Tradisi Tahlilan di Lingkungan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Tarekat
Selasa, 21 Januari 2025 | 16:05 WIB
Umat Islam di seluruh dunia meyakini bahwa membaca kalimat tahlil, ‘la ilaha illa Allah’ merupakan suatu anjuran yang memiliki nilai pahala sangat besar. Membaca tahlil juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
Namun dalam praktiknya, umat Islam berbeda pendapat dalam hal bagaimana tata cara membaca kalimat tahlil tersebut. Ada yang sekedar membacanya saja, ada yang menjadikannya sebagai bagian dari ritual tertentu, ada pula yang membacanya dengan disertai gerakan-gerakan tertentu dengan tujuan agar lebih khusus dalam mendekatkan diri kepada Allah.
Tulisan ini akan mencermati bagaimana tradisi membaca tahlil dilakukan oleh warga Nahdliyin, Muhammadiyah, dan perkumpulan tarekat. Tujuan utama tulisan ini bukan hendak mencari-cari perbedaan di antara ketiga perkumpulan tersebut, tetapi lebih sebagai upaya untuk mencari benang merah dan melihat kesamaannya.
Model Tahlilan Warga Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang memiliki karakter tajdid atau pembaharuan. Organisasi ini sangat kental dengan model pemurnian ajaran Islam sehingga apabila ada budaya tertentu atau praktik keberagaman tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam, maka menurut mereka tidak sah dan bi’dah.
Karakter pemurnian di Muhammadiyah tampak dalam menyikapi tradisi tahlilan. Menurut organisasi ini, membaca tahlil merupakan suatu kesunnahan dan sangat dianjurkan dibaca oleh segenap umat Islam. Pada titik ini, Muhammadiyah tidak ada bedanya dengan NU dan ormas lain yang menggembori tahlilan, yakni sama-sama menganjurkan membaca kalimat tahlil.
Namun demikian, bagi mayoritas warga Muhammadiyah, bila membaca tahlil disertai dengan ritual doa bersama untuk memperingati atau mendoakan orang yang telah meninggal, maka praktik tersebut sudah termasuk bagian dari bi’dah yang tidak ada dasarnya dalam Islam. Menurut mereka, membaca tahlil pada upacara kematian termasuk bagian dari melebih-lebihkan ajaran agama, bersifat mubadzir, dan seringkali memberatkan bagi orang yang sedang berduka cita.
Selain itu, warga Muhammadiyah juga meyakini bahwa mendoakan orang lain yang telah meninggal termasuk perbuatan yang sia-sia dan doanya tidak akan sampai kepada mayit. Pandangan Muhammadiyah ini berasal dari keputusan resmi dari organisasi tersebut. Kendati demikian, tidak semua warga Muhammadiyah mengharamkan tahlilan, sebagaimana tidak semua warga Muhammadiyah mengharamkan rokok, meski telah diputuskan haram oleh organisasi.
Bila Anda bepergian ke kota Yogyakarta, yang merupakan basis warga Muhammadiyah paling besar di Indonesia, di sana model-model orang Muhammadiyah sangat beragam. Artinya, tidak semua hal yang menjadi keputusan organisasi mencerminkan pandangan pribadi warganya. Keragaman cara pandangan dalam beragama yang mewarnai warga Muhammadiyah juga tidak bisa dilepaskan dari kota Yogyakarta yang memiliki kekayaaan kultur dan budaya Jawa yang sangat khas.
Malahan, bila kita melacak secara historis, Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang lahir di tengah keragaman budaya yang sangat unik di Yogyakarta. Itulah sebabnya, Kiai Ahmad Dahlan sesungguhnya tidak pernah melarang tahlilan, hanya saja, dalam perkembangannya, Muhammadiyah telah menjadi organisasi Islam yang sangat puritan dan murni, yang dengannya banyak praktik budaya Islam yang dianggap menyimpang.
Tradisi Tahlilan Warga Nahdliyin
Boleh dikata, tradisi tahlilan merupakan suatu praktik ritual keagamaan yang telah menjadi ciri khas warga Nahdliyin. Hampir tidak ada orang NU yang menolak tahlil, sebab tradisi tahlilan berasal dari kultur masyarakat yang kemudian dilestarikan dan seolah telah terlembagakan di bawah bendera besar Nahdlatul Ulama. Meskipun, tradisi tahlilan dalam arti memperingati kematian tidak hanya dilakukan oleh warga NU.
Menurut sejarah, tahlilan dalam upacara kematian berasal dari praktik yang telah dilakukan sejak era Walisongo. Para wali pun sesungguhnya mengembangkan budaya tahlil yang telah ada sejak era sebelumnya, yang kemudian dilakukan akulturasi dan disesuaikan dengan Islam, sehingga dalam perkembangannya tradisi tahlilan menjadi bercirikan Islam dan berwatak Islami.
Bila warga Muhammadiyah menolak tradisi tahlil dalam upacara kematian dengan alasan tidak ada tuntunannya dalam Islam, maka NU justru berpendapat sebaliknya, bahwa semua ritual tahlil yang biasa dilakukan oleh orang-orang NU ada dasarnya dalam Islam. Pada titik ini, Muhammadiyah dan NU hanya berbeda dalam hal interpretasi terhadap teks-teks keagamaan yang ada.
Yang jelas, orang NU berpendapat bahwa tahlilan dalam upacara kematian merupakan praktik budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian dari warisan kekayaan budaya Islam di Nusantara. Sehingga, bagi warga Nahdliyin, praktik tahlilan bukan perkara yang wajib apalagi sampai menyulitkan. Dalam praktiknya, tahlilan sangat bersifat fleksibel dan tidak menuntut tuan rumah untuk memberi suguhan makanan bagi para hadirin.
Namun demikian, upacara tahlilan tidak hanya dilakukan untuk memperingati hari kematian. Dalam banyak kesempatan, seperti zikir selepas shalat, acara pengajian, syukuran, dsb, orang-orang NU banyak yang membaca tahlil, baik dilakukan secara berjamaah maupun sendiri-sendiri.
Tahlilah di Lingkungan Tarekat
Tarekat merupakan sebuah perkumpulan sufi atau orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah secara intensif dan melalui jalur khusus. Lagi-lagi, tarekat sangat khas di lingkungan NU dan sangat jarang ditemukan di lingkungan Muhammadiyah, kendati ada banyak warga Muhammadiyah yang juga ikut perkumpulan tarekat, mereka adalah orang-orang yang sebagiannya mengalami kekeringan spiritual dan memilih jalan tarekat yang tidak ditemukan di organisasi.
Di Indonesia, perkumpulan tarekat sangat banyak, yang paling umum adalah tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah, sebuah nama tarekat yang dinisbatkan kepada para pendirinya. Di NU, lembaga yang menaungi organisasi perkumpulan tarekat bernama Jamiyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (Jatman).
Berbeda antara Muhammadiyah dan NU, bagi warga tarekat, membaca kalimat tahlil tidak secara khusus berkaitan dengan ritual-ritual tertentu sebagaimana dilakukan oleh NU, juga bukan sekedar kalimat yang dibaca saat berzikir seperti di Muhammadiyah. Menurut warga tarekat, kalimat tahlil memiliki makna yang sangat mendalam. Biasanya, mereka memiliki gerakan-gerakan khusus ketika membacakan kalimat tahlil, seperti menggelengkan kepala ke kanan dan ke kiri, menggoyangkan badan, dan memfokuskan pikiran dan jiwa pada sang khalik semata.
Praktik membaca tahlil di lingkungan tarekat juga merupakan sebentuk inovasi yang dilakukan oleh seorang mursyid (guru tarekat) dan diamalkan oleh segenap jamaahnya. Tujuan utamanya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah secara lebih intim dan penuh cinta.
Terlepas dari berbagai model ritual bacaan tahlil yang dilakukan oleh ketiga organisasi Islam di atas, membaca tahlil sejatinya merupakan bagian dari upaya hamba untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Adapun perbedaan-perbedaan dalam praktiknya, itu hanya bagian dari masalah khilafiah yang biasa terjadi di antara umat Islam. Sehingga perbedaan ditingkat praktik tidak perlu menjadi soal serius.
Intinya, semua umat Islam meyakini bahwa membaca tahlil merupakan bagian dari perkara kebaikan dalam agama yang harus terus dilakukan. Perbedaan budaya, cara pandang, dan interpretasi agama, tidak boleh menjadi sumber konflik yang memecah belah. Ketimbang mempertegas perbedaan, alangkah baiknya segenap umat Islam mencari persamaan-persamaan dan bersatu untuk memajukan umat dengan gaya dan modelnya sendiri-sendiri.
Terakhir, kita harus memahami bahwa Islam dan budaya tidak pernah bisa dilepaskan. Islam memang bukan budaya, tapi praktik pengamalan Islam di manapun dan kapanpun tidak pernah bisa lepas dari pengaruh budaya. Dalam konteks ini, budaya adalah sarana bagi umat Islam untuk mempraktikkan ajaran agamanya.
Â
Rohmatul Izad, Mahasiswa S3 Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Jelang Akhir Ramadhan, Mari Mengevaluasi Ibadah Puasa Kita
2
Berapa Zakat Fitrah Tahun 2025 yang Harus Dikeluarkan?
3
Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri, Istri, Anak dan Keluarga
4
Panduan Lengkap Shalat Jamak Qashar Bagi Pemudik Lebaran
5
GP Ansor dan Banser Tanjung Sari Perkuat Soliditas Lewat Kajian Ramadhan dan Diskusi Organisasi
6
Apakah Bayi dalam Kandungan Wajib Dizakati
Terkini
Lihat Semua