Di setiap akhir bulan Ramadhan, kita menyaksikan suatu budaya tahunan pada masyarakat Indonesia, yakni “mudik”. Mudik menjadi sebuah penanda akan datangnya hari raya.
Mudik merupakan penanda bahwa setiap keluarga akan kembali kepada keluarga asalnya, dengan membawa sejumlah celengan rindu, sebuah kebahagiaan dan rasa syukur.
Rasa syukur tersebut dibawa pulang ke kampung halaman, diceritakan kepada orang tuanya, saudaranya dan kerabatnya, atas perjuangannya menaklukan kota-kota besar.
Baca Juga
Mudik Lebaran dan Silaturahim
Sejatinya, mudik mengajarkan kepada kita sebuah kesadaran, bahwa sejauh apapun kita pergi pasti kita akan kembali ke titik semula. Seberapa lama kita pergi pasti kita akan rindu akan suasana kampung halaman dan masa kecil kita.
Kesadaran inilah yang semestinya melembaga di dalam setiap lubuk hati kita, bahwa kita sebagai manusia, diberikan kehidupan di dunia ini nantinya pasti akan kembali kepada Sang Pencipta.
Mudik kepada sang Pencipta, dalam filosofi Jawa dikenal dengan istilah “Sangkan Paraning Dumadi”, yang bermakna bahwa setiap manusia akan kembali di mana mereka berasal.
Keyakinan ini menjadi sebuah pengingat bahwa kita suatu saat nanti akan kembali kepada Sang Pencipta, Tuhan Semesta Alam, Allah swt.
Filosofi Jawa tersebut senada dengan inti sari ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, yakni.
إِنَّا لِلّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
Artinya: Kita sesungguhnya milik Allah, dan sesungguhnya hanya kepada Allah kita akan kembali.
Walhasil, budaya mudik mengajarkan kepada kita bahwa setiap manusia harus menyadari ia berasal dari mana, hendak pergi kemana dan akan kembali kemana.
Seberapa jauh pun kita melangkah, seberapa cepat pun kita pergi, maka akan tetap kembali kepada Allah swt, Sang Pencipta Alam Semesta.
Selain itu, mudik juga mengingatkan kita pada suatu istilah yaitu “Hidup bagaikan lingkaran tasbih”, di mana, ketika kita bertasbih, dimulai dari satu titik, maka akan kembali ke titik semula.
Pada setiap hitungan tasbih ada dzikir kebaikan yang diucapkan. Maka diharapkan bagi kita semua, sebelum kita mudik maka harus selalu menjadi pribadi yang baik, bermanfaat bagi manusia yang lainnya. Sehingga ketika di perjalanan sampai pulang, tidak ada kendala apa pun.
Semoga dengan adanya budaya mudik ini, dapat memberikan tambahan kesadaran kepada kita bahwa kita memiliki misi dan peran dalam berkehidupan di dunia yang fana dan sementara ini, yakni harus kembali dengan baik, bahagia, selamat kepada Sang Pencipta.
Tito Gustowo, Pegiat Dakwah Lembaga Dakwah PWNU Lampung
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Bulan Syawal, saatnya Mengenang Sejarah Perjuangan Umat Islam
2
Mulai 1 Mei 2025, Pemprov Lampung Lakukan Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor
3
Hukum Memelihara Anjing dalam Agama Islam
4
Talkshow Indonesia Gelap, Fatikhatul Khoiriyah: Ruang Berekspresi Mahasiswa, Indikator Utama Sehatnya Demokrasi
5
Optimalisasi Zakat Digital, LAZISNU PWNU Lampung Gelar Bimtek Pengelolaan ZIS Berbasis Web
6
PMII Lampung Timur Gelar PKL Perdana, Siapkan Kader Pelopor Perubahan Sosial
Terkini
Lihat Semua