• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Abaikan Ekologi, Jadi Musuh Alam Semesta

Abaikan Ekologi, Jadi Musuh Alam Semesta
Abaikan Ekologi, Jadi Musuh Alam Semesta. (Foto: Istimewa)
Abaikan Ekologi, Jadi Musuh Alam Semesta. (Foto: Istimewa)

Ekologi sebagai wadah untuk dapat berinteraksi antara makhluk (biotik) dengan lingkungan makhluk (abiotik). Interaksi yang dimaksud adalah ekosistem service, yaitu lingkungan memberikan service kepada makhluk hidup.

 

Maka dalam konsep Islam, makhluk hidup diciptakan tidak secara liar, melainkan ada pengendalinya yaitu manusia, mengapa manusia. Bukankah Tuhan menciptakan alam semesta itu berjalan sesuai kodratnya.

 

Bukankah kerusakan alam adalah sifat fana dari segala makhluk yang diciptakan dan yang kekal hanyalah Tuhan, yaitu sang Khaliq? Benar, bahwa di alam semesta ini yang kekal hanyalah Tuhan, sedangkan yang lain adalah fana. Sehingga dalam waktu dekat atau jauh waktu akan menentukan kehancurannya.

 

Namun, Allah dengan sengaja menurunkan makhluk unik yang dikenalkan kepada para malaikat agar senantiasa menjadi urusan yang mampu mengendalikan alam semesta atas izin-Nya. Allah adalah rabbulalamiin (pencipta alam semesta).

 

Sedangkan Allah yang memiliki kedudukan tertinggi dalam penguasaan alam ini, menurunkan utusannya berupa para Rasul agar senantiasa menjaga dan melestarikan alam semesta, sebagaimana firman Allah, tidaklah aku utus kamu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.

 

Dari pernyataan ini, manusia adalah mahkluk yang dianugerahi akal pikiran untuk dapat menjaga alam dan keseimbangannya. Adapun makhluk yang ada di alam semesta ini senantiasa bersimbiosis mutualisme, dan melakukan hidup sesuai kebutuhannya. Sesuai ekosistem yang mengaturnya, baik hewan, tumbuhan, bahkan mikroba.

 

Selanjutnya, kerusakan alam bersifat internal dan eksternal. Yang dimaksud kerusakan alam internal adalah segala kerusakan alam yang disebabkan karena sifat fana yang ada. Sehingga selalu berubah sesuai keseimbangannya dan selalu melakukan perbaikan (ishlah) sesuai kebutuhan dan aturan alam semesta.

 

Sedangkan faktor eksternal adalah sebuah kerusakan alam yang terjadi akibat faktor lain yang disebabkan oleh manusia. Mengapa manusia, karena manusia yang dianugerahi akal pikiran dan agama serta ditetapkannya oleh Tuhan sebagai khalifah.

 

Lantas, apa yang dilakukan oleh manusia, sehingga manusia adalah yang tertuduh sebagai perusak alam semesta?

 

Pertama, bahwa populasi manusia semakin banyak, dibuktikan dengan angka kelahiran yang lebih banyak dibandingkan angka kematian, sehingga penghuni bumi semakin banyak.

 

Kedua, kecerdasan otak manusia sehingga mampu membuat segala rekayasa termasuk kemajuan teknologi. Sehingga manusia menjadi rakus dan serakah, padahal alam semesta ini sengaja Allah ciptakan sebagai tempat paling nyaman dihuni. Realitanya, Allah ciptakan segala kekayaan alam (sumberdaya alam) dan segala kenikmatan lainnya untuk kehidupan manusia.

 

Senyatanya manusia kerap kali memanfaatkan segala anugerah tersebut sesuai nafsu syahwatnya dan bukan atas akal sehatnya, sehingga manusia memanfaatkan sumber daya alam melebihi kapasitas yang dibutuhkan. Contohnya adalah pemanfaatan kayu untuk rumah dan segala kebutuhan lainnya, tanpa sadar ia melakukan  penggundulan hutan, gunung-gunung, hingga terjadi erosi.

 

Manusia melakukan pengeboran dan penyulingan baik minyak, timah, tambang emas dan lainnya, dengan cara yang rakus, sehingga menyebabkan tsunami, gempa bumi, dan bahkan luapan lumpur. Manusia melakukan produksi menggunakan kecanggihan teknologi seperti perusahaan-perusahaan besar yang jika tidak dengan sungguh-sungguh mencari solusi limbah pabrik yang dikelolanya juga akan dapat merusak lingkungan.

 

Ditambah lagi sisa pembakaran mesin berupa asap, baik asap pabrik atau kendaraan umum juga ikut serta memberikan kontribusi buruk terhadap lingkungan, berupa polusi yang menyebabkan banyak dampak negatif bagi kehidupan.

 

Hadirnya fiqih ekologi adalah membangun ulang pola pikir dan sikap perilaku manusia agar senantiasa mampu menjaga alam semesta ini dengan baik.

 

Serta memanfaatkan sumberdaya alam sesuai kebutuhan dengan menggunakan akal sehat dan bukan syahwat. Fiqih ekologi sejatinya mengatur amaliah mukallaf agar selalu eksis dan konsisten dalam menjaga amanat Tuhan yaitu sebagai Khalifah.

 

Agus Hermanto, Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung


Opini Terbaru