• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Warta

Ukuran Seseorang Moderat dalam Beragama di Indonesia adalah Pancasila

Ukuran Seseorang Moderat dalam Beragama di Indonesia adalah Pancasila
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung Puji Raharjo. (Foto: Aziz)
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung Puji Raharjo. (Foto: Aziz)

Pringsewu, NU Online Lampung
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung Puji Raharjo menegaskan bahwa ukuran seseorang moderat beragama atau tidak di Indonesia adalah Pancasila. Warga negara Indonesia yang mampu mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam berbangsa dan beragama bisa disebut moderat dalam beragama. Karena Pancasila menurutnya menjadi jalan tengah dalam menyikapi kebinekaan di Indonesia.


Ia menjelaskan bahwa di dalam pancasila terkandung lima sila yang seluruh agama di Indonesia mengajarkannya. Pancasila memuat nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan. Ketika seseorang menabrak dan menentang  nilai-nilai ini, maka sikap moderat dalam beragamanya patut dipertanyakan.


“Ketika kita beragama dalam bingkai negara Pancasila, ketika kita merujuk pada sila-sila Pancasila itu dan sudah match (cocok), maka kita sudah moderat dalam beragama,” ungkapnya saat memberi Penguatan Moderasi Beragama untuk ASN Kementerian Agama se-Provinsi Lampung yang dipusatkan di Kabupaten Pringsewu, Kamis (9/6/2022).


Pada kesempatan tersebut, Puji memaparkan berbagai fenomena hasil dari survei dan penelitian yang menunjukkan bahwa masih ada masyarakat Indonesia yang tidak memiliki satu tarikan nafas dalam beragama dan berbangsa. Masih saja ditemukan masyarakat yang membentur-benturkan antara beragama dengan bernegara seperti tidak setuju dengan NKRI dan Pancasila.


Paham atau pemikiran tidak moderat seperti ini menurutnya muncul karena tiga hal. Pertama adalah karena berkembangnya cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem) yang mengesampingkan martabat kemanusiaan.


Diantara penyebab pemahaman berlebihan seperti ini ungkapnya adalah karena orang tersebut tidak belajar agama dengan baik dan benar menggunakan ilmu yang bersanad atau bersilsilah. Terlebih di era digital seperti ini, banyak ditemukan orang yang belajar agama melalui google yang mereka sendiri tidak bisa memastikan jika ilmu tersebut berasal dari guru yang benar dan bersilsilah atau tidak.


“Sehingga muncul cara pandangnya dalam beragama tidak melihat keragaman dalam beragama dan tidak menghargai nilai-nilai luhur budaya,” tegasnya.


Penyebab sikap tidak moderat dalam beragama yang kedua adalah berkembangnya klaim kebenaran subjektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik berpotensi memicu konflik. Klaim kebenaran subjektif bisa berkembang karena pemahaman agama yang sempit dan tidak mendalami pengetahuan agama yang mendalam dari berbagai sumber.


Faktor orang tidak moderat dalam beragama yang ketiga lanjutnya adalah berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI. (Muhammad  Faizin)


Editor:

Warta Terbaru