Warta

Pernikahan, Ibadah Paling Panjang dalam Kehidupan Manusia

Sabtu, 14 Juni 2025 | 11:10 WIB

Pernikahan, Ibadah Paling Panjang dalam Kehidupan Manusia

Ilustrasi pernikahan. (Foto: Istimewa)

Pringsewu, NU Online Lampung 

Pernikahan bukan sekadar urusan duniawi, melainkan sebuah bentuk ibadah dalam Islam. Bahkan, bisa dikatakan bahwa pernikahan adalah ibadah terpanjang, karena dimulai dari akad nikah hingga nyawa memisahkan. Dalam perjalanan panjang ini, pasangan suami istri akan melalui berbagai fase kehidupan, dari yang manis hingga penuh ujian.

 

Hal ini disampaikan Ibu Nyai Iftitaturrahmah saat memberi pesan pada pernikahan di Kabupaten Pringsewu, Sabtu (14/6/2025).

 

Istri dari KH Hadi Hadiyatullah dari Jawa Barat ini menjelaskan bahwa sebelum menikah, banyak orang memilih berdasarkan rupa. Wajah yang menarik dan penampilan yang memikat sering kali menjadi daya tarik utama. 

 

"Namun, setelah menikah, yang paling terasa adalah kasih sayang. Ketika kehidupan bersama dimulai, cinta sejati bukan lagi tentang fisik semata, tapi tentang bagaimana pasangan mampu mencintai, menerima, dan memahami satu sama lain," jelasnya.

 

Dalam Islam jelasnya, tujuan pernikahan bukan hanya untuk menyatukan dua insan, tetapi juga untuk membangun keluarga yang sakinah (tenang), mawaddah (penuh cinta), dan rahmah (penuh kasih sayang) sebagaimana disebutkan dalam Surah Ar-Rum ayat 21. 

 

Nilai-nilai ini menurutnya adalah pilar utama dalam membangun rumah tangga yang bahagia dan langgeng.

 

Namun terkadang, jelasnya, realitas kehidupan tidak selalu indah. Cinta yang awalnya membara bisa terkikis oleh ujian dan waktu. Jika tidak dirawat, rasa sayang bisa memudar. Oleh karena itu, cinta dalam pernikahan harus dipelihara, bukan dibiarkan mengalir begitu saja.

 

"Merawat cinta dalam rumah tangga ibarat menanam pohon. Saat baru ditanam, pohon tampak segar dan menjanjikan. Tapi jika tidak disiram dan dipupuk dengan perhatian serta pemahaman, pohon itu akan layu," jelasnya.

 

Pupuk pernikahan menurutnya adalah saling memahami, saling memaafkan, dan saling mendukung. Tanpa itu, rumah tangga akan rapuh, meskipun awalnya dibangun di atas cinta yang besar.

 

Banyak rumah tangga hancur bukan karena tidak ada cinta, tapi karena cinta itu hanya didasari oleh fisik dan tidak dilandasi pemahaman dan tanggung jawab. Ketika fisik memudar atau masalah datang, hubungan pun ikut goyah. 

 

"Oleh karena itu, pemahaman dan kesabaran adalah bahan bakar utama dalam merawat pernikahan," jelasnya.

 

Tak hanya istri yang harus menjaga keharmonisan rumah tangga, suami juga memegang peran besar. Ia berkewajiban untuk menafkahi lahir dan batin istrinya. Nafkah bukan hanya soal materi, tapi juga mencakup usaha untuk membahagiakan hati dan menjaga kenyamanan emosional pasangan. 

 

"Ketika suami mampu menjadi sumber ketenangan dan kebahagiaan bagi istrinya, maka cinta pun akan tumbuh semakin kuat," jelasnya.

 

Ia pun menegaskan bahwa pernikahan adalah perjalanan panjang. Bukan tentang siapa yang paling sempurna, tapi siapa yang paling sabar dan bersungguh-sungguh dalam menjaga cinta.

 

Jika dijalani dengan niat ibadah, saling memahami, dan komitmen untuk terus merawat cinta, maka pernikahan akan menjadi ladang pahala yang menuntun ke surga.