Masail

Hasil Bahtsul Masail LBMNU Lampung 2024: Kriteria Kambing Kacang dan Domba

Rabu, 28 Agustus 2024 | 18:54 WIB

Hasil Bahtsul Masail LBMNU Lampung 2024: Kriteria Kambing Kacang dan Domba

Ilustrasi kambing kacang dan domba (Foto: NU Online/Freepik)

Bandar Lampung, NU Online Lampung

Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Lampung rampung menggelar Bahtsul Masail di Pondok Pesantren Madarijul Ulum, Bandar Lampung, Ahad (25/8/2024). 


Dalam forum tersebut dibahas kriteria Ma’zun (kambing kacang) dan Dha’nun (kambing domba) hasil kawin silang. Dalam forum tersebut juga dibahas apakah indukan kambing yang mengalami proses pelepasan ekor sah untuk dijadikan hewan kurban.


Masih terkait hewan kurban, Bahtsul Masail tersebut juga membahas tentang pentasarufan kulit kurban, upah, jatah makan panitia dan apakah panitia kurban berhak mendapatkan upah dari daging kurban, serta bolehkah mengambil sebagian daging kurban untuk konsumsi panitia yang bekerja.


Kriteria Kambing Kacang dan Domba

Sekretaris LBMNU Lampung, Mohamad Masykur menjelaskan, bahwa di kalangan peternak kambing sudah umum dilakukan kawin silang antara berbagai jenis kambing untuk mendapat varian baru yang unggul. Hal ini memunculkan jenis baru yang merupakan kombinasi keunggulan dari varian sebelumnya. 


“Misalnya kambing PE (Peranakan Etawa) yang merupakan hasil kawin silang antara kambing kacang dengan kambing etawa. Kambing PE ini disilangkan lagi dengan Kambing Kacang memunculkan Kambing Jawarandu. Dan masih banyak lagi jenis-jenis kambing yang ada di masyarakat,” jelasnya tentang deskripsi masalah yang dibahas.


Agar induk kambing mudah dalam proses perkawinan sehingga cepat beranak, maka peternak memasang semacam alat penjepit di ekor calon induk kambing. Pemasangan ini pada posisi sekitar satu cm saja dari pangkal ekor. Dengan alat ini, bagian ekor akan mengering untuk selanjutnya akan lepas atau terpotong sendiri dalam waktu sekitar satu minggu.


“Cara mengkategorikannya adalah dengan melihat bulu atau rambutnya. Jika berbulu lurus maka tergolong Kambing (ma’zi), dan jika berbulu keriting (woll) maka tergolong domba (dha’nun),” jelasnya, Rabu (28/8/2024) tentang hasil Bahtsul Masail tersebut.


Ia menambahkan jika terjadi persilangan antara dha’nun dan ma’zun maka dikategorikan ma’zun, sehingga untuk standar umur kurbannya adalah berumur 2 memasuki tahun ketiga.


Perbedaan kambing dan domba pada umumnya (bukan faktor penentu) terlihat secara fisik di antaranya dari rambutnya. Kambing cenderung lurus, domba keriting. 


Kambing satu tahun bisa melahirkan dua kali, sementara domba hanya sekali. Sekali melahirkan, kambing bisa lebih dari satu, sementara domba hanya satu anak. Kambing berekor pendek, sementara domba berekor panjang.


“Indukan kambing yang sudah mengalami proses pelepasan ekor menurut Mazhab Syafi’i tidak sah dijadikan hewan kurban karena mengurangi bagian daging. Namun bisa sah menurut sebagian mazhab Hanbali,” jelasnya.


Kulit Kurban, Upah Dan Jatah Makan Panitia

Sementara terkait dengan kulit kurban, upah, dan jatah makan panitia, Forum Bahtsul masail tersebut juga sudah memberikan kesimpulan jawaban. Masykur menjelaskan bahwa sudah menjadi tradisi di masyarakat kita ketika Idul Adha maka yang paling sibuk mengurusi proses penyembelihan kurban hingga pembagian daging adalah para panitia yang biasanya dibentuk oleh jamaah masjid ataupun mushala. 


Karena kerja mereka yang lumayan melelahkan dan membutuhkan waktu yang lama, maka tentunya membutuhkan konsumsi makanan. Selain itu panitia yang bekerja juga layak untuk mendapatkan upah atas kerja keras mereka.


Lalu apakah kerja para panitia kurban itu ada upah tersendiri, ataukah cukup diambilkan dari daging kurban?. Sesuai dengan jawaban forum tersebut, karena tidak ada akad sejak awal, maka tidak ada upah tersendiri untuk panitia kurban. Panitia boleh mendapatkan daging kurban sebagai sedekah atau hadiah, bukan sebagai ujrah.


“Mengingat pemrosesan hewan kurban yang butuh tenaga dan waktu lama, makan panitia diperbolehkan mengambil jatah untuk dimasak, baik dari daging udhiyah sunnah ataupun mandzurah,” ungkapnya. (Muhammad Faizin)