Syiar

4 Alasan Mengapa Kita Dilarang Berbuat Zalim

Ahad, 13 Oktober 2024 | 16:51 WIB

4 Alasan Mengapa Kita Dilarang Berbuat Zalim

Ilustrasi larangan berbuat zalim. (Foto: NU Online)

Zalim adalah orang yang melakukan perbuatan aniaya yang dapat merugikan orang lain dan diri sendiri. Orang yang zalim mengandung makna bengis, tidak menaruh belas kasihan, kejam dan tidak adil. Islam tidak akan pernah membenarkan kezaliman dalam bentuk apapun. 

 

Sekecil apa pun kezaliman yang kita lakukan kelak di akhirat akan diperlihatkan. Kezaliman yang kita lakukan akan menghalangi kita meraih kebahagiaan akhirat sebelum kezaliman tersebut diselesaikan perkaranya dan dibalas dengan balasan yang setimpal.

 

Kezaliman kepada sesama manusia, sebagaimana disebutkan oleh azh-Zhahabi dalam al-Kabair, ada tiga bentuk, yaitu (1) kezaliman seorang hamba berupa memakan harta atau hak orang lain secara batil (2), kezaliman berupa membunuh, memukul, melukai, atau menyakiti secara fisik, dan (3) kezaliman berupa menghina, mencela, mengutuk, menuduh tak berdasar, dan sebagainya.

 

Larangan ketiga bentuk kezaliman tersebut telah ditegaskan dalam Al-Quran, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu."
 

Larangan Berbuat Zalim

Orang yang zalim adalah orang yang merugi, baik di dunia maupun di akhirat, merugikan orang lain maupun diri sendiri. Setidaknya ada tiga sebab kita dilarang berbuat zalim, dilansir dari NU Online.

 

Pertama, kezaliman adalah layaknya seorang yang bangkrut. Maksud bangkrut di sini adalah amal-amal kebaikannya habis dipasrahkan kepada orang-orang yang dizaliminya. 

 

Hal itu sebagaimana hadits yang diriwayatkan at-Tirmidzi dari Abu Hurairah berikut:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَلْ تَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ؟ ، قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا، يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ. قَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصِيَامٍ وَصَلَاةٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ عِرْضَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، فَيُقْعَدُ، فَيَقُصُّ هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ مِنَ الْخَطَايَا، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ

 

Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apakah kalian tahu siapakah orang yang muflis (bangkrut)?” Para sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut di tengah kami, wahai Rasulullah, adalah orang yang habis dirham dan kekayaannya.” Rasulullah menjelaskan, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa amal puasa, amal shalat, dan amal zakat. Namun, ia datang setelah mencela kehormatan si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini. Akhirnya, ia didudukkan. Si ini dibalas dari kebaikan-kebaikannya. Si itu dibalas dari kebaikan-kebaikannya. Ketika kebaikan-kebaikannya habis sebelum melunasi seluruh kesalahan-kesalahannya, maka kesalahan-kesalahan mereka ditimpakan kepadanya, sampai akhirnya ia dihempaskan ke dalam neraka” (HR. At-Tirmidzi).   

 

Kedua, diberi balasan sejenis dengan bentuk kezalimannya. Dalam hadits riwayat Ahmad disebutkan, ketika ada seseorang yang mengambil satu jengkal tanah di dunia, misalnya, maka di akhirat ia akan diberi balasan menggali satu jengkal tanah hingga sampai tujuh lapis bumi. Kemudian, tanah itu dikalungkan kepadanya sampai hari kiamat hingga diputuskan (perkaranya) di antara manusia. 

 

Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

 

أَيُّمَا رَجُلٍ ظَلَمَ شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ، كَلَّفَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَحْفِرَهُ حَتَّى يَبْلُغَ آخِرَ سَبْعِ أَرَضِينَ، ثُمَّ يُطَوَّقَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ

 

Artinya: Laki-laki mana saja yang menzalimi satu jengkal tanah, maka Allah akan menuntutnya untuk menggali tanah satu jengkal tersebut sampai akhir tujuh lapis bumi hingga hari kiamat dan diputuskan perkaranya di antara manusia (HR Ahmad).   

 

Ketiga, terancam doa buruk orang yang dizalimi. Ingatlah, orang yang terzalimi termasuk dari tiga golongan yang muistajab doanya, meskipun yang terzalimi itu seorang penjahat atau bukan muslim. Sabda Rasulullah saw:

 

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ مُجَابَةٌ

 

Artinya:Takutlah terhadap doa orang yang terzalimi, sebab doa yang terzalimi mustajab (cepat terkabul) (HR Malik).     

 

Keempat, tuntutan dan persidangan di padang mahsyar. Di sana, ahli neraka tidak akan masuk neraka dan ahli surga tidak akan masuk surga sebelum dirinya bebas dari berbagai sangkutan, kezaliman, dan hak kepada pihak lain. Seorang penghuni neraka tidak akan masuk neraka selama ia masih memiliki hak pada ahli surga. 

 

Begitu pun ahli surga tidak akan masuk surga selama ia masih memiliki hak pada ahli neraka. Hal itu seperti yang digambarkan Rasulullah saw dalam hadits berikut:

 

يَحْشُرُ اللَّهُ الْعِبَادَ أَوِ النَّاسَ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا، قَالَ النَّاسُ: فَمَا بُهْمًا؟ قَالَ: لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ، فَيُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍ يُسْمَعُ مِنْ بُعْدٍ كَمَا يُسْمَعُ مِنْ قُرْبٍ، أَنَا الْمَلِكُ، أَنَا الدَّيَّانُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، أَنْ يَدْخُلَ النَّارَ، وَلَهُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ، وَلِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ عِنْدَهُ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، حَتَّى اللَّطْمَةُ

 

Artinya: Allah mengumpulkan hamba atau manusia dalam keadaan telanjang, belum dikhitan, dan buhman. Para sahabat bertanya, “Apa maksud dari buhman?” Rasulullah saw menjelaskan, “Tidak membawa apa-apa. Kemudian pada hari itu ada suara menyeru mereka yang terdengar dari jauh, sebagaimana terdengar dari dekat, ‘Aku adalah Sang Raja dan Sang Penguasa. Tidaklah pantas bagi seorang pun bagi ahli neraka untuk masuk neraka, sementara ia masih memiliki hak pada ahli surga. Pun tidak pantas bagi seorang ahli surga untuk masuk surga, sementara ia masih memiliki hak dari ahli neraka, hingga Aku memutus perkaranya, walau bentuk haknya hanya sebuah tamparan.’” (HR Ahmad). Pada hari itu, akan disampaikan kepada mereka, “Siapa pun yang masih memiliki hak, maka datanglah kepada pemiliknya.” 

 

Dengan demikian, tidak ada kebaikan dan kezaliman yang terlupakan. Firman Allah dalam Al-Quran, “Janganlah sekali-kali engkau mengira bahwa Allah lengah terhadap apa yang orang-orang zalim perbuat. Sesungguhnya Dia menangguhkan mereka sampai hari ketika mata (mereka) terbelalak (QS Ibrahim [14]: 42).