Ila Fadilasari
Penulis
Tuntutan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari kadang membuat seseorang menjadi sangat kelelahan dan sulit bangun pagi. Akibatnya waktu shalat bisa terlewati, dan tidak melaksanakan kewajiban untuk shalat, terutama shalat subuh.
Bila mendapati orang yang tertidur saat waktunya harus shalat ini, baik anggota keluarga atau teman, sebaiknya apa yang harus kita lakukan? Membangunkannya untuk shalat, atau membiarkan beristirahat karena terlihat begitu lelah?
Menghadapi ini kita mungkin akan bimbang. Namun dapat disimak pernyataan Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ sebagaimana dilansir NU Online berikut.
Baca Juga
4 Adab Tidur Menurut Imam al-Ghazali
يستحب إيقاظ النائم للصلاة لاسيما إن ضاق وقتها لقوله تعالى : (وتعاونوا علي البر والتقوى) ولحديث عائشة رضى الله عنها قالت : "كان رسول الله صلي الله عليه سلم يصلى صلاته من الليل وأنا معترضة بين يديه فإذا بقى الوتر أيقظني فأوترت"
Artinya: (Kita) dianjurkan membangunkan orang yang sedang tidur untuk melaksanakan shalat, terlebih lagi kalau waktunya sudah sempit (hampir habis) berdasarkan firman Allah Al-Maidah ayat 2, “Saling tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan”. Dan juga berdasarkan sebuah hadits yang bersumber dari Sayyidah Aisyah ra, “Suatu malam, Rasulullah saw tengah melakukan shalat malam, sementara aku tidur terlentang di hadapan beliau. Ketika akan menutup shalatnya dengan witir, beliau pun membangunkanku, lalu aku shalat witir (bersama beliau).”
Sulaiman Al-Jamal dalam karyanya Hasyiyatul Jamal merinci hukum membangunkan tersebut berdasarkan kondisi orang yang tidur. Jika seseorang tersebut tidur karena kesemberonoan (disebut muta’addin dalam istilah fiqih) seperti sengaja tidur setelah waktu shalat masuk misalnya, sementara dia tidak yakin kalau akan bangun sebelum waktu shalat habis, maka membangunkan orang seperti ini hukumnya adalah wajib bagi mereka yang mengetahui kondisinya. Tapi kalau tidak mengetahui, maka tidak wajib.
Kemudian jika ia tidur bukan karena kesemberonoan, seperti orang yang tidur sebelum waktu shalat masuk, maka membangunkannya hanya dihukumi sunnah saja, dalam artian meskipun shalatnya luput karena ketiduran, orang yang berada di sekitarnya tidak dikenai dosa karena tidak membangunkannya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Imam As-Suyuthi dalam karyanya Al-Asybah wan Nazhair. Ia menyimpulkan sebagai berikut.
وَأَمَّا إيقَاظُ النَّائِمِ الَّذِي لَمْ يُصَلِّ، فَالْأَوَّلُ وَهُوَ الَّذِي نَامَ بَعْدَ الْوُجُوبِ يَجِبُ إيقَاظُهُ مِنْ بَابِ النَّهْي عَنْ الْمُنْكَرِ. وَأَمَّا الَّذِي نَامَ قَبْلَ الْوَقْتِ فَلَا، لِأَنَّ التَّكْلِيفَ لَمْ يَتَعَلَّقْ بِهِ، لَكِنْ إذَا لَمْ يُخْشَ عَلَيْهِ ضَرَرٌ فَالْأَوْلَى إيقَاظُهُ لِيَنَالَ الصَّلَاةَ فِي الْوَقْتِ انْتَهَى مُلَخَّصًا.
Artinya: Membangunkan orang yang tertidur hukumnya ada dua, adakalanya wajib dan adakalanya sunnah. Wajib ketika yang bersangkutan tidur setelah masuk waktu. Kewajiban itu, menurut As-Suyuthi, muncul dari keumuman ayat yang memerintahkan umat Islam untuk beramar makruf dan bernahi munkar kepada sesamanya, karena orang yang sengaja tidur setelah ia ditaklifi untuk melakukan shalat adalah orang yang sedang bermaksiat dan mengingatkan orang yang tengah berbuat maksiat adalah sebuah kewajiban.
Namun jika yang bersangkutan tidur sebelum masuk waktu, maka hukum membangunkannya hanya sunnah saja, karena dia tidur sebelum terkena hukum taklif.
Terpopuler
1
Perkuat Konsolidasi Organisasi, MWCNU Pringsewu Gelar Turba
2
Pernikahan, Ibadah Paling Panjang dalam Kehidupan Manusia
3
PCNU Pringsewu Imbau Masyarakat Senantiasa Menjaga Kondusifitas Daerah
4
Ubah Generasi Strawberry Jadi Kelapa, Ketua PCNU Pringsewu: Pesantren Tempatnya!
5
Gelar Musker, Ranting NU Bandungbaru Adiluwih Tajamkan Program untuk Wujudkan Target
6
Lampung-In, Aplikasi Pintar untuk Warga Lampung yang Aktif dan Peduli, Diluncurkan
Terkini
Lihat Semua