• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 9 Mei 2024

Syiar

Pentingnya Menulis Biografi Leluhur

Pentingnya Menulis Biografi Leluhur
Banyak hal yang bisa ditulis, diantaranya tentang riwayat hidup leluhur
Banyak hal yang bisa ditulis, diantaranya tentang riwayat hidup leluhur

Semua manusia memiliki asal-usul dari mana ia berasal dan dari siapa ia dilahirkan. Semuanya tidak ada yang tidak memiliki leluhur dan asal-usul, karena manusia hidup selalu berestafet dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

 

Hanya saja kadang Allah mengecualikan beberapa hambanya yang terpilih, seperti lahir tanpa ayah dan ibu, yakni Nabi Adam. Lahir tanpa ayah,  yaitu Nabi Isa as. Dan kesemuanya merupakan takdir atas kehendak-Nya. 

 

Kita semua, yang hidup di tahun 2023, pasti memiliki ayah, ibu, kakek, nenek, buyut, canggah dan terus keatas. Semua yang pernah hidup pasti memiliki kisah perjalanan yang panjang. Baik dan buruk pasti pernah dilaluinya. 

 

Dan kesemuanya memikul sejarah yang amat panjang dan mendalam bagi dirinya dan keluarganya. Andaikata kisah setiap orang tua ditulis, maka setiap manusia memiliki manuskrip sejarah masa lampau di rumahnya masing-masing. 

 

Akan tetapi realitanya, tidak semua kisah orang tua dan kakek neneknya ditulis. Entah karena malas, enggan, dan sama sekali tidak mempedulikan hal seperti itu. Padahal setiap perjalanan hidup manusia pasti memiliki kebijaksanaannya tersendiri. 

 

Dari lahir sampai dewasa ini, kita lebih banyak membaca dan menulis biografi para Nabi, sahabat, pahlawan, dan tokoh-tokoh penting lainnya yang tersebar di koran, buku cetak, majalah dan sebagainya. 

 

Mengapa kita tidak menulis juga kisah orang tua dan leluhur kita? Padahal jika kita tidak menulisnya, kisah kebijaksanaan mereka akan tenggelam ditelan zaman. 

 

Apakah karena mereka orang biasa? Justru karena orang biasalah, kisah mereka harus kita tulis. Karena akan jarang menemukan mengangkat kisah orang biasa dengan segudang kebijaksanaan bagi dirinya, keluarganya dan masyarakat sekitar. 

 

Karena kita malas menulis kisah mereka, sehingga para leluhur seperti tidak memiliki mutiara. Andaikata memiliki mutiara, maka akan terpendam sedikit demi sedikit, seiring berjalannya waktu. Karena kisah mereka hanya sekedar ulasan lisan (tutur tinular). Dan akhirnya kisah mereka terkubur bersama dengan batu nisannya juga. 

 

Maka, kita sebagai generasi sekarang, sudah waktunya untuk mengetahui asal-usul dari mana leluhur kita berasal dan apa saja kebijaksanaan yang mereka lakukan di masa lampau. 

 

Yang jelas, namanya hidup tidak semua harus sempurna. Baik dan buruk merupakan bagian dari perjalanan hidup setiap insan. Begitupun dengan kakek-nenek dan leluhur kita. Apakah kisahnya baik dan buruk. Cukup kebaikanlah yang dijadikan motivasi bagi keturunannya. 

 

Pola hidup kita jangan sama dengan pola hidup leluhur kita masa silam. Yang mungkin orangnya biasa-biasa saja, dan hanya menjadi rakyat biasa. Sehingga kisah mereka tidak tertulis di prasasti dan tembang. Dan juga anak mereka tidak menulis kisahnya. 

 

Mungkin, zaman dahulu sejarah hanya ditulis bagi para pemangku kekuasaan, karena minimnya sumber pengetahuan, dan rakyat hanya sedikit yang bisa membaca dan menulis. Jadi wajar saja, jika prasasti dan manuskrip hanya ditulis dalam keadaan resmi. 

 

Itulah kenapa dari zaman kerajaan Hindu Kutai Karta Negara sampai kerajaan Islam Mataram, kita hanya banyak membaca kisah para raja, kaum bangsawan dan seputar kerajaan. 

 

Kita jarang membaca di buku-buku pelajaran kisah tentang kebaikan, kearifan dan kebijaksanaan para petani desa, pedagang, nelayan, dan kaum buruh.  

 

Di zaman yang mayoritas manusia bisa membaca dan menulis ini, mari budayakanlah juga untuk menulis sesuatu yang ada di seputar kita, mulai dari biografi orang tua, leluhur dan sejarah kampungnya masing-masing. Karena sekali lagi, jika bukan kita yang mencatat, maka siapa lagi?

 

Kisah kebijaksanaan mereka, akan menjadi keteladanan bagi kita dan  keliarga, sehingga apa yang sudah ditulis akan bisa diwariskan dalam bentuk manuskrip. 

 

Bisa saja, semua orang, untuk membuat perpustakaan dan museum pribadi, yang isinya hanya diisi kisah keluarga, seperti buku nasab, kisah teladan, artefak, dan sebagainya.

 

Hitung-hitung menulis dan membukukan kisah mereka, merupakan bentuk rasa syukur seorang anak atau cucu kepada leluhurnya. 

 

Karena keturunan yang baik adalah yang selalu mengenang kebaikan leluhurnya, menziarahi makamnya dan mendoakannya. 

 

Jika berkenan, tulis semua nasihat-nasihat orang tua. Tempel di dinding ruang tamu, agar setiap kali membaca akan mengerti betapa mulianya orang tua bagi keluarganya. 

 

Jangan menjadi orang yang serba cuek terhadap mutiara yang terpendam. Karena kisah yang mati obor, dimulai dari rasa cuek mengetahui siapa asal usulnya dan malas mencatat biografi leluhurnya. 

 

Tidak perlu menutupi dan malu dari siapa kita berasal, apalagi dengan alasan takut sombong dan angkuh. Karena, khawatir itu semua hanya penyakit hati dan tipu daya setan. 

 

Orang yang hebat itu tidak terdikte oleh keadaan sosial dan budaya yang buruk.

(Yudi Prayoga)


Syiar Terbaru