Mengatasi Stigma Negatif Tentang Pondok Pesantren; Berikut Langkah-Langkah yang Diperlukan
Senin, 5 Agustus 2024 | 10:52 WIB
Tidak dapat dipungkiri bahwa pondok pesantren memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan di Indonesia, khususnya dalam menanamkan nilai-nilai agama dan moral kepada generasi muda. Namun akhir-akhir ini, berita tentang kekerasan fisik atau seksual yang terjadi di beberapa pondok pesantren telah menciptakan stigma negatif di masyarakat, yang dampaknya terjadi penurunan jumlah pendaftar santri baru di berbagai pondok pesantren.
Sejatinya, kejadian tersebut mungkin hanya terjadi di sebagian kecil dari seluruh lembaga pesantren yang ada. Namun, dampak dari terbukanya kabar di media sosial (medsos), menjadi viral dan bisa diakses siapa saja, karena algoritma medsos bermunculan di internet tanpa sensor waktu. Bahkan bisa saja kejadian yang terjadi 10 tahun lalu masih tersaji di laman media sosial kita. Tentu saja hal tersebut dapat menciptakan stigma negatif kepada masyarakat dan akan sangat merugikan lembaga-lembaga pesantren yang lainya.
Bagi masyarakat yang pernah merasakan dunia pesantren, mungkin tidak akan khawatir menitipkan anaknya untuk mondok, namun bagi mereka yang awam, belum pernah hidup di lingkungan pesantren, tentu akan menjadi fobia yang dampaknya menimbulkan kecemasan, ketidakpercayaan dan kekhawatiran berlebih untuk memasukkan anaknya di pesantren.
Saya teringat kisah, ketika masyarakat banyak yang fobia terhadap Islam, pasca tragedi Word Trade Center (WTC) di New York pada 11 September 2001, maka stigma Islam selalu identik dengan kata terosisme. Stigma negatif yang terjadi seringkali didapatkan melalui media massa, baik media cetak maupun online.  Namun lama-kelamaan stigma negatif tersebut akan lebur dengan sendirinya, ketika hadirnya kabar-kabar baik tentang Islam dan umat Muslim yang memperlihatkan sikap santun dan moderat dalam kehidupan keberagamaan.
Melihat kasus tersebut, kita dapat mengetahui, bahwa stigma negatif tentang pesantren di masyarakat juga akan tereliminasi dengan sendirinya dengan hadirnya kabar-kabar baik seputar pesantren. Hal itu biasa disebut dengan eliminasi stimulus kondisi.
Untuk mempercepat dalam mengatasi stigma negatif ini, maka diperlukan langkah-langkah yang strategis dan komprehensif. Diantaranya adalah:
Pertama, transparansi dan akuntabilitas
Pertama-tama, pondok pesantren harus bersikap transparan dan akuntabel dalam menangani kasus-kasus kekerasan. Ketika ada kasus kekerasan, sangat penting bagi lembaga untuk segera memberikan penjelasan terbuka tentang langkah-langkah yang diambil demi mencegah kejadian serupa di masa depan.
Dengan demikian, pondok pesantren dapat menunjukkan keseriusannya dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan santri. Transparansi ini juga penting untuk mengembalikan kepercayaan orang tua dan masyarakat. Terlebih saat ini banyak pesantren di Indonesia yang menggunakan aplikasi manajemen digital untuk mempermudah transparansi aktivitas dan kegiatan anaknya di pesantren, seperti aplikasi Pesantren Smart Digital (PSD) yang selalu menampilkan tranparasi aktivitas anak setiap hari, dan bisa diakses oleh kedua orang tua di rumah masing-masing.
Kedua, meningkatkan kualitas pendidikan dan pengasuhan
Untuk mengubah stigma negatif, peningkatan kualitas pendidikan dan pengasuhan di pondok pesantren adalah suatu keharusan. Guru dan staf harus diberikan pelatihan yang memadai tentang cara mendidik dan mengasuh santri tanpa kekerasan. Selain itu, kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter dan etika sangat penting untuk memastikan bahwa santri belajar nilai-nilai seperti hormat, toleransi, dan kedamaian. Dengan kualitas pendidikan dan pengasuhan yang baik, pondok pesantren dapat membuktikan bahwa mereka adalah tempat yang aman dan mendukung bagi para santri.
Ketiga, kampanye informasi positif
Di era digital ini, kampanye informasi positif sangat penting untuk mengubah persepsi publik. Pondok pesantren perlu memanfaatkan media sosial, website, dan media massa untuk mempromosikan prestasi dan kegiatan positif mereka. Juga testimoni dari alumni, orang tua, dan tokoh masyarakat yang memiliki pengalaman positif juga bisa sangat membantu. Dengan menyebarkan cerita sukses dan kegiatan positif, pondok pesantren dapat membangun citra yang lebih baik di mata masyarakat. Terlebih saat ini mungkin seluruh lembaga pesantren memiliki tim media dan akun pesantren yang dapat dimanfaatkan.
Keempat, membangun hubungan dengan komunitas
Dialog terbuka dengan masyarakat sekitar juga sangat penting. Pondok pesantren perlu mengadakan dialog dengan masyarakat untuk mendengarkan kekhawatiran mereka dan menjelaskan langkah-langkah yang diambil untuk memastikan keamanan dan kenyamanan santri. Kegiatan sosial dan bakti sosial yang melibatkan masyarakat sekitar, juga bisa membantu membangun hubungan yang lebih baik dan menunjukkan kontribusi positif pondok pesantren.
Kelima, dukungan psikologis dan konseling
Layanan konseling bagi santri dan staf juga sangat penting dalam mengatasi masalah yang mungkin memicu kekerasan. Program pencegahan kekerasan yang melibatkan seluruh komunitas pondok pesantren diperlukan untuk menciptakan budaya yang lebih positif dan mendukung. Dengan memberikan dukungan psikologis dan konseling, pondok pesantren dapat membantu semua pihak untuk mengatasi masalah secara konstruktif dan mencegah terjadinya kekerasan di masa depan.
Maka dari itu, mengambil langkah dalam mengatasi stigma negatif tentang pondok pesantren, memang bukan tugas yang mudah, tetapi dengan langkah-langkah strategis yang komprehensif, hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Transparansi, peningkatan kualitas pendidikan, kampanye informasi positif, kerjasama dengan media, pembangunan hubungan dengan komunitas, implementasi kebijakan yang kuat, dan dukungan psikologis adalah kunci untuk mengubah persepsi masyarakat.
Karena sesungguhnya, pondok pesantren memiliki potensi besar untuk terus menjadi lembaga pendidikan yang dihormati dan diandalkan oleh masyarakat. Mari kita dukung upaya mereka untuk menciptakan lingkungan yang berkarakter, bermartabat, aman dan mendukung bagi generasi muda.
Ustadz Mahfudz Nasir, M.Pd, Wakil Sekretaris MP3I Provinsi Lampung
Terpopuler
1
Perkuat Konsolidasi Organisasi, MWCNU Pringsewu Gelar Turba
2
Ubah Generasi Strawberry Jadi Kelapa, Ketua PCNU Pringsewu: Pesantren Tempatnya!
3
Gelar Musker, Ranting NU Bandungbaru Adiluwih Tajamkan Program untuk Wujudkan Target
4
Ini Khasiat Alysha, Sabun Herbal Produk UMKM Mitra Binaan LAZISNU Pringsewu
5
Kolaborasi Assahil–Madani: Menuju Pesantren Mandiri dengan Kaderisasi Akuntansi
6
Lampung-In, Aplikasi Pintar untuk Warga Lampung yang Aktif dan Peduli, Diluncurkan
Terkini
Lihat Semua