Warta

Kabar Duka, KH Arief Mahya Mustasyar PWNU Lampung Wafat di Usia 98 Tahun

Rabu, 15 Mei 2024 | 16:27 WIB

Kabar Duka, KH Arief Mahya Mustasyar PWNU Lampung Wafat di Usia 98 Tahun

Mustasyar PWNU Lampung, KH Arif Mahya (Foto: Dokumen NUO Lampung)

Bandar Lampung, NU Online Lampung 

Kabar duka datang dari jajaran kepengurusan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung, KH Arief Mahya yang merupakan mustasyar wafat di usia 98 tahun.

 

“Innalillahi wa inna ilaihiraji’un. Telah berpulang ke rahmatullah, yang kami sayangi KH Arief Mahya, Rais Syuriyah PWNU Lampung 1990-an, hari ini pukul 14.30,” sebagaimana keterangan tertulis yang diterima NU Online Lampung.

 

KH Arif Mahya wafat di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Mohon dimaafkan segala khilaf beliau dan mohon doa terbaik untuk almarhum.

 

Andi Arief, salah satu anak dari Kiai Arief Mahya mengatakan, usia ayahnya versi ijazah adalah 98 tahun (1926) dan versi yang sesungguhnya berusia 101 tahun (1923), sore ini wafat pukul 14.36 WIB.

 

“Kami sekeluarga besar tentu bersedih, tetapi kami ikhlas atas kepergian orang yang sangat kami hormati dan cintai. Sebagaimana Ayah kami mengajarkan pada kami selama ini,” ungkapnya.

 

Ia melanjutkan, sebagai manusia biasa, jika KH Arief Mahya pernah berbuat salah atau dirasakan salah, ia memohon untuk dimaafkan.

 

“Selamat jalan Papi, kami bangga menjadi anak-anakmu, cucu-cucumu dan cicit-cicitmu. Sampai bertemu saatnya nanti di alam sana,” katanya dalam akun media sosial.

 

Profil KH Muhammad Arief Mahya 

Mengulas sejarah hidup ayah dari mantan staf Ahli Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Andi Arief, KH M Arif Mahya lahir di Gedung Asin, Liwa, Lampung Barat, 6 Juni 1923.

 

Ia mengawali pendidikan di Volkschool zaman penjajahan Belanda. Setelahnya, ia melanjutkan ke Pesantren Ad-Diniyah Al-Islamiyah, kemudian Standardschool, Wustho Zu’ama, dan Wustho Mu’alimien (Onderbow-Kweeschool) di tahun 1941.

 

Setamat dari Wustho Mu’allimin, Arief berhenti sekolah karena meletus perang Dunia II. Kondisi ini memaksanya untuk terjun ke kancah perang. Bahkan sejak kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945-1949, ia terus turut serta mempertahankan kemerdekaan.

 

Di sela-sela perjuangan kemerdekaan, Arief Mahya menapak masa mudanya dengan bekerja sebagai guru madrasah ibtidaiyah di Talang Paris, Bukit Kemuning, Lampung Utara, tahun 1942. Hanya setahun di sana, ia pindah menjadi guru madrasah ibtidaiyah di Karang Agung, Way Tenong, Lampung Barat.

 

Minimnya penghasilan sebagai guru kala itu memaksa bapak delapan anak ini mencari sumber pendapatan lain. Ia mulai berdagang kecil-kecilan, dengan membeli barang-barang tertentu dari suatu tempat untuk dibawa dan dijual pada tempat lain yang membutuhkan di Lampung (berdagang secara Cingkau).

 

Kemudian pada periode tahun 1970 hingga tahun 1990, ia merintis usaha perkebunan karet, cengkeh hingga rambutan yang ditanam dikebunnya sendiri di daerah Gunung Sugih (Lampung Tengah). Sayangnya, semua usaha itu tidak berakhir sesuai dengan apa yang diharapkan.

 

Namun begitu, statusnya sebagai PNS tetap berlanjut. Dalam karirnya, Arief Mahya pernah menjadi kepala perguruan Islam di Metro, pernah mengajar sebagai guru agama di SR (sekarang SD) Negeri 1 dan 2 di Metro, acting Kepala  Jawatan Penerangan RI (Darurat) Keresidenan Lampung di Bukit Kemuning.

 

Kemudian menjadi Kepala Sekretariat Kantor Agama kabupaten Lampung Tengah, anggota DPRD Sementara (DPRDS) Kabupaten Lampung Tengah hingga menjadi kepala inspeksi penerangan agama perwakilan Departemen Agama Provinsi Lampung.

 

Dilansir dari buku Sejarah dan Pertumbuhan NU di Lampung, keterlibatannya di PWNU Lampung dimulai sejak masa muda, Arief Mahya bergabung di Nahdlatul Ulama bermula dari permintaan H Marhasan Sultan Sejagad Sealam (Ketua PCNU Metro kala itu, yang kemudian menjadi Ketua PWNU Lampung pertama).

 

Perannya di NU terjadi di era kepengurusan Ketua PWNU Lampung kedua, KH M Zahrie. Ia didapuk sebagai Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif.

 

Namun pengabdiannya hanya berjalan dua tahun sebelum akhirnya memutuskan berhenti karena kesibukannya sebagai petugas Jawatan Penerangan Agama Provinsi Lampung.

 

Tapi totalitasnya di NU berkesan di mata para pengurus NU. Itulah yang membuatnya kembali dipercaya menjadi Wakil Rais Syuriyah di tahun 1989-1995.

 

Delapan bulan berikutnya, ia menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Rais setelah Rais KH Agus Mujani Ashaidi meninggal dunia. Hingga saat ini KH Arief Mahya masih termasuk dalam jajaran kepengurusan PWNU Lampung sebagai mustasyar.

(Dian Ramadhan)