• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Selasa, 19 Maret 2024

Pernik

Tiga Hal Tanda Kesempurnaan Manusia

Tiga Hal Tanda Kesempurnaan Manusia
Antara akal, hati, dan jasad manusia (foto ilustrasi NU Online)
Antara akal, hati, dan jasad manusia (foto ilustrasi NU Online)

MANUSIA memiliki tiga komponen penting yang menjadikannya menjadi manusia waras dan sempurna. Bahkan ketiganya merupakan kendaraan atau wasilah terpenting selama hidup. Itu adalah akal, hati dan jasad (perut).

 

Semua itu merupakan titipan dari Allah kepada manusia sebagai bekal hidup di dunia, dan supaya digunakan dengan sebaik-baiknya. 

 

Akal memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, karena manusia yang tidak waras akalnya, bisa disebut sebagai orang gila atau sakit jiwa. Yang membedakan manusia dengan makhluk Allah yang lainnya seperti hewan dan tumbuhan yakni akalnya. 

 

Dalam ilmu Mantiq manusia disebut dengan hayawanun nathiq (hewan yang berfikir). Secara susunan biologis manusia memang sama dengan hewan seperti memiliki organ dan sistem organ, makan, berkembang biak, dan lain-lain. 

 

Ilmu taksonimi atau klasifikasi kingdom (regnum), manusia masuk ke dalam kerajaan (kingdom) animalia (hewan), karena secara struktural biologis manusia dan hewan sama. Bahkan hewan kera sangat mirip dengan manusia, namun ada perbedaan yang mendasar dari keduanya yakni hewan kera tidak mampu mengembangkan akalnya untuk menciptakan lingkungan hidup dan peradaban.

 

Mereka hanya berpikir stagnan dan monoton. Sedangkan manusia selalu menggunakan akalnya terus menerus tanpa henti. Maka aktivitas berpikir manusia merupakan aktivitas purba yang abadi. 

 

Dari aktivitas berpikir, manusia mulai menciptakan peradaban, membangun bangunan yang tinggi, mempercepat jarak tempuh, dan menciptakan alat yang bisa meringankan pekerjaan manusia. 

 

Manusia jika tidak dibekali akal maka akan sama dengan makhluk Allah yang lainnya, hidup dengan monoton atau stagnan, dan dianggap benda tidak hidup. Seperti batu, besi, kaleng, sendok, dan lain-lain. Karena dengan mendayagunakan akallah manusia akan terus dan selalu hidup. 

 

Jika manusia sudah malas menggunakan akalnya untuk berpikir maka tidak akan ada kemajuan zaman. Tidak ada penemuan baru, hidup bagaikan batu tumbuhan dan hewan, hanya makan, tidur, kawin dan berkembang biak.

 

Jangan sampai dianggap sebagai manusia yang tidak hidup. Atau lebih tren dengan istilah “hidup segan, mati tak mau”. Dalam Al-Qur'an sendiri sangat jelas perintah untuk mengoptimalkan akal, seperti ayat afala ta’qilun, afala tatafakkarun, dan lain sebagainya. 

 

Dengan akal manusia selalu eksis sepanjang zaman, bahkan sekarang kita masih bisa melihat kejayaan manusia yang mendayagunakan akalnya seperti ilmu filsafat, bangunan bersejarah, sistem pendidikan kampus, ilmu perdagangan, politik dan masih banyak lagi. Mungkin hal ini yang mendasari filsuf Descartes mengungkapkan dengan kata-kata "Cogito ergo sum", yang artinya Aku berpikir maka aku ada. 

 

Descartes menjadi salah satu wakil dari sekian juta manusia yang menjadikan manusia eksis dari ibadah berpikir. Dalam Islam, seorang mujtahid jika dalam berpikir tentang suatu ilmu dan mendapatkan jawaban, jika jawabannya benar maka mendapat pahala dua, jika jawabannya salah maka mendapat satu pahala. 

 

Islam sangat menghargai aktivitas ilmiah berpikir dan mengkategorikan sebagai ibadah yang berpahala. Jika akal dibahas dan ditulis maka tidak akan pernah habis. 

 

Kemudian komponen yang juga penting bagi manusia yakni hati. Tanpa dibekali hati manusia bagaikan makhluk yang tidak memiliki tatakrama dan perasaan. Hati merupakan makhluk Allah yang selalu di bolak balikan. Bisa berprasangkan baik, bisa juga buruk. 

 

Manusia jika sudah kelewat batas kewajaran dan kewarasan maka harus menghidupkan tombol hatinya, karena hati merupakan lokus atau sirr (bagian qalbu terdalam), keberadaan Tuhan.

 

Dalam puisinya Maulana Jalaluddin Rumi mengatakan:

Ku pergi ke kuil Hindu, ke Pagoda kuno

Tiada tanda apa saja di dalam-Nya

Menuju ke pegunungan Herat ku melangkah

Dan ke Kandahar ku memandang

Dia tak di dataran tinggi

Tak pula di dataran rendah

 

Ku pergi ke gunung Kaf yang menakjubkan

Yang ada Cuma tempat burung Anqa

Ku tanya pula Bu Ali Sina, tiada jawaban, sama saja

 

Ku pergi ke Ka’bah di Mekah

Dia tak disana

Lalu ku jenguk dalam hatiku sendiri

Disitu kulihat diri-Nya

Disitu, tak ditempat lain

 

Maulana Rumi menceritakan bahwa Tuhan ada di dalam hati setiap manusia, dengan hati yang bersih dan suci. Manusia akan mudah mencapai spiritual yang tinggi, mudah menemukan keagungan Tuhan. Sebab hati merupakan singgasana bagi sifat-sifat kemuliaan. 

 

   

Bagaimana cara memiliki hati yang bersih, suci dan tenang, yang membimbing kepada kebenaran hakiki. Caranya adalah dengan selalu berzikir (mengingat) kepada Allah, sang pembolak-balik hati. Dengan selalu mengingat Allah, hidup akan tenang, tentram dan berprilaku yang baik. 

 

Jika hati tidak pernah digunakan untuk berzikir maka dia akan lapar dan menjadi keras, gelap, dan susah untuk legowo.

 

Menghidupkan akal saja tidak cukup jika tidak menghidupkan hati, karena di luar sana banyak orang yang semakin memberi makan akalnya dengan ilmu namun semakin sombong dan tidak mau mengalah. Banyak yang merasa paling benar atas ilmu dan pendapatnya.

 

Namun jika keduanya sama-sama dioptimalkan, maka akan selalu berselaras antara hati dan akalnya, antara zikir dan pikir. Semakin cerdas maka akan semakin rendah hati atau tawadlu. Seperti ilmu padi semakin berisi maka semakin merunduk. 

 

Komponen yang ketiga yang dimiliki manusia yakni jasad (perut). Manusia akan lapar dan haus jika tidak makan dan minum. Dan jika dibiarkan lama kelamaan akan mati. Merawat jasad juga sangat penting sama hal pentingnya merawat akal dan hati. 

 

Merawat jasad terutama perut yakni selalu memberikannya makan makanan yang halal, bergizi atau dalam ilmu kedokteran dengan istilah 4 sehat 5 sempurna. Juga tidak makan dengan berlebihan, tidak juga membiarkan sangat kelaparan, padahal ia orang yang mampu dan tidak berpuasa.

 

Jika tubuh kekurangan zat makanan dan minumam maka akal dan hati juga kurang optimal dalam bekerja. Yang ada hanya lemas dan selalu tidur saben hari. 

 

Jasad juga jika berlebihan dalam makan dan minum sangat tidak tidak baik. Banyak penyakit yang berasal dari perut, karena tidak menjaga pola makan dan minum. Tidak makan dan minum sepanjang hari bisa mengakibatkan asam lambung dan maag.

 

Jika mengkonsumsi banyak lemak maka bisa mual dan obesitas. Apalagi mengkonsumsi barang haram, sangat dilarang dalam Islam. Jangan sampai perut kita kemasukan satu tetes atau satu biji dari makanan dan minuman yang haram. Karena sakitnya akan sampai ke akhirat. 

 

Berilah makan jasadmu dengan barang-barang yang halal, baik halal secara ontologi (zat makanan), secara epistimologi (cara mendapatkan makanan), dan secara aksiologi (memakainya atau mendistribusikan makanan tersebut). 

 

Semuanya harus berkombinasi antara akal, hati dan jasad. Setiap hari ketiganya akan merasa lapar dan harus diberi makan.

 

Namun kebanyakan manusia hanya merasa jasad saja yang merasa lapar dan diberi konsumsi 3 kali sehari. Sedangkan yang lainnya tidak dianggap lapar. 

 

Akal setiap hari merasa lapar, maka berilah asupan gizi setiap hari dengan ilmu, membaca buku, dan mendengarkan ilmu dari para guru dan kiai. Kalau bisa 3 kali sehari, sama dengan konsumsi jasad. 

 

Jika hati yang lapar, maka berilah makanan berupa zikir, membaca Al-Qur'an dan nasehat-nasehat dari orang alim sehingga selalu intropeksi diri dan merasa bersyukur. Islam sendiri sudah memberikan wadah bagi makanan hati, selama 5 kali dalam sehari, yakni shalat 5 waktu. 

 

Tetapi dalam nyata kehidupan banyak yang tidak merasakan laparnya hati, sehingga mereka enggan untuk shalat. Ada yang shalatnya satu hari hanya satu waktu saja, ada yang seminggu sekali ketika Jum’atan. Akhirnya hatinya menjadi kotor, gelap dan keras. 

 

Jika manusia bisa mengkombinasi ketiganya, maka akan menjadi manusia sempurna (insan kamil). Salah satu orang yang zalim yakni membiarkan akalnya untuk tidak berpikir, yang menjadikanya buntu, mandeg, dan stagnan. 

 

 Membiarkan hatinya untuk tidak mengingat Tuhan, tidak intropeksi diri dan merasa kurang, melahirkan gelap, hitam dan keras. Membiarkan perut dengan kelaparan padahal mampu membeli makan, menjadikan malas, tidur, dan tidak mau bekerja. 

 

Yudi Prayoga/Kontributor NU Online Lampung


Pernik Terbaru