• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 29 April 2024

Opini

Konsekuensi Niat, Menentukan Arah dalam Puasa Ramadhan

Konsekuensi Niat, Menentukan Arah dalam Puasa Ramadhan
Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung, KH Abdul Syukur (Foto: Istimewa).
Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung, KH Abdul Syukur (Foto: Istimewa).

Dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 183 menjelaskan kewajiban puasa bagi umat Islam, dalam ayat tersebut kata shiyam secara bahasa, berarti puasa. Secara istilah kata shiyam mengandung beberapa makna dari sudut pandang (perspektif), baik fiqih dan akhlak maupun tasawuf.


Dalam perspektif fiqih, puasa secara bahasa diartikan menahan diri. Secara istilah, puasa berarti menahan diri dari makan dan minum bagi seorang (shaim/shaimat). Artinya, seorang yang berpuasa harus mampu menahan diri untuk tidak makan dan minum sejak imsak hingga waktu datang berbuka (ifthar). Berati pula, ia menahan hawa nafsu dari godaan makanan dan minuman selama waktu berpuasa. 


Menahan nafsu dari makanan dan minuman dapat menekan nafsu-nafsu lainnya, sehingga ia mampu menekan rakus, serakah, tamak, dan sifat-sifat buruk lainnya. Sifat-sifat buruk itu merupakan perbuatan maksiat atau munkar yang  menghalangi tujuan puasa. Orang yang berpuasa punya tujuan sesuai dengan puasa yaitu untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah.


Dalam perspektif akhlak, puasa berarti seorang muslim mampu menahan hawa nafsu dalam dirinya sehingga muncul ikhlas, sabar, tawakal, qana’ah, dan sifat-sifat terpuji lainnya (akhlaq al-mahmudah, akhlaq al-karimah). Akhlak mulia ini yang lahir dari puasa dapat meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah.


Dalam perspektif tasawuf, puasa berarti usaha seseorang (‘abid) untuk selalu dekat dengan Allah (ma’bud) untuk ia selalu dekat, lebih dekat, dan merasa sangat dekat dengan yang Dikasihi, yang Disembah (al-Ma’bud yaitu Allah). Ingin merasa dekat dengan-Nya, karena berusaha menjaga dan berikhtiar meningkatkan iman dan taqwa kepada-Nya untuk selalu dekat dengan-Nya. 


Merasa dekat dengan-Nya, ingin selalu dicintai oleh-Nya adalah dambaan ia (sufi) meraih kenikmatan spiritual (spiritual hedonistic) yaitu syathahat. Syathahat merupakan jalan (thariqah) untuk melewati tangga-tangga (maqamat) menuju ke perjumpaan (hamba) dengan-Nya (al-Khaliq) yaitu liqau rabbika. Oleh sebab itu, rukun puasa merupakan sahnya bagi seseorang yang berpuasa Ramadhan untuk mencapai tujuan puasa.


Ulama fiqih sepakat bawa rukun puasa pada esensinya ada dua yaitu niat puasa, dan menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Berarti konsekuensi orang yang sudah melakukan niat puasa harus mampu menjalani konsekuensi niat puasanya yaitu:


Pertama, mampu menahan diri dari hawa nafsu, maksiat, dan perbuatan munkar.


Kedua, mampu melaksanakan kebaikan atau amal saleh seperti dzikir, doa, shalat tarawih, tadarus Al-Qur’an, peduli sosial, bebagi keoada orang lain seperti takjil, infak, sedekah, dan lainnya untuk menyenangkan orang, bahkan makhluk lainnya.


Ketiga, mampu meninggalkan larangan puasa seperti maksiat, munkar, keji, dan lainnya.


Dengan demikian, niat puasa merupakan fondasi, dasar kuat pijakan bagi orang yang berpuasa selama bulan Ramadhan. Maka jika orang yang berpuasa tidak disertai niat, apalagi sengaja tidak niat berpuasa, puasanya tidak sah, tidak diterima oleh Allah swt.


Kecuali seseorang tersebut lalai atau lupa niat puasa, maka puasanya tetap sah. Inilah moderatnya Islam tentang puasa bagi yang lupa atau lalai niat. Namun, harus ikhtiar untuk tidak lalai atau lupa, agar terjauhkan dari khutuwat al-sayathin (langkah-langkah setan) yang merupakan musuh nyata bagi manusia.


Niat puasa juga mempengaruhi arah dan tujuan puasa. Arah puasa dibangun dari niat puasa. Niat puasa karena Allah, maka arah puasa dikendarai oleh ikhlas, sabar, tawakal, qana’ah, memiliki hati yang peduli orang lain, menghargai perbedaan, toleransi, rukun, menjaga ukhuwah, dan bersikap moderat. Arah puasa demikian memudahkan orang yang berpuasa mencapai tujuan puasa, meraih kebaikan, berkah, rahmat, maghfirah, dan taqwa.


Semoga orang-orang yang berpuasa dapat meraih tujuan puasa (meningkat iman dan taqwa), bukan hanya mendapatkan haus dan lapar akibat tidak makan dan minum (bukan hanya menahan haus dan lapar). Wallahu a’lam bish shawab.



KH Abdul SyukurDekan FDIK UIN Raden Intan dan Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung


Opini Terbaru