Syiar

Haji Wada dan Kesetaraan Umat Manusia: Pesan Universal dari Rasulullah Saw

Sabtu, 14 Juni 2025 | 14:07 WIB

Haji Wada dan Kesetaraan Umat Manusia: Pesan Universal dari Rasulullah Saw

Pesan khutbah haji wada Rasulullah saw (Ilustrasi: Istimewa)

Haji Wada, atau Haji Perpisahan, adalah peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi pada tahun ke-10 Hijriah, ketika Rasulullah Muhammad saw melaksanakan ibadah haji untuk terakhir kalinya.

 

Dalam momen sakral ini, Rasulullah saw menyampaikan khutbah yang tidak hanya menjadi pedoman keagamaan, tetapi juga manifestasi nilai-nilai kemanusiaan yang mendalam. Salah satu pesan utama dari khutbah tersebut adalah tentang kesetaraan umat manusia, sebuah prinsip yang hingga kini tetap relevan dan menjadi pondasi penting dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.

 

Latar belakang Haji Wada

Setelah penaklukan Makkah dan stabilnya situasi politik di Jazirah Arab, Rasulullah saw mendapatkan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji yang sempurna. Haji ini dikenal sebagai Haji Wada karena beliau tidak melaksanakan haji lagi setelahnya, dan dalam khutbahnya, beliau menyampaikan bahwa kemungkinan beliau tidak akan lagi bertemu dengan para sahabat dalam musim haji berikutnya.

 

Ribuan umat Islam dari berbagai penjuru Jazirah Arab berkumpul untuk menunaikan haji bersama Rasulullah saw. Dalam suasana penuh kekhusyukan dan haru, beliau berdiri di Padang Arafah dan menyampaikan khutbah yang berisi pokok-pokok ajaran Islam, termasuk nilai-nilai keadilan, persaudaraan, hak asasi manusia, serta kesetaraan antar sesama.

 

Isi khutbah Wada dan pesan kesetaraan

Sesudah membaca hamdalah dan ragam pujian kepada Allah swt, Nabi yang berada di atas kendaraan beliau kemudian mengucapkan:

 

  أَيُّهَا النَّاسُ، اِسْمَعُوْا مِنِّي أُبَيِّنُ لَكُمْ، فَإِنِّيْ لَا أَدْرِيْ لَعَلِّيْ لَا أَلْقَاكُمْ بَعْدَ عَامِيْ هَذَا، فِيْ مَوْقِفِيْ هَذَا

   أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، حَرَامٌ عَلَيْكُمْ إِلَى أَنْ تَلقَوْا رَبَّكُمْ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، أَلَا هَلْ بلغتُ، اَلَّلهُمَّ فَاشْهَدْ فَمَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَانَةٌ، فَلْيُؤَدِّهَا إِلَى مَنْ اِئْتَمَنْهُ عَلَيْهَا إِنَّ رِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوْعٌ، وَإِنَّ أَوَّلَ رِبًا أَبْدَأُ بِهِ رِبَا عَمِي اَلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِالْمُطَّلِبِ، وَإِنَّ دِمَاءَ الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوْعَةٌ، وَإِنَّ أَوَّلَ دَمٌ أَبْدَأُ بِهِ دَمُ عَامِرِ بْنِ رَبِيْعَةَ بْنِ الْحَارِثِ، وَإِنَّ مَآثِرَ الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوْعَةٌ، غَيْرَ السِّدَانَةِ وَالسَّقَايَةِ، وَالْعَمْدُ قَوَدٌ, وَشِبْهُ الْعَمْدِ مَا قُتِلَ بِالْعَصَا وَالْحَجَرِ، وَفِيْهِ مِائَةُ بَعِيْرٍ، فَمَنْ زَادَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ

 
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ يَئِسَ أَنْ يُعْبَدَ فِي أَرْضِكُمْ، وَلَكِنَّهُ قَدْ رَضِيَ أَنْ يُطَاعََ فِيْمَا سِوَى ذَلِكَ مِمَّا تَحْقَرُوْنَ مِنْ أَعْمَالِكُمْ


أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ النَّسِيْءَ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ، وَإِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اِسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَإِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللهِ اِثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمْ: ثَلاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ، وَوَاحِدٌ فَرْدٌ، أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ، اَلَّلهُمَّ فَاشْهَدْ أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ لِنِسَائَكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا، وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ حَقٌّ؛ أَلَا يُوطِئنَ فُرُشَكُمْ غَيْرُكُمْ، وَلاَ يُدْخِلْنَ أَحَدًا تَكْرَهُوْنَهُ بُيُوْتَكُمْ إِلَّا بِإِذْنِكُمْ، وَلَا يَأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ، فَإِذَا فَعَلْنَ ذَلِكَ، فَإِنَّ اللهَ أَذِنَ لَكُمْ أَنْ تَهْجُرُوْهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ، وَتَضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ، فَإِنْ اِنْتَهِيْنَ وَأَطَعْنَكُمْ، فَعَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ، وَإِنَّمَا النِّسَاءَ عَوَانٍ عِنْدَكُمْ. وَلَا يَمْلِكْنَ لِأَنْفُسِهِنَّ شَيْئًا، أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانَةِ اللهِ، وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ فِي النِّسَاءِ وَاسْتَوْصَوْا بِهِنَّ خَيْرًا، أَلَا هَلْ بَلَغْتُ، اَلَّلهُمَّ فَاشْهَدْ
 

  أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ، وَلَا يَحِلُّ لِاِمْرِئٍ مَالُ أَخِيْهِ إِلَّا عَنْ طِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ، أَلَا هَلْ بَلَغْتُ، اَلَّلهُمَّ فَاشْهَدْ، فَلَا تَرْجِعُوْا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ، فَإِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضَلُّوْا بَعْدَهُ؛ كِتَابُ اللهِ
 

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، كُلُّكُمْ لِآدَمَ، وَآدَمُ مِنْ تُرَابٍ، أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ، لَيْسَ لِعَرَبِيٍّ فَضْلٌ عَلَى عَجَمِيٌّ إِلَّا بِالتَّقْوَى، أَلَا هَلْ بَلَغْتُ، اَلَّلهُمَّ فَاشْهَدْ
 

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ قَدْ قَسَمَ لِكُلِّ وَارِثٍ نَصِيْبَهُ مِنْ الْمِيْرَاثِ، وَلَا تَجُوْزُ لِوَارِثٍ وَصِيَّةٌ، وَلَا تَجُوْزُ وَصِيَّةٌ فِي أَكْثَرَ مِنَ الثُُّلُثِ، وَالْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ، مَنْ اِدَّعَى لِغَيْرِ أَبِيْهِ، أَوْ تَوَلََّى غَيْرَ مَوَالِيْهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ، لَا يَقبَلُ اللهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلَا عَدْلاً.

Artinya:  Wahai manusia, dengarkanlah aku yang akan menjelaskan kepada kalian semua, karena aku tak tahu apakah aku akan bertemu dengan kalian setelah tahunku ini, di tempat ku berdiri ini.

 

Wahai manusia, sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian itu mulia hingga kalian bertemu Tuhan kalian. Semulia hari kalian ini, bulan ini, tanah ini. Apakah aku telah menyampaikannya? Ya Allah, Saksikanlah! Barang siapa yang memiliki amanah, maka hendaknya ia menunaikannya kepada orang yang telah memberinya amanat. Sesungguhnya praktik riba di zaman jahiliyyah (sebelum Islam) itu dihapuskan, dan sesungguhnya riba yang aku mulai (hapuskan) adalah riba pamanku Al-abbas Bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya (pertumpahan) darah Jahiliyah itu dihapuskan, dan sesungguhnya darah pertama yang aku mulai (hapuskan pertumpahannya) adalah Amir Bin Rabi'ah Bin Al-harits. Sesungguhnya perilaku jahiliyah itu dihapuskan kecuali akad perwalian dan penyiraman. Sesungguhnya pembunuhan yang disengaja (‘amd) hukumannya balas setimpal (qishas), dan pembunuhan yang serupa sengaja (syibh ‘amd) itu seumpama pembunuhan menggunakan (pukulan) tongkat atau (lemparan) batu, dan (wajib membayar diyat) seratus ekor unta di dalamnya. Barang siapa yang menambahkannya maka dia termasuk golongan orang jahiliyah.

 

Wahai manusia, sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah di negeri kalian, tetapi ia rela untuk ditaati pada selain hal tersebut yakni perbuatan-perbuatan jelek yang kalian lakukan. Wahai manusia, zina menambah kekafiran. Waktu berputar seperti pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, dan jumlah bulan yang ada dalam kitab Allah swt ada 12 bulan. 4 dari 12 adalah bulan suci (haram untuk peperangan di dalamnya), tiga di antaranya berturut-turut dan yang satu terpisah (sendiri). Maka apakah aku pernah menyampaikannya? Ya Allah, Saksikanlah!

 

Wahai manusia, sesungguhnya wanita kalian memiliki hak atas kalian, dan kalian juga memiliki hak atas mereka. Mereka tidak boleh membiarkan orang lain masuk ke tempat tidur kalian. Mereka tidak boleh membiarkan siapa pun yang kamu benci masuk ke rumah kalian kecuali dengan izin kalian, dan mereka tidak boleh melakukan perbuatan keji, dan jika mereka melakukan itu, maka Allah telah mengizinkan kalian meninggalkan mereka di tempat tidurmu, dan memukul mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Jika mereka menaati kalian, maka kalian wajib memberi mereka rezeki dan sandang mereka dengan jalan yang baik. Sesungguhnya, istri-istri kalian seumpama perempuan boyongan bagi kalian, mereka tidak memiliki apapun bagi diri mereka sendiri. Maka pergaulilah mereka dengan amanat Allah, dan telah kalian jaga kesucian kemaluan mereka atas nama Allah. Maka bertakwalah kepada Allah sehubungan dengan perempuan itu, dan berwasiatlah kepada mereka. Apakah aku sudah menyampaikan? Ya Allah, Saksikanlah!

 

Wahai manusia, sesungguhnya Muslim satu dan Muslim lainnya itu bersaudara, maka tidak halal bagi siapapun harta saudara kalian kecuali dengan kerelaan hati yang baik. Apakah aku sudah menyampaikan? Ya Allah, Saksikanlah! Maka janganlah kalian kembali kepada kekafiran sesudahku, hingga sebagian dari kalian memenggal kepala sebagian yang lain. Sesungguhnya telah kutinggalkan untuk kalian semua sesuatu yang jika kalian berpegangan padanya maka selamanya kalian tidak akan tersesat. Yakni, Al-Qur'an.

 

Wahai manusia, Tuhan kalian adalah satu, dan ayah kalian adalah satu, kalian semua berasal dari Adam, dan Adam dari debu. Manusia terbaik di antara kalian ialah yang paling bertakwa. Seorang Arab tidaklah lebih baik dari Non-Arab kecuali dengan ketakwaan. Apakah aku sudah menyampaikan? Ya Allah, Saksikanlah!

 

Wahai manusia, Allah telah membagi kepada masing-masing ahli waris bagiannya dari warisan, dan tidak diperbolehkan bagi seorang ahli waris untuk mewariskan. Dan tidak diperbolehkan mewariskan lebih dari sepertiga, dan anak itu termasuk dalam tempat tidur, dan pezina memiliki batu, barangsiapa mengklaim selain ayahnya. Atau mengambil alih orang lain selain tuannya, maka kutukan Allah, para malaikat dan semua orang menimpanya. Allah menerimanya dengan murni atau adil.

 

Sesudah Nabi selesai dengan khutbah beliau, lantas beliau berkata kepada jamaah:

 

 وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّي، فَما أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟ قالوا: نَشْهَدُ أنَّكَ قدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ، فَقالَ: بإصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ، يَرْفَعُهَا إلى السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إلى النَّاسِ اللَّهُمَّ، اشْهَدْ، اللَّهُمَّ، اشْهَدْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ 

 

Artinya: Kalian semua telah ditanyai tentang aku, maka apakah yang akan kalian katakan sekarang? Jamaah menjawab: Kami bersaksi bahwasanya engkau sungguh telah menyampaikan, menunaikan dan memberi nasihat. Nabi lantas berisyarat dengan telunjuk beliau, mengangkatnya ke atas sambil berkata: Ya Allah, Saksikanlah! Sebanyak tiga kali.

 

Pernyataan ini sangat tegas dan revolusioner pada zamannya, bahkan tetap menggema sebagai pesan universal yang melampaui batas-batas waktu dan tempat. Dalam masyarakat Arab pra-Islam, struktur sosial sangat hierarkis, dengan diskriminasi berdasarkan ras, suku, dan status sosial. Namun, Rasulullah saw menghapus sekat-sekat tersebut dengan satu kalimat yang membebaskan: semua manusia setara di hadapan Allah swt.

 

Kesetaraan dalam perspektif Islam

Islam mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki nilai intrinsik yang sama karena semuanya adalah ciptaan Allah swt. Perbedaan warna kulit, bahasa, suku, atau bangsa bukanlah alasan untuk merasa lebih tinggi atau rendah. Dalam Al-Qur'an, Allah swt berfirman:

 

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

 

Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti (QS Al-Hujurat: 13).

 

Ayat ini memperkuat pesan khutbah Haji Wada, bahwa keunggulan manusia tidak ditentukan oleh ras, kekayaan, atau keturunan, melainkan oleh ketakwaan dan akhlak.

 

Relevansi pesan Haji Wada di era modern

Di tengah dunia yang masih diliputi oleh diskriminasi rasial, ketimpangan sosial, dan konflik antar kelompok, pesan Haji Wada memberikan solusi moral dan spiritual yang sangat relevan. Kesetaraan yang diajarkan Rasulullah saw bukan hanya konsep teoretis, tetapi juga harus diimplementasikan dalam kehidupan nyata:

 

1. Dalam bidang sosial

Islam mendorong umatnya untuk membantu sesama tanpa membedakan suku, agama, atau ras. Kegiatan seperti sedekah, zakat, dan infaq harus menyasar mereka yang membutuhkan, tanpa melihat latar belakang mereka.

 

2. Dalam dunia pendidikan dan pekerjaan

Prinsip kesetaraan mengajarkan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Tidak boleh ada diskriminasi atas dasar ras, gender, atau status sosial.

 

3. Dalam hubungan antar bangsa

Konsep ummah dalam Islam mencerminkan persaudaraan global. Negara-negara Muslim seharusnya menjadi pelopor dalam membina hubungan antarbangsa yang adil dan menghormati hak-hak kemanusiaan.

 

4. Dalam penegakan hukum

Rasulullah saw pernah bersabda bahwa kehancuran umat terdahulu disebabkan karena mereka menerapkan hukum secara tidak adil, membebaskan orang kaya dari hukuman tetapi menghukum orang miskin. Dalam khutbah Haji Wada, beliau menegaskan pentingnya keadilan: “Sesungguhnya darah dan harta kalian adalah suci, sebagaimana sucinya hari ini, di bulan ini, dan di negeri ini.”

 

Tantangan dalam mewujudkan kesetaraan

Meskipun prinsip kesetaraan telah ditegaskan dalam Islam, tantangan untuk mewujudkannya masih besar. Praktik-praktik diskriminatif kadang masih ditemukan di sebagian komunitas Muslim, baik secara sadar maupun tidak. Oleh karena itu, perlu ada upaya serius dari para ulama, pemimpin, dan masyarakat untuk kembali menggali dan mengamalkan pesan luhur dari Haji Wada.

 

Beberapa tantangan utama antara lain:

 

Pertama, fanatisme suku dan nasionalisme berlebihan

Fanatisme berlebihan terhadap kelompok atau bangsa tertentu seringkali membuat kita lupa bahwa umat Islam adalah satu kesatuan global.

 

Kedua, ketimpangan ekonomi

Perbedaan akses terhadap sumber daya dan kesempatan seringkali menjadi sumber ketidaksetaraan. Padahal, Islam menekankan distribusi kekayaan secara adil.

 

Ketiga, Ketidakadilan gender

Dalam beberapa komunitas, perempuan masih mengalami pembatasan dalam berpartisipasi aktif di masyarakat, padahal Islam memberikan hak-hak yang setara dalam hal pendidikan, kepemilikan harta, dan partisipasi sosial.

 

Menghidupkan semangat Haji Wada

Khutbah Haji Wada adalah warisan terakhir Rasulullah saw kepada umatnya. Pesan yang disampaikannya bukan hanya untuk umat Islam pada masa itu, tetapi juga untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman. Di tengah dunia yang semakin kompleks dan penuh tantangan, ajaran tentang kesetaraan, persaudaraan, dan keadilan menjadi sangat penting untuk dijadikan pegangan.

 

Menjadi Muslim sejati bukan hanya tentang melaksanakan ritual ibadah, tetapi juga tentang bagaimana nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan Islam diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menghormati sesama manusia tanpa memandang perbedaan adalah bentuk nyata dari ketakwaan yang sejati.

 

Sudah saatnya kita semua, sebagai umat Islam, menghidupkan kembali semangat Haji Wada dalam diri dan masyarakat kita, dengan membangun budaya yang menghormati keberagaman, menegakkan keadilan, dan memperjuangkan kesetaraan bagi semua umat manusia.