• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 4 Mei 2024

Syiar

Keutamaan Bertaubat di Bulan Ramadhan

Keutamaan Bertaubat di Bulan Ramadhan
Keutamaan Bertobat di Bulan Ramadhan (Ilustrasi gambar: NU Online)
Keutamaan Bertobat di Bulan Ramadhan (Ilustrasi gambar: NU Online)

Sebagaimana kita ketahui, Ramadhan adalah bulan penuh pengampunan. Ada baiknya pada bulan ini kita manfaatkan dengan memohon ampun kepada Allah atau bertaubat atas dosa-dosa yang pernah kita lakukan.


Pertanyaannya, siapakah yang lebih utama untuk segera bertaubat, terutama pada bulan Ramadhan ini? Apakah diutamakan untuk orang yang usianya sudah tua?


Untuk menjawab pertanyaan itu kita bisa membaca kisah renungan pertobatan yang disampaikan Sayyid Abdul Aziz al-Darani. Dilansir dari NU Online, berikut kisahnya:  


وغضب بعض الملوك علي وزيره فأرد أن يصرفه عن خذمته ويبعده عن حضرته, فقال له الوزير: إن كان ولابد فرد عليّ ما أنفقته في خذمتك, فقال: ما هو؟ قال: شبابي رده عليّ فقد أنفقته في خذمتك فأعجب الملك ذلك ورضي عنه  


Artinya: Seorang raja marah pada menterinya, ia ingin memecatnya dari pengabdiannya dan menyingkirkannya dari kekuasaannya. Kemudian menteri itu berkata pada raja: “Jika pemecatan ini terjadi, kembalikan padaku segala yang kukorbankan untuk mengabdi kepadamu.” Raja bertanya: “Apa itu?” Sang menteri menjawab: “Masa mudaku. Tolong kembalikan semua masa mudaku yang telah kuhabiskan untuk mengabdi kepadamu.” Sang raja terkejut mendengar jawaban itu dan tidak jadi marah pada menterinya (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003, halaman 154).


Apa maksud Sayyid Abdul Aziz al-Darani memasukkan kisah tersebut dalam kitabnya? Jawabannya adalah, Sayyid Abdul Aziz al-Darani ingin menekankan pentingnya masa muda, bahwa taubat tidak melulu harus dilakukan ketika sudah tua. Tobat harus dilakukan sejak dini, setiap saat, dari mulai baligh sampai ajal menjemput.


Allah dan Nabi-Nya tidak pernah mensyaratkan “tua” sebagai salah satu syarat diterimanya taubat. Taubat bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, bahkan bagi orang yang merasa dirinya tidak pernah melakukan dosa. Dia harus tobat dari perasaannya itu, karena tidak ada manusia yang tidak membawa beban dosa selain para nabi.  


Di halaman sebelumnya pada kitab tersebut, Sayyid Abdul Aziz al-Darani mengutip sebuah riwayat tentang Sayyidina Umar dan seorang pemuda. Dalam riwayat itu disebutkan:  


ونظر عمر بن الخطّاب رضي الله عنه إلي غلام يتردد في الأسحار إلي المساجد وعليه حبة صوف فقال له: يا غلام لقد أسرعت, فقال: يا أمير المؤمنين ليس كل ثمر يدرك النضج  


Artinya: (Sayyidina) Umar bin Khattab ra pernah melihat seorang pemuda yang merutinkan dirinya mendatangi masjid di waktu sahur, ia mengenakan pakaian shuf. Sayyidina Umar berkata kepadanya: “Wahai pemuda, sungguh kau telah terburu-buru.” Pemuda itu menjawab: “Wahai pemimpin orang-orang yang beriman, tidak semua buah menjumpai masa matangnya” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 152).   


Ada cara pandang menarik yang disampaikan pemuda itu. Dia menyadari betul bahwa tidak semua buah bertemu masa matangnya. Artinya, tidak semua usia bertemu masa senjanya. Kesadaran inilah yang membuatnya tidak membuang-buang waktu untuk berdekatan dengan Tuhannya.


Sayyidina Anas bin Malik ra pernah berkata, “mâ min syai’in ahabbu ila Allah min syâbb tâ’ib” tidak ada yang lebih disukai Allah daripada seorang pemuda yang bertobat (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, halaman 152).   


Pertanyaan Sayyidina Umar sendiri harus dipahami sebagai caranya mendidik dan memberi pelajaran, seakan-akan ia sedang mengukur kedalaman istiqamah pemuda tersebut. Sayyidina Umar sudah melakukan kegiatan mendatangi masjid di waktu sahur sejak lama.


Jika ia tidak melakukannya, tentu ia tidak akan tahu kebiasaan pemuda tersebut. Karena itu, pertanyaannya adalah bentuk pendidikan. Ia ingin menjaga istiqamah pemuda tersebut.


Bagi orang yang telah bertahun-tahun lamanya melakukan kegiatan tersebut, mungkin Sayyidina Umar telah melihat banyak pemuda yang muncul dan pergi. Untuk beberapa saat mereka sangat rajin, di saat lainnya mereka tak lagi terlihat batang hidungnya.   


Atas dasar itu, dalam kitabnya, Sayyid Abdul Aziz al-Darani mendorong umat Islam, khususnya para pemuda untuk memasrahkan dosa-dosanya kepada Allah, dengan taubat yang sungguh-sungguh.


Rasulullah saw bersabda:  


من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدّم من ذنبه 


Artinya: Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu (HR Imam al-Bukhari).   


Kemudian, Sayyid Abdul Aziz al-Darani menyampaikan nasihatnya kepada kita, berikut ini:


يا من يطمع أن يلحق بالعاملين وهو راقد في مهاد الغافلين, فارق أوطان غفلتك فلعلك تصحو من سكرة فترتك


Artinya: Wahai orang yang menggebu-gebu untuk mendapatkan (pahala atau kemuliaan) orang-orang yang beramal, sementara ia tidur terlelap dalam bantal orang-orang yang lalai. Jauhilah rumah kelalaianmu, semoga saja kau bisa sembuh dari masa-masa mabuk (yang melalaikanmu itu) (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, halaman 155).  


Manusia sering kehilangan kesadaran bahwa Tuhan sedang mengawasinya, dan memberikannya banyak anugerah. Meski demikian, setiap manusia memiliki hasrat untuk menjadi pribadi yang lebih baik, tapi antara keinginan dan penerapannya kerap tidak seimbang. 


Karena itu, Sayyid Abdul Aziz al-Darani menegur manusia dengan ungkapan: Wahai orang-orang yang menggebu-gebu untuk mendapatkan pahala/kemuliaan orang-orang yang beramal, sementara ia sendiri tidur terlelap dalam bantal kelalaian.


Kelalaian inilah yang membuat keinginan manusia untuk beramal baik dan bertobat kepada-Nya selalu tertunda, dan akhirnya keinginan tersebut menjadi masa lalu.


Pada bulan Ramadhan ini, dalam rangka pertobatan tersebut, salah satu doa yang khas dibaca dan dianjurkan dalam bulan suci ini adalah perbanyak memohon ampunan, sebagaimana salah satu doa berikut: 


اَللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فاَعْفُ عَنَّا 


Artinya: Wahai Allah. Sesungguhnya Engkau maha pengampun serta suka mengampuni, maka ampunilah aku.


Doa yang dilansir dari NU Online di atas juga dianjurkan untuk dibaca pada tanggal-tanggal potensial terjadinya malam Lailatul Qadar, yaitu pada setiap tanggal ganjil di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Namun, karena malam Lailatul Qadar juga memungkinkan terjadi pada tanggal kapan saja selama Ramadhan, maka doa tersebut juga dianjurkan untuk banyak dibaca sepanjang bulan puasa. 


Ramadhan sebagai bulan penuh rahmat dan ampunan, pada bulan Ramadhan ini Allah juga membuka pintu-pintu surga dan menutup rapat-rapat pintu neraka-Nya. Dalam salah satu hadits disebutkan:  


إِذَا جَاءَ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنَ


Artinya: Ketika Ramadhan tiba, dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan setan pun dibelenggu (HR Muslim).


Dari hadits di atas dapat kita pahami,  kita bisa mendapatkan kesempatan meraih surga di bulan Ramadhan ini jika kita mengupayakannya. Di antara memperbanyak amal ibadah yang dianjurkan, menjauhi maksiat, serta bertaubat dari dari dosa-dosa yang telah lalu.
 


Syiar Terbaru