• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Warta

NU Membangun Peradaban Sejak Lima Abad Lalu

NU Membangun Peradaban Sejak Lima Abad Lalu
Halaqah Fiqih Peradaban (Foto: Istimewa)
Halaqah Fiqih Peradaban (Foto: Istimewa)

Metro, NU Online Lampung

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyelenggarakan seri Halaqah Fiqih Peradaban dengan mengangkat tema Fiqih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru, di Pondok Pesantren Ma’arif NU Metro Lampung, Sabtu (5/11/2022). Acara ini diadakan dalam rangka menyambut 1 Abad Nahdlatul Ulama.


Wakil ketua umum PBNU, KH Zulfa Mustofa mengatakan, NU telah membangun peradaban di tanah air dengan berbagai bukti dan sumber. Salah satunya dengan mencetak satu buku yang merupakan kumpulan dari kitab-kitab ulama Nusantara yang sangat masyhur mulai dari Syekh Abdurrauf As-Singkil sampai KH Hasyim Asy’ari.


“Bukti dari klaim itu, selama ini NU bilang katanya kok selalu membangun peradaban, ini kan harus ada buktinya. Bukti bahwa NU membangun peradaban karena kita sudah mencetak satu buku namanya Majmu Al-Muallah Ulama Indonesia, kumpulan kitab karangan ulama Indonesia dari mulai Syekh Abdurrauf As-Singkili sampai Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari,” ujarnya.


Menurut Kiai Zulfa, NU membangun peradabannya dengan cara menyambung sanad keilmuan dari satu guru ke guru lainnya. Dari satu ulama kepada ulama lainnya sampai ke atas, seperti KH Hasyim Asy’ari yang berguru kepada Syekh Nawawi Al-Bantani.


“Dari situ sudah menjelaskan bahwa NU sudah membangun peradaban ulama-ulamanya, lewat guru-gurunya muassis dari kitab-kitabnya. KH Hasyim Asy’ari bertemu Syekh Nawawi Al-Bantani masih muda sekitar umur 20-an tahun. Pada saat itu Syekh Nawawi sudah sangat sepuh kira-kira berumur 81 atau 82 tahun,” paparnya. 


Menurutnya, tidak hanya ulama NU seperti KH Hasyim Asy’ari yang berguru kepada Syekh Nawawi, akan tetapi pendiri Muhammadiyah juga berguru kepada Syekh Nawawi. Sehingga Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah memiliki ikatan satu guru dan satu ilmu. 


“Termasuk pendiri Muhammadiyah itu ngaji. NU dan Muhammadiyah itu satu guru satu ilmu. KH Ahmad Dahlan ngaji juga sama Syekh Nawawi di Makkah. Maka saya katakan dalam syair Muhammadiyatun bi Dahlan in tasar, wa nahdlatun bi Hasyimin qadistahara,” ujar cucu keturunan Syekh Nawawi tersebut.


Ulama Indonesia sudah membangun peradaban keilmuan selama 5 abad. Dengan dimulai penulisan dan pencetakan kitab dari Syekh Abdurrauf As-Singkili hingga Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari.  


“Ulama-ulama kita karyanya mulai dicetak dari Syekh Abdurrauf As-Singkili. Abdurrauf Singkil itu abad ke-17 jadi 1600 sekian. Berarti ulama kita sudah membangun peradaban keilmuan sejak abad ke-17 sampai sekarang abad ke-21, jadi sudah 5 abad kita ini membangun tradisi peradaban keilmuan,” katanya.


Lebih lanjut ia mengatakan yang menarik dari membangun peradaban keilmuan di Indonesia bukan hanya seputar fiqih, tasawwuf, hadits, dan sebagainya. Akan tetapi masyarakat santri Indonesia diajarkan oleh ulama-ulamanya untuk toleransi terhadap orang yang berbeda dengannya, baik suku, agama, kepercayaan, politik, dan lain sebagainya. 


“Tapi yang menarik tidak hanya peradaban fiqih, tasawwuf, hadits dan sebagainya. Peradaban yang dibangun oleh ulama kita itu peradaban dimana masyarakat diajarkan oleh para ulama-ulama tersebut menghargai orang yang berbeda dengannya, baik berbeda suku, berbeda agama, termasuk yang lainya,” ujarnya.


Peradaban toleransi tersebut ajarannya sudah ada sejak Syekh Abdurrauf Singkil dalam karangan kitabnya yang bernama Tanbihul Maasyi Ila Thariqil Qussasyi. Imam Qussasi dari Thariqah Sattariyah, mengajarkan orang Islam harus menghargai orang non muslim, tidak boleh memusuhi apalagi membunuh. 


Sementara Katib PBNU, KH Muhyidin Thohir dalam sambutannya menyampaikan, halaqah yang diadakan oleh PBNU ini diadakan di 250 titik, 75 di Jawa Tengah dan Jogja, 75 di Jawa Timur, 50 di Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat, dan 50 nya lagi di luar pulau Jawa, sedangkan Lampung mendapat bagian 8 titik. 


“Halaqah ini merupakan kerja sama Kementrian Agama (Kemenag) RI dan PBNU. Adapun di Provinsi Lampung digelar, pertama di Darul A’mal, kemudian di Darus Salamah, Al-Hidayat Gerning, Madarijul Ulum Bandar Lampung, dan ini yang ke-5. Kemudian nanti tempat kiai Muslih dan tempat kiai Wahid, artinya kan luar biasa,” ujarnya.


Lebih lanjut ia mengatakan semua warga NU harus berani ke depan, menyongsong peradaban yang lebih maju. Karena NU sudah akan memasuki umurnya yang satu abad. 


“Jangan stagnan sesuai judulnya tatanan dunia baru, bil jadidil ashlah. Mudah-mudahan nanti ada naskah akademik yang bagus, karena setelah ini PBNU di bulan Februari nanti ada yang namanya Deklarasi Jakarta, tepat satu abad Nahdlatul Ulama,” ungkapnya.


Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung, Prof KH Alamsyah mengatakan, keistimewaan menggunakan istilah halaqah pada acara hari ini karena berbeda dengan menggunakan istilah seminar, konferensi dan lain sebagainya. 


“Ada yang ingin kita awali, pertama ada istilah halaqah, yang kedua fiqih, yang ketiga peradaban. Halaqah, kenapa tidak menggunakan seminar, tidak menggunakan konferensi seperti R20. Karena dengan halaqah disitu ada hubungan yang penuh, ada sopan santun, akhlak, etika, dan transisi keilmuan antara guru dengan murid (siswa), antara mursyid dengan murid, antara ustadz dengan santri. Biasanya halaqah itu pengajian yang dikelilingi oleh para santri,” ujarnya.

(Yudi Prayoga)
 


Warta Terbaru