• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Puasa, Bangun Kesadaran Mendidik dan Membimbing Akhlak Mulia pada Diri Seseorang

Puasa, Bangun Kesadaran Mendidik dan Membimbing Akhlak Mulia pada Diri Seseorang
Dekan FDIK UIN Raden Intan, KH Abdul Syukur (Foto: Istimewa).
Dekan FDIK UIN Raden Intan, KH Abdul Syukur (Foto: Istimewa).

Bulan Ramadhan sebagai syahrul madrasah, artinya puasa Ramadhan selain mewajibkan bagi umat Islam berpuasa, juga puasa membimbing kita untuk meningkatkan perilaku yang baik, perilaku islami yaitu akhlakul karimah. 


Orang yang berpuasa harus memenuhi rukun puasa, yaitu niat puasa bagi orang yang berpuasa. Berpuasa selalu diawali dengan niat puasa di malam hari, sejak waktu maghrib hingga imsak. 


Konsekuensi niat puasa, maka orang berpuasa sejak imsak ia harus menjaga puasanya, yaitu menahan diri. Jika rukun puasa itu dilanggar, tidak ditaati, maka membatalkan puasanya bagi orang yang berpuasa.


Dengan demikian, puasa menjadi madrasah kita yaitu membimbing kita (orang-orang berpuasa) untuk tidak mengikuti hawa nafsu dan nafsu syahwat, maka lahirlah dalam dirinya sikap yang baik dan perilaku yang mulia, disebut akhlakul karimah. 


Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Untuk itu, menghindari dari keburukan, tidak berbuat buruk, atau mencegah akhlak yang buruk merupakan puncak dari ibadah puasa. 


Mencegah keburukan dari ucapan yang kotor, berbohong, provokasi, fitnah, adu domba, buka aib orang lain merupakan sikap dan perilaku yang sering susah dihindari karena orang sering lalai, lupa, dan tak mampu menahan luapan emosi. 


Maka orang yang berpuasa harus mampu berpuasa untuk mendidik dirinya dan harus bisa menahan nafsu dari pandangan mata. Ketika ia melihat lawan jenis, melihat makanan dan minuman harus bisa menghindari bagi orang yang berpuasa. 


Itu semua, jika salah satu pun tak bisa ditahan, maka batal puasanya. Apalagi jika nafsu dan syahwat tak terelakkan bisa timbul sifat-sifat buruk lainnya yaitu rakus, iri, bohong, janji palsu, buka aib, adu domba atau fitnah, dan nafsu syahwat, maka batal lah puasanya, bahkan berdosa dari akibat keburukannya itu.


Oleh karena itu, jadikan puasa yang juga mampu mendidik sikap kita, membimbing perilaku kita, orang yang berpuasa memancarkan akhlakul karimah yaitu perilaku yang mulia.


Maka jadikanlah puasa sebagai jalan (thariqah), dan media pendidikan untuk mendidik serta membimbing akhlak yang baik untuk menghindari akhlak yang buruk (akhlaq al-sayyiah). Maka berlipat ganda pahala dan kebaikan serta banyak hikmah yang diperoleh dari Allah swt yaitu rahmat, maghfirah, barokah, keselamatan dan kenikmatan lainnya dari Allah kepada orang yang berpuasa.


Rasulullah bersabda: ada lima perkara yang membatalkan puasa, menghapus pahala puasa: bohong (kidzb), membuka aib orang lain (ghibah), fitnah, adu domba, provokasi (namimah), janji palsu (yaminul ghamus), dan mengumbar nafsu syahwat (al-nadhr bis-syahwat).


Kelima perkara ini termasuk keburukan, dalam ilmu akhlak disebut akhlaq al-sayyiah berarti perilaku buruk. Oleh karena itu, orang yang berpuasa agar menghindari akhlak buruk agar puasanya tidak batal, puasanya diterima Allah, puasanya mendatangkan pahala untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah. 


Begitu pula, puasa yang membimbing akhlak karimah memancarlah kebaikan-kebaikan baginya. Yang menunjukkan puasanya mabrur. Rasulullah menjelaskan ibadah yang mabrur. Ciri ibadah yang mabrur, termasuk ibadah puasa mabrur adalah ibadahnya orang itu diterima oleh Allah dan mendapatkan pahala, serta amal ibadahnya lebih baik dari sebelumnya.


Rasulullah saw menerangkan terkait pahala paling sepadan bagi haji mabrur.


الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ


Artinya: Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga (HR Bukhari).


Berdasarkan hadits itu tentang haji mabrur. Jika dikaitkan dengan puasa mabrur, berarti puasa yang diterima Allah balasannya berlipat pahala, rahmat dan ampunan Allah. Berarti pula balasan puasa juga surga (itqum minan nar).


Oleh sebab itu, berpuasalah atas panggilan iman, meski itu kewajiban. Namun panggilan itu sebuah penghormatan Allah kepada hamba-Nya yang beriman kepada-Nya. Maka puasa pun membangun kesadaran yang mendidik dan membimbing akhlak mulia diri orang yang berpuasa mencerminkan sikap kasih sayang, suka senyum dan sapa, dan suka bebagi makanan.


Dengan demikian, ibadah yang mabrur, apa itu ibadah haji ataupun ibadah puasa pada esensinya sama yaitu makin bergiat ibadah, dan makin suka bersedekah, serta selalu ramah dan santun penuh harapan saling mendoakan kebaikan dan keselamatan.


Diantara mabrurnya ibadah, termasuk ibadah puasa, orang yang berpuasa makin memperbanyak sedekah, berbagi makanan kepada yang membutuhkan, menyantuni anak yatim dan fakir miskin. Nabi Muhammad bersabda:


سئل النبي ما بر الحج قال إطعام الطعام وطيب الكلام وقال صحيح الإسناد ولم يخرجاه


Artinya: Nabi saw, ditanya tentang haji mabrur. Rasulullah kemudian berkata: Memberikan makanan dan santun dalam berkata. Al-Hakim berkata bahwa hadis ini sahih sanadnya tetapi tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.


Dari uraian di atas, maka, jadikan puasa untuk mendidik jiwa, sikap dan perilaku yang baik, sekaligus membimbing perilaku kita yang terhindar dari keburukan. Karena tujuan puasa adalah untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah. 


Dan takwa adalah mengerjakan kebaikan (lahir akhlak baik) sekaligus mencegah keburukan (akhlak buruk). Maka buahnya iman adalah takwa yaitu amal saleh atau ibadah,  termasuk ibadah puasa. Adapun hiasan ibadah (amal saleh) adalah ihsan (akhlak baik, akhlaq al-karimah atau akhlaq al-mahmudah). Maka balasan orang yang benar dan baik dalam berpuasa, balasannya juga surga dari Allah swt.


KH Abdul Syukur, Dekan FDIK UIN Raden Intan dan Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung
 


Opini Terbaru