Syiar

4 Hal yang Membatalkan Wudhu dalam Kitab Safinatun Najah

Selasa, 19 November 2024 | 10:00 WIB

4 Hal yang Membatalkan Wudhu dalam Kitab Safinatun Najah

Ilustrasi wudhu. (Foto: NU Online Lampung)

Wudhu merupakan suatu ritual penyucian dalam agama Islam yang dilakukan sebelum melaksanakan shalat. Wudhu melibatkan pembasuhan beberapa bagian tubuh seperti wajah, tangan, kepala, dan kaki dengan air untuk membersihkan diri dari hadats kecil. 

 

Wudhu menjadi penting karena dianggap sebagai syarat sahnya shalat, dan memiliki makna spiritual untuk membersihkan jiwa serta mendekatkan diri kepada Allah.

 

Dalam wudhu ada beberapa syarat dan rukun yang menjadikan wudhu menjadi sempurna. Selain itu juga ada perkara yang menjadikan wudhu menjadi batal. 

 

Dalam kitab Safinatun Najah karya Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami, disebutkan bahwa ada 4 hal yang dapat membatalkan wudhu sehingga seseorang berada dalam keadaan hadats:

 

Pertama, keluar sesuatu dari lubang depan (qubul) dan lubang belakang (dubur) selain sperma. Allah swt berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 6:

 

أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ

 

Artinya: salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air.

 

Selain sperma, apa pun yang keluar dari lubang depan (qubul) dan lubang belakang (dubur) baik berupa air kencing atau kotoran, barang yang suci ataupun najis, kering atau basah, itu semua dapat membatalkan wudhu. Sedangkan bila yang keluar adalah sperma maka tidak membatalkan wudhu, hanya saja yang bersangkutan wajib melakukan mandi jinabat.

 

Kedua, hilangnya akal.

Orang yang hilang akal atau kesadarannya entah itu karena tidur, gila, mabuk, atau pingsan maka wudhunya menjadi batal. Sebagaimaa telah diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Rasulullah saw bersabda:

 

فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ

 

Artinya: Barangsiapa yang tidur maka berwudhulah (HR Abu Dawud)

 

Namun demikian, ada tidur yang tidak membatalkan wudhu, yaitu posisi tidurnya duduk dengan menetapkan pantat pada tempat duduknya sehingga tidak memungkinkan keluarnya kentut.

 

Ketiga, bersentuhan kulit.

Bersentuhan kulit seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sama-sama telah tumbuh besar dan bukan mahramnya dengan tanpa penghalang. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 6:

 

أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ   

 

Artinya: Atau kalian menyentuh perempuan.   

 

Tidak batal wudhu seorang laki-laki yang bersentuhan kulit dengan sesama laki-laki atau seorang perempuan dengan sesama perempuan. Juga tidak membatalkan wudhu persentuhan kulit seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang menjadi mahramnya. 

 

Wudhu juga tidak menjadi batal bila seorang-laki-laki bersentuhan dengan seorang perempuan namun ada penghalang seperti kain sehingga kulit keduanya tidak bersentuhan secara langsung.   

 

Tidak batal wudhunya juga bila seorang laki-laki yang sudah besar bersentuhan kulit dengan seorang perempuan yang masih kecil atau sebaliknya. Adapun ukuran seseorang itu masih kecil atau sudah besar tidak ditentukan oleh umur namun berdasarkan sudah ada atau tidaknya syahwat secara kebiasaan bagi orang yang normal.   

 

Keempat, menyentuh kemaluan.

Menyentuh kemaluan atau lubang dubur manusia dengan menggunakan bagian dalam telapak tangan bisa membatalkan wudhu. Hal ini telah disebutkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

 

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

 

Artinya: Barangsiapa yang memegang kelaminnya maka berwudhulah (HR Ahmad).

 

Wudhu seseorang bisa menjadi batal dengan menyentuh kemaluan atau lubang dubur manusia, baik dari orang yang masih hidup atau sudah mati, milik sendiri atau orang lain, anak kecil atau dewasa, sengaja atau tidak sengaja, atau kemaluan yang disentuh itu telah terputus dari badan.

 

Adapun wudhu orang yang disentuh kemaluannya tidak menjadi batal kecuali jika keduanya sudah baligh sebagaimana yang telah disebutkan di atas, pada poin ketiga.

 

Wudhu juga tidak batal jika menyentuh kemaluan hanya dengan bagian luar telapak tangan atau menggunakan perantara benda, seperti kertas, kain, kayu, kaca dan lain-lain.

 

Demikianlah empat hal yang membatalkan wudhu, sebagaimana tercantum dalam kitab Safinatun Najah karangan dari Syekh Salim bin Sumair. Semoga kita semua bisa menyempurnakan dan menjaga wudhu kita.