• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 29 April 2024

Opini

Fiqih Moderat: Rukhshah Puasa di Bulan Ramadhan

Fiqih Moderat: Rukhshah Puasa di Bulan Ramadhan
Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung, KH Abdul Syukur (Foto: Istimewa).
Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung, KH Abdul Syukur (Foto: Istimewa).

Puasa Ramadhan merupakan bagian dari Rukun Islam. Maka puasa bulan Ramadhan hukumnya wajib diamalkan bagi umat Islam yang memenuhi syarat dan rukun puasa disebut mukallaf (tamyiz).


Ciri-ciri seseorang dikatakan mukallaf (tamyiz) yaitu beragama Islam, berakal sehat (aqil), cukup umur (baligh), dan punya kemampuan (istitha’ah). Bagi seseorang yang memenuhi keempat syarat puasa tersebut, disebut mukallaf yang normal, maka ia wajib berpuasa Ramadhan. 


Jika mukallaf normal kemudian menjumpai sebab-sebab yang membolehkan ia tidak berpuasa disebut rukhshah, mukallaf rukhshah. Untuk menjelaskan mukallaf rukhshah, perlu digunakan pendekatan kajian ushul fiqih. 


Bila seseorang (mukallaf) mengalami uzur, maka ia boleh atau dikenai rukhshah puasa. Dalam kaidah ushul fiqih dinyatakan, sebab-sebab boleh rukhshah dalam ibadah, termasuk ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan secara umum, karena ada uzur. 


Uzur yang dapat menyebabkan seseorang mendapat rukhshah ada delapan perkara, yaitu keadaan terpaksa (al-dharurah), kondisi sulit (al-masyaqqah), kondisi bepergian (al-safar), kondisi dipaksa (al-ikrah), kondisi sakit (al-maradh), kondisi lupa (al-nisyan), kondisi keliru (al-khata), dan kondisi tidak tahu (al-jahl). 


Dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 184 dan 185 dijelaskan orang yang kondisi sakit (maridh) atau keadaan dalam perjalanan (safar) mendapatkan rukhsah dalam bentuk keringanan puasa.


Berdasarkan ayat 184 dan 185 di atas, dan kaidah ushul fiqih tersebut, maka siapapun yang dalam kondisi sakit atau keadaan sedang safar di bulan Ramadhan, maka ia mendapatkan rukhshah puasa. Ia boleh berpuasa di luar bulan Ramadhan, dan atau membayar fidyah yaitu memberikan makan (tha’am) kepada orang miskin sesuai dengan kadarnya.


Pertama, maridh (orang sakit).

Orang yang sakit berati tidak memenuhi syarat isthita’ah untuk berpuasa. Maka ia boleh tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan, hingga ia sembuh kemudian boleh berpuasa (‘iddah) di luar Ramadhan sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan puasa.


Jika sakitnya harapan tidak sembuh, maka ia membayar fidyah sebagai pengganti puasa yang ditinggalkannya di hari-hari selama Ramadhan. Tentu, orang yang sakit dinyatakan oleh ahlinya (dokter atau tenaga kesehatan), bahwa ia tidak boleh puasa karena ada alasan hukum (sakit berat) yang jika memaksakan berpuasa makin menambah kondisi sakit atau menurunnya kesehatan dirinya.


Dengan demikian, meski puasa itu ibadah, atau amal saleh bahkan hukumnya wajib bagi mukallaf, namun jika ada uzur, ia mendapatkan rukhshah dalam bentuk keringanan berpuasa di luar Ramadhan setelah ia sembuh sakitnya. 


Bahkan, ia mendapatkan rukhshah dalam bentuk pergantian yaitu puasa diganti dengan membayar fidyah jika kondisi sakit berat bahkan hingga menyebabkan ia meninggal. Di sini terdapat moderasi puasa bagi orang sakit dan orang dalam perjalanan.


Tujuan rukhshah puasa bagi orang yang sakit adalah rukhshah dimaksudkan agar ibadah yang diperintahkan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya tanpa memberatkan dan membebani orang yang sakit itu (umat Islam). 


Para imam empat mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad, sepakat keadaan sakit parah dibolehkan ‘iddah puasa dan fidyah puasa. Bahkan, karena kondisi sakit, empat imam tersebut sepakat bahwa orang sakit boleh bertayamum untuk shalat. Dengan demikian, rukhshah puasa bertujuan memberikan keringanan berpuasa tanpa memberatkan atau tak menbebani umat Islam (mukallaf).


Begitu pula rukhsah dalam shalat, seperti shalat wajib, shalat sunnah, shalat tarawih adalah keringanan yang diberikan Allah swt agar ibadah yang diperintahkan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya tanpa memberatkan dan membebani umat Islam.


Kedua, safar (orang perjalanan mulia)

Rukhshah lain, yaitu safar dalam ibadah puasa Ramadhan, artinya mukallaf mendapat rukhshah puasa karena ia dalam perjalanan dengan tujuan baik. Pada dasarnya, berpuasa pada bulan Ramadhan wajib bagi mukallaf. 


Tetapi karena ada rukhshah dalam bentuk perubahan yaitu bisa dibayar pada hari lain jika mukallaf sedang dalam perjalanan atau sakit atau juga bagi ibu mengandung apabila dikhawatirkan kandungannya berbahaya. Inilah yang disebut rukhsah. Inilah moderasi puasa bagi mukallaf yang mendapatkan rukhshah disebabkan sakit atau safar (masyaqah atau ada kesulitan).


Kaidah ushul fiqih menjelaskan al-masyaqatu tajlibut taisir (kesulitan dapat menggantikan dengan kemudahan). Berarti sakit dan safar itu termasuk kesulitan (masyaqah) sehingga orang yang sakit dan safar diberi kemudahan (taisir) dengan mengganti puasa (‘iddah) dan fidyah dengan tujuan untuk meringankan atau tidak memberatkan umat Islam dalam beribadah kepada Allah swt, termasuk ibadah puasa Ramadhan. Wallahua’lam bish shawab.



KH Abdul Syukur, Dekan FDIK UIN Raden Intan dan Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung


Opini Terbaru