Syiar

Hukum Memperingati Maulid Nabi Muhammad Menurut Para Ulama

Selasa, 10 September 2024 | 14:30 WIB

Hukum Memperingati Maulid Nabi Muhammad Menurut Para Ulama

Ilustrasi tulisan Arab Nabi Muhammad (Foto: NU Online)

Maulid Nabi Muhammad diperingati pada 12 Rabiul Awal setiap tahunnya. Bahkan ada yang merayakan satu bulan penuh, dimulai sejak 1 hingga 30 Rabiul Awal. 


Peringatan tersebut menurut sebagian umat Islam merupakan keharusan, karena merupakan bentuk syiar Islam dan juga kasih sayang kepada nabi. Lalu, apakah ada dalilnya peringatan maulid Nabi tersebut?


Dalam hal ini, mayoritas ulama dari mazhab empat mazhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali menegaskan bahwa peringatan maulid Nabi Muhammad saw diperbolehkan, bahkan disunnahkan. 


Dilansir dari NU Online, Syekh Ahmad Ibnu Abidin berkata:


اِعْلَمْ أَنَّ مِنَ الْبِدَعِ الْمَحْمُوْدَةِ عَمَلَ الْمَوْلِدِ الشَّرِيْفِ مِنَ الشَّهْرِ الَّذِي وُلِدَ فِيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ   


Artinya: Ketahuilah bahwa di antara bid’ah-bid’ah yang terpuji adalah melaksanakan maulid nabi yang mulia pada bulan dilahirkannya Nabi Muhammad saw (Ahmad Ibnu Abidin, Natsrud Durar Ala Maulidi Ibni Hajar, juz 3, h. 391).   


Sama dengan pendapat Syekh Ahmad Ibnu Abidin, Syekh Ibnul Haj dari mazhab Maliki juga menyatakan kebolehan merayakan hari kelahiran Nabi saw:


فَكَانَ يَجِبُ أَنْ نَزْدَادَ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ الثَّانِي عَشَرَ فِي رَبِيْعِ الْأَوَّلِ مِنَ الْعِبَادَاتِ وَالْخَيْرِ؛ شُكْراً لِلْمَوْلَى عَلَى مَا أَوْلَانَا مِنْ هَذِهِ النِّعَمِ الْعَظِيْمَةِ، وَأَعْظَمُهَا مِيْلَادُ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ   


Artinya: Maka wajib bagi kita pada hari Senin tanggal dua belas Rabiul Awal menambah ibadah dan kebaikan, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas apa yang dianugerahkan kepada kita berupa nikmat-nikmat besar ini, terutama nikmat kelahiran Nabi Muhammad saw (Ibnul Haj Al-Maliki, Al-Madkhal, juz 1, h. 361).   


Imam Jalaluddin Assuyuthi dari mazhab Syafi’i juga menyatakan bahwa memperingati maulid nabi adalah bid’ah hasanah (baik):


هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا؛ لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ، وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ   


Artinya: Ia (peringatan maulid Nabi) merupakan bid’ah hasanah yang pelakunya memperoleh pahala, sebab hal itu sebagai bentuk mengagungkan kemulian Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wa’alihi wasahbihi wasallam, dan mengungkapkan rasa bahagia akan kelahiran Nabi mulia (Jalaluddin Assuyuthi, Al-Hawi Lilfatawa, juz 1, h. 292).   


Sedangkan menurut Syekh Zaini Dahlan, ia menambahi bahwa memuliakan Nabi di malam kelahirannya adalah dengan membaca maulid (sejarah kehidupan Nabi):


وَمِنْ تَعْظِيْمِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ الْفَرَحُ بِلَيْلَةِ وِلَادَتِهِ، وَقِرَاءَةُ الْمَوْلِدِ   


Artinya: Di antara cara memuliakan Nabi shallallahu a’laihi wa’alihi wasahbihi wasallam adalah berbahagia di malam kelahirannya, dan membaca maulid (Zaini Dahlan, Addurarus Saniyyah, h. 190).       


Senada dengan para ulama di atas, seorang ulama bermazhab Hanbali, Syekh Ibnul Jauzi Al-Hanbali menerangkan:


مِنْ خَوَاصِهِ أَنَّهُ أَمَانٌ فِي ذَلِكَ الْعَامِ وَبُشْرَى عَاجِلَةً بِنَيْلِ الْبُغْيَةِ وَالْمَرَامِ   


Artinya: Di antara keistimewaan peringatan maulid adalah bahwa hal itu (diharapkan) memberikan rasa aman pada tahun itu, dan kabar bahagia akan tercapainya harapan dan tujuan (Muhammad bin Abdul Baqi Al-Zarqani, Syarhul Allamah Azzarqani Bisyarhil Mawahib Al-Laduniyyah, 262; Usman bin Syatha Al-Bakri, I’anatut Thalibin, juz 3, h. 414).


  
Terakhir, menurut Ibnu Taimiyyah, seorang ulama yang menjadi rujukan utama bagi sebagian umat Islam yang selama ini mengharamkan peringatan maulid Nabi. Beliau menulis:


فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مَوْسِماً قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ، وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ   


Artinya: Maka memuliakan maulid, dan menjadikannya sebagai kebiasaan merupakan perbuatan yang dilakukan oleh sebagian orang. Dan baginya, pahala yang besar atas hal itu, karena baiknya niat, dan penghormatannya kepada Rasulullah shallallahu a’laihi wa’alihi wasahbihi wasallam (Ibnu Taymiyyah, Iqtidhaus Shiratil Mustaqim fi Mukhalafati Ashhabil Jahim, juz 1, h. 297).


Demikianlah pendapat dari para ulama tentang kebolehan merayakan maulid nabi, karena hal tersebut merupakan kesunnahan. Merayakan maulid Nabi juga menjadikan kita mencintai Nabi dan meneladani kisah-kisahnya.