• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Literasi

Garis Khidmat Perjuangan Nahdlatul Ulama Cegah Korupsi di Indonesia.    

Garis Khidmat Perjuangan Nahdlatul Ulama Cegah Korupsi di Indonesia.    
foto buku
foto buku

Indonesia punya pekerjaan rumah yang besar dan berat untuk menyelesaikan persoalan korupsi, karena lapisan persoalan dan luasan ruang kehidupan berbangsa dan bernegara yang sudah rusak. Karenanya, kerja memberantas korupsi adalah kerja bersama seluruh elemen bangsa, termasuk didalamnya adalah Nahdlatul Ulama.  

 

Buku berjudul Jihad Nahdlatul Ulama Anti Korupsi ini ditulis oleh Rumadi Ahmad dan kawan-kawan ini terdiri dari tujuh (7) korasan, yaitu; korasan pertama, mukadimah: jihad NU melawan korupsi. Korasan kedua, tindak pidana korupsi; bentuk dan perkembangan terakhir. Korasan ketiga, tindak pidana korupsi dalam khazanah fiqih. 

 

Selanjutnya, korasan keempat, komitmen NU dalam pemberantasan korupsi. Korasan kelima, pandangan keagamaan NU tentang tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Korasan keenam, agenda NU untuk pencegahan korupsi, dan korasan ketujuh, jihad NU perkuat jiwa anti korupsi, (halaman xiv). 

 

Korasan pertama, mukadimah: jihad NU melawan korupsi. Sebagai organisasi sosial keagamaan, NU harus diletakkan sebagai penyeru moral suara Ilahi yang didasarkan pada nilai-nilai keulamaan. Sudah sejak lama NU pada pertemuan-pertemuan formal organisasi, baik melalui putusan bahtsul masail maupun rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan, NU memberikan perhatian serius terhadap persoalan korupsi, (halaman 7). 

 

Dalam agenda Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, misalnya, rekomendasi dalam bidang hukum memberi tekanan kuat pada pada betapa bahayanya korupsi untuk kelangsungan bangsa. Modus korupsi semakin berkembang antara lain melalui pencucian uang (money laundering). NU juga merasa perlu untuk membentengi jamaahnya agar tidak terseret tindak pidana korupsi. 

 

Rekomendasi tersebut antara lain tindak pidana korupsi dan pencucian uang adalah kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan yang menimbulkan mudlarat dalam jangka panjang. NU harus memperkuat garis perjuangan antikorupsi untuk melindungi ulama, jamaah dan organisasinya, melindungi hak rakyat dan kezaliman koruptor, serta mendidik para calon pejabat untuk tidak berdamai dengan korupsi dan pencucian uang. 

 

Sanksi untuk pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang meliputi sanksi moral, sanksi sosial, pemiskinan, ta’zir, dan hukuman mati sebagai hukuman maksimal. Penyelenggara negara yang terlibat tindak pidana korupsi harus diperberat hukumannya. Negara harus melindungi dan memperkuat semua pihak yang melaksanakan jihad melawan korupsi. Aparat penegak hukum harus menegakkan keadilan dan tidak berlaku sewenang-wenang. NU menolak praktik kriminalisasi terhadap seluruh pegiat anti korupsi. Alim ulama dan pondok pesantren wajib menjadi teladan dan penjaga moral melalui pendekatan nilai-nilai dan perilaku anti korupsi. 

 

Berikutnya, korasan kedua, tindak pidana korupsi; bentuk dan perkembangan terakhir. Kasus korupsi di Indonesia tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti. Hukuman yang diberikan selama ini tampak tidak memberikan efek jera. Dari tahun ketahun, jumlah kasus korupsi cenderung meningkat. Demikian juga total kerugian keuangan negara dan jumlah tersangka kasus korupsi, tidak menunjukkan angka penurunan, (halaman, 17). 

 

Dalam catatan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang tahun 2015 total kerugian negara akibat tindak pidana korupsi mencapai Rp. 31,077 triliun. Angka ini naik 6 kali lipat dari kerugian negara pada tahun 2014 sebesar Rp. 5,29 triliun. Kerugian negara pada tahun 2015 diperoleh dari 550 kasus korupsi, lebih rendah ketimbang tahun 2014 yang mencapai 629 kasus, hampir sama dengan tahun 2013 yang berjumlah 560 kasus, atau naik dari tahun 2012 yang hanya 401 kasus, jumlah ini naik signifikan dari tahun 2011 dan 2010 yang masing-masing berjumlah 436 dan 448 kasus.   

 

Selanjutnya, korasan ketiga, tindak pidana korupsi dalam khazanah fiqih. Sebagai istilah tindak pidana korupsi dengan segala bentuknya, adalah sesuatu yang baru bagi khazanah fiqih. Namun tindakan sejenis yang memiliki muatan sama sebetulnya telah banyak dibahas dengan istilah yang berbeda, (halaman, 51). 

 

Dalam khazanah fiqih, setidaknya terdapat 9 (sembilan) jenis tindak pidana yang mirip dengan tindak pidana korupsi. Kesembilan macam tindak pidana (jarimah) tersebut adalah; ghulul (penggelapan), sariqah (pencurian), hiraabah (perampokan), risywah (gratifikasi/penyuapan), ghashab (mengambil paksa hak/harta orang lain), khiyanatul amanah (pengkhianatan), intihab (perampasan), ikhtilas (pencopetan), dan hiraabah (perampokan). Istilah – istilah ini ramai diperbincangkan dalam fiqih jinayah (hukum pidana Islam), lengkap dengan sanksi dan hukum acaranya. 

 

Korasan keempat, komitmen NU dalam pemberantasan korupsi. NU memiliki sejarah tersendiri dalam merespon isu korupsi. 17 (tujuh belas tahun) lebih sebelum Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur dan sebelum UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi di undangkan, NU melalui forum resmi pembahasan hukum keagamaan, (halaman 107).

 

Dalam agenda Muktamar NU dan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama sudah memberikan respon tentang isu korupsi. Pada Muktamar ke-30 NU tahun 1999, di komplek Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, NU membahas isu status uang negara, acuan moral untuk menegakkan keadilan dan mencegah penyalahgunaan wewenang korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). 

 

Dalam keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama tahun 2002 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, korupsi di kategorikan sebagai pengkhinatan berat (ghulul) terhadap amanat rakyat. Namun dilihat dari cara kerja dan dampaknya, korupsi dapat dikategorikan sebagai pencurian (sariqah) dan perampokan (nahb). 

 

Korasan kelima, pandangan keagamaan NU tentang tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Dalam korasan ini menjelaskan, bahwa dalam pandangan NU, korupsi merupakan pengkhianatan berat (ghulul) terhadapa amanat rakyat. Pengertian ini memahamkan bahwa segala bentuk pengkhianatan atas amanat rakyat bisa saja disebut korupsi. Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau pihak lain. Sedangkan penodaan terhadap amanat rakyat (ghulul) itu sendiri menurut ijma’ para ulama termasuk salah satu dosa besar, sebagaimana pesan Imam Muhyidin Syarif an Nawawi,” kaum muslimin telah bersepakat tentang sangat diharamkannya ghulul dan termasuk salah satu dosa besar,” (halaman 126). 

 

Korasan keenam, agenda NU untuk pencegahan korupsi. Pada korasan inilah, termaktub pesan-pesan pekerjaan rumah (PR) berat menanti untuk pengurus dan warga NU dalam pencegahan dan tindak pidana korupsi, baik untuk hari ini dan masa yang akan datang. 

 

Terdapat beberapa agenda pencegahan korupsi yang perlu di perkuat dan dikembangkannya oleh NU, baik secara individu, organisasi maupun komunitas, diantaranya adalah; pertama, sesuai rekomendasi Muktamar, NU harus memperkuat garis perjuangan anti korupsi untuk melindungi hak rakyat dari kezaliman koruptor, dan mendidik para calon pejabat untuk tidak berdamai dengan korupsi dan pencucian uang. Kedua, Mencetak kader penyuluh (dai/ mubalig) anti korupsi yang memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Pencetakan kader ini sangat dibutuhkan, karena jumlah warga NU sangat melimpah, sehingga membutuhkan banyak kader penyuluh (dai/ mubalig) untuk memberikan penyadaran dan pencerahan anti korupsi. 

 

Selanjutnya, ketiga, melakukan kajian keagamaan (bahtsul masail) terus menerus yang merespon perekembangan isu dan kasus korupsi yang terus berkembang secara cepat. Kajian ini bisa masuk dalam bahtsul masasil waqi’iyyah, maudlu’iyyah, iqtishadiyyah, dan qanuniyyah. Beberapa isu penting yang mendesak dilakukan kajian dalam kaitan dengan korupsi dan pencucian uang, antaralain; konflik kepentingan (conflict of interest), pemilikan keuntungan (beneficial owner/ ownership), perdagangan pengaruh (trading of influence), imbal balik (kickback), korupsi korporasi dan lain-lain.  

          

Dan korasan ketujuh, jihad NU perkuat jiwa anti korupsi. Dalam korasan ini dijabarkan oleh Direktur Eksekutif Kemitraan – The Partnership, Monica Tanuhandaru, kalangan agamawan, tentulah salah satu pilar yang dapat sangat bermanfaat dalam memberi dampak memampukan dalam mendukung penumbuhan jiwa dan semangat anti korupsi diseluruh rakyat Indonesia. Upaya-upaya yang dilakukan Lakpesdam NU untuk menerbitkan buku ini menjadi sebuah sumbangsih besar untuk memastikan tetap tumbuh dan berkembangnya jiwa anti korupsi. Upaya ini jelas selaras dengan salah satu pilar Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, yaitu pada bidang membangun budaya dan pendidikan anti korupsi, (halaman 164).

 

Buku karya pengurus Lakpesdam NU PBNU masa khidmat 2015-2021 ini adalah hasil kerjasama Kornas Jaringan Gus Durian, Kemitraan dan KPK ini merupakan karya penting yang harus dibaca oleh semua lapisan warga NU dan pengurus NU, Lembaga NU dan Badan Otonom NU disemua tingkatan, santri, para akademisi, pegiat anti korupsi, para pemangku kebijakan baik legislatif maupun eksekutif, yudikatif, dan lain-lain. Selamat membaca. 


IDENTITAS BUKU    : 

Judul               : Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi 
Penulis            : Rumadi Ahmad dan kawan-kawan (dkk)    
Penerbit           : Lakpesdam NU PBNU, Jakarta 
Tahun Terbit     : Agustus, 2016
Tebal                : xvi + 186 Halaman 
Nomor ISBN    : 978-979-18217-8-0
Peresensi         : Akhmad Syarief Kurniawan, kontributor NU Online Lampung, tinggal di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
 


Literasi Terbaru