• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Opini

Jalan Tengah, Sikap Moderat dalam Beragama

Jalan Tengah, Sikap Moderat dalam Beragama
Jalan Tengah, Sikap Moderat dalam Beragama. (Foto: NU Online)
Jalan Tengah, Sikap Moderat dalam Beragama. (Foto: NU Online)

Agama adalah nilai-nilai yang menjadi pedoman manusia untuk menggapai keselamatan. Agama merupakan inspirasi bagi pemeluknya agar senantiasa dapat menjalankan kehidupan yang layak sebagaimana yang diinginkan oleh Tuhan sang Pencipta alam semesta. 


Akal pikiran manusia yang merupakan anugerah untuk dapat menentukan pilihan, dengan agama sehingga manusia akan menuju kesempurnaan hidup, karena tanpa agama manusia akan senantiasa berpikir filosofi untuk menemukan kebenaran yang tiada henti.


Maka daripada itu, cara pandang seseorang dalam beragama haruslah senantiasa membawa misi keselamatan, sehingga seseorang dalam menjalankan ajaran atau nilai agama tidak bersifat kaku dan baku, atau dalam istilah lain dikenal dengan istilah radikal. 


Radikal sendiri sejatinya adalah pemikiran atau gerakan perubahan, karena suatu yang besar ketika harus dilakukan perubahan, hanya dapat dilakukan dengan cara yang besar pula. Sedangkan istilah radikal kerap kali digunakan untuk melakukan perubahan ekstrem dalam beragama, sehingga istilah radikal dalam beragama kerap kali dimaknai ekstrem.


Sikap radikal atau juga dikenal dengan istilah ekstrem dalam beragama adalah cara pandang seseorang yang cenderung kekiri atau kekanan, padahal agama adalah jalan yang lurus yang tidak berbelok kekanan ataupun kekiri. 


Maka dari situlah dimaknai sebuah pikiran atau sikap seseorang yang cenderung kekanan atau kekiri kerap kali disebut radikal atau ekstrem dalam beragama. Seperti halnya Nabi Muhammad senantiasa berpuasa pada hari-hari tertentu, misalnya hari senin dan kamis, artinya bahwa nabi Muhammad tidak berpuasa sepanjang waktu dan sepanjang hari.


Sehingga ketika kita sebagai umatnya lalu melakukan sikap yang berbeda yaitu melakukan puasa sepanjang hari, maka sikap kita akan cenderung pada sikap ekstrem. Mengapa demikian, karena jasad yang kita miliki memerlukan asupan untuk dapat menimbulkan energi.


Contoh lain, bahwa Nabi Muhammad senantiasa menikah, hingga beliau mengatakan barang siapa yang tidak menikah bukanlah umatku, artinya bahwa kehidupan manusia membutuhkan perilaku yang bertindak untuk memenuhi kebutuhan biologis tersebut. 


Sehingga jika seseorang yang tidak menikah berarti ia telah berupaya untuk mendzalimi diri sendiri, karena tidak menunaikan hak pada dirinya.


Nabi Muhammad juga senantiasa makan dan minum, tidur sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tubuh kita, karena manusia membutuhkan asupan manakan dan waktu istirahat agar dapat melakukan banyak pekerjaan dan terutama beramal saleh dan beribadah ketapada Tuhan Yang Maha Esa.


Sikap moderat dalam beragama adalah bersikap yang lurus, yang tengah, karena analogi sebuah gelas yang berada di bagian tengah meja, akan senantiasa aman dan tidak mudah terjatuh. Sedangkan ketika kita meletakkannya di sebelah pinggir, mungkin akan tersenggol atau tersentuh hingga ia jatuh dan pecah. 


Begitulah gambaran sikap beragama, maka kemudian dikenal dengan moderasi beragama yang menunjukkan bahwa betapa pentingnya seseorang mengambil jalan tengan dalam beragama, berpikir dan bersikap secara moderat, yang berarti senantiasa menjaga keseimbangan dalam hidup.


Sikap keseimbangan dalam beragama ini berarti ia menjalankan agama dengan keseimbangan antara kebutahan duniawi dan ukhrawi, dunia adalah lahan ibadah dan akhirat adalah tujuan hidup. 


Keseimbangan dalam berakal dan berakhlak, berakal artinya menggunakan akal pikiran yang sehat, namun jika tidak dibarengi dengan akhlak yang mulia, maka akan sulit untuk menggapai ridha ilahi rabbi, dan begitulah misi hadirnya Nabi Muhammad saw, sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam dan sebagai penyempurna akhlak manusia. 


Sedangkan keseimbangan manusia dalam menghadapi segala konteks, termasuk majunya teknologi yang tidak terbendungkan, kita tidak mengabaikan sama sekali dan tidak menerima sama sekali, yaitu kita menggunakannya serta memanfaatkannya secara moderat sesuai dengan kebutuhan. 


Agus Hermanto, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung
 


Opini Terbaru