• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Syiar

Tidur Seharian di Bulan Ramadhan, Apakah Membatalkan Puasa?

Tidur Seharian di Bulan Ramadhan, Apakah Membatalkan Puasa?
Tidur seharian di bulan Ramadhan (Ilustrasi: NU Online).
Tidur seharian di bulan Ramadhan (Ilustrasi: NU Online).

Tidur merupakan aktivitas keseharian manusia yang sangat penting dan memiliki banyak kemanfaatan. Dalam bahasa latin tidur disebut dengan “somnus” yang berarti mengalami periode pemulihan, proses ini bermanfaat mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan semula, dengan begitu tubuh yang tadinya mengalami kelelahan akan menjadi segar kembali.


Tidur yang cukup membantu proses pemulihan dengan memperkuat sistem kekebalan tubuh dan memberikan energi yang diperlukan untuk melawan infeksi. Dengan istirahat yang baik, tubuh dapat fokus pada pemulihan dan mengurangi durasi penyakit.


Akan tetapi ketika kita banyak tidur seharian penuh, maka tubuh justru akan lemas dan kekurangan gairah. Karena dalam ajaran agama, sekaligus dikuatkan dengan sains, bahwa segala sesuatu jika dilakukan secara berlebihan maka tidak baik, begitu juga dengan tidur, makan, minum dan segala hal. 
  


Pada bulan suci Ramadhan, ketika tubuh tidak mendapatkan asupan makanan dan minuman, maka stamina tubuh akan sedikit berkurang, alias lemas. Maka hal ini menyebabkan banyak orang yang berpuasa menyedikitkan aktivitasnya, terutama yang berkaitan dengan otot. 


Contohnya, jika seorang petani pergi ke kebun seharian, maka di waktu puasa ia hanya pergi setengah hari, begitupun aktivitas lainnya. Akan tetapi ada yang lebih ekstrem, yakni seseorang memilih tidur seharian demi menghindari aktivitasnya di siang hari. Lalu apakah sah orang yang berpuasa tapi ia gunakan waktu siangnya hanya untuk tidur?  


Mayoritas ulama termasuk dari kalangan bermadzhab Syafi’i, tidur seharian tidak membatalkan puasa seseorang, asal pada malam harinya ia sudah niat untuk berpuasa. Meski Abu Thayyib bin Salamah dan Abu Said Al-Ishthakhriy berpendapat tidak sah puasanya. Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab (6/384) menjelaskan:


إِذَا نَامَ جَمِيعَ النَّهَارِ وَكَانَ قَدْ نَوَى مِنَ اللَّيْلِ صَحَّ صَوْمُهُ عَلَي الْمَذْهَبِ وِبِهِ قَالَ الْجُمْهُورُ وَقَالَ أَبُو الطَّيِّبُ بْنُ سَلْمَةَ وَاَبُو سَعِيدٍ الْاِصْطَخْرِىُّ لَا يَصِحُّ وَحَكَاهُ البَنْدَنِيجِىُّ عَنْ ابْنِ سُرَيْجٍ اَيْضًا وَدَلِيلُ الْجَمِيعِ فِي الْكْتَابِ 


Artinya: Apabila seorang yang berpuasa tidur sepanjang hari sedangkan ia telah berniat puasa pada malam harinya, maka puasanya sah. Demikian menurut pandangan madzhab Syafi’i, dan pandangan ini juga dianut oleh mayoritas ulama. Tetapi, menurut Abu Thayyib bin Salamah dan Abu Said Al-Ishthakhriy puasa seperti itu tidaklah sah. Sedangkan Al-Bandaniji juga meriwayatkan pandangan ini dari Ibnu Suraij. Dalil semuanya bersumber dari Al-Qur’an.  


Berbeda jika ada waktu untuk tidak tidur meski hanya sedikit, maka para ulama sepakat puasanya tetap sah. Imam an-Nawawi melanjutkan (6/384):


وَاَجْمَعُوا عَلَى اَنَّهُ لَوْ اسْتَيْقَظَ لَحْظَةً مِنَ النَّهَارِ وَنَامَ بَاقِيهِ صَحَّ صَوْمُهُ  


Artinya: Dan mereka (para ulama) telah bersepakat bahwa apabila seorang yang berpuasa bangun sebentar dari tidur di siang hari, kemudian tidur lagi, maka sah puasanya.


Dari penjelasan di atas sangat jelas, bahwa tidur seharian ketika sedang berpuasa menurut mayoritas ulama hukumnya tetap boleh, dan puasannya juga tetap sah. Apalagi jika dikuatkan dengan dalil, ketika seseorang tidur dengan niat menghindari maksiat sepanjang hari maka tidurnya berpahala dan menjadi keharusan. Karena khawatir jika ia tidak tidur, maka justru membuka ruang utnuk maksiat.


Meski demikian, umumnya ulama berpendapat bahwa tidur seharian bagi orang yang berpuasa tidak membatalkan puasanya, dan ia juga tidak khawatir akan maksiat, maka sudah sepantasnya agar siang harinya digunakan untuk beribadah kepada Allah swt, bisa dengan membaca Al-Qur’an, bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, beriktikaf, membaca buku, dan sebagainya. 


Karena sangat disayangkan jika bulan suci Ramadhan tidak digunakan untuk memperbanyak amal ibadah dan mengejar akhirat. Apalagi ketika orang yang tidur justru meninggalkan ibadah wajib seperti shalat 5 waktu tanpa udzur, maka tidurnya menjadi haram. 


Akan tetapi ketika benar-benar udzur, terlupa atau keblabasan tidur tanpa bangun sedikit pun (ngelilir) ketika masuk waktu shalat maka hukumnya dima’fu (dimaafkan). 

(Yudi Prayoga)
 


Syiar Terbaru