• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Pernik

Percaya Dirilah dengan Potensi Diri Sendiri

Percaya Dirilah dengan Potensi  Diri Sendiri
Petani fokus dengan pekerjaannya di sawah
Petani fokus dengan pekerjaannya di sawah

ZAMAN terus berkembang dan semakin modern, sesuai kemampuan manusia menciptakan produk-produk baru. Segala alat teknologi dapat disajikan secara praktis penuh kenikmatan, segala budaya melintasi simbol, segala ilmu pengetahuan dengan mudah mengarungi daratan dan lautan. Semua ingin berlomba-lomba merubah kehidupan dan peradaban.

 

Namun disayangkan di balik serba kebebasan, kemewahan dan keserba-adaan, banyak yang serba tidak percaya diri alias “pede” dengan berbagai keadaan. Tidak pede dengan dirinya sendiri, dengan bangsanya, dengan keimanannya, dengan budaya leluhurnya. Apakah kita malah tidak pede dari rasa percaya diri itu sendiri, entah karena gengsi dari rasa memiliki atau yang lainnya. 

 

Menjadi diri sendiri adalah kebanggaan setiap manusia yang hidup maupun yang masih merasa hidup. Sebagaimana Tuhan telah menciptakan kita semua berbeda-beda karakter dan kreatif imajinasinya untuk saling mengenal, melengkapi, mempelajari, dan menyempurnakan satu sama lainnya. 

 

Bukan memaksa untuk menjadi orang lain, karena tidak akan pernah bisa. Walaupun kadangkala kita meniru itupun tidak akan sama seperti yang ditiru. Jangan samakan antara aku yang A dan dia yang B, karena memang kita makhluk yang berbeda tak akan pernah sama.

 

Oleh karena itu ketika kita melihat keragaman bentuk dan keragaman wujud materi dan imateri seolah-olah kita minder dan tidak pede dengan diri kita sendiri, apalagi ada yang lebih pada diri orang lain dan tidak ada pada diri kita. 

 

Hal ini-lah yang sering membuat mandeg, stagnan keadaan kita, tidak mau melakukan hal-hal yang dapat kita lakukan. Sehingga tidak pede dengan diri sendiri, kita enggan mengakui potensi baik yang diberikan Tuhan dan tidak mau bersyukur atas nikmat-Nya. 

 

Sejak zaman azali Tuhan telah membekali kita dengan potensi takdirnya supaya kita berkausalitas kepada-Nya, mengetahui ada kekuatan yang dahsyat di dalam setiap diri manusia, yang jika diungkap akan melebihi segala hal kecuali Tuhan. 

 

Jika kita mengetahui catatan semesta raya yang telah tercatat sejak awal dan kokoh tidak pernah robek, maka kita tidak akan mau menjadi orang lain, karena kita mengetahui pilihan yang tepat untuk diri kita sendiri. Meskipun ketika catatan tersebut dihembuskan pada segelintir orang, maka orang tersebut akan mengetahui peran dirinya dalam tubuh dirinya sendiri di dunia ini.

 

Banyak suasana alam yang dapat kita ambil pelajaran. Seperti seorang petani yang diberikan potensi bertani lebih mahir pasti tidak mau ingin menjadi politikus yang notabene tidak menguasai. Sebaliknya seorang yang diberikan potensi politik tidak mau menjadi petani, karena memang bukan wilayah potensinya, dan mereka tidak akan pernah menikmati wilayah potensi tersebut. 

 

Makhluk Allah yang bernama iblis pun sejak dahulu sampai sekarang tidak akan pernah mau menjadi manusia. Sebaliknya juga manusia tidak ingin menjadi Iblis. Semua sudah di dalam koridor dan potensinya masing-masing.

 

Jadi bagi mereka yang pede menjadi dirinya sendiri pasti akan pede juga melakukan aktivitas sehari-harinya, mensyukuri setiap yang diberikan Tuhan kepadanya. Tidak akan mengeluh dan meratap sehingga banyak mengatakan “Tuhan tidak adil”. Yang tidak adil itu Tuhan apa diri kita?

 

Mungkin diri kitalah yang tidak adil dalam memahami kehendak-Nya. Pede-lah dengan diri kita sendiri selagi memang itu baik dalam pandangan manusia, alam dan Tuhan. Karena kehidupan ini tidak lepas dari yang namanya senang dan sedih, siapapun orangnya, apapun pangkat dan jabatannya, baik presiden, kiai, ulama, pastur, perampok, anak punk, dan sebagainya. 

 

Ketika presiden memberikan suatu hukum sehingga hukum tersebut ditaati dan di jalankan rakyatnya, maka presiden akan senang. Namun ketika hukum dilanggar maka presiden akan sedih. 

 

Juga seperti kiai, ketika kiai dititipi anak untuk nyantri, dan santrinya patuh maka sang kiai akan senang. Dan sebaliknya ketika santrinya banyak yang melanggar hukum di pesantren maka kiai-pun akan sedih.

 

Perampok juga, ketika mendapat hasil rampokan yang banyak maka ia senang sekali, dan ketika merampoknya gagal bahkan ketahuan maka perampok pun sedih. 

 

Jadi selama kita hidup di dunia tidak akan lepas yang namanya sengan dan sedih. Setiap detik dan waktu pun mengandung yang namanya senang dan sedih, bahkan senang dan sedih adalah sifat yang diciptakanoleh Tuhan untuk manusia. Senang dan sedih juga diberikan takdir umurnya masing-masing. Jadi buat apa kita mempermasalahkan kehidupan, dan tidak pede dengan diri kita sendiri. 

 

la wong isinya juga begitu-begitu saja. Seperti ungkapan Gus Dur “gitu aja kok repot”. Itu yang menandakan beliau tidak memandang hidup sebagai masalah, namun sebagai karunia, karena Gus Dur pede menjadi dirinya sendiri.

 

Jadi sekarang buat apa kita bersedih hati, tidak pede, yang ujung-ujungnya menyengsarakan diri kita sendiri. Galilah potensi takdir Tuhan dalam diri kita, setelah itu berkausalitaslah kepadanya, karena kita memang mempunyai potensi masing-masing yang luar biasa, mempunyai daya linuwih (kelebihan) yang tidak sama dimiliki setiap manusia, apalagi memiliki daya “sang aku” dalam diri “aku” (kita). Karena manusia hanya berlutut di hadapan Tuhan, dan bisa berdiri dihadapan siapapun. 

 

Orang Islam seharusnya bisa mencontoh Nabi Muhammad Saw yang pede dengan dirinya sendiri menjadi nabi dan rasul, pede dengan keyakinannya. Sehingga apa yang dilakukan selalu dalam keadaan semangat dan positif. Dari titik itulah beliau sukses mengembankan iman monotheisme (kepercayaan satu Tuhan) kepada seluruh penduduk padang pasir bahkan seluruh dunia. 

 

Yudi Prayoga, kontributor NU Online Lampung


Pernik Terbaru