Syiar

Hukum Wudhu dengan Makeup: Apakah Sah dalam Islam?

Sabtu, 2 November 2024 | 17:40 WIB

Hukum Wudhu dengan Makeup: Apakah Sah dalam Islam?

Ilustrasi perempuan. (Foto: NU Online)

Memakai makeup atau riasan di wajah dan sejenisnya merupakan bentuk mempercantik diri, menampilkan rasa elegan, terutama bagi kaum wanita. 

 

Hampir di seluruh dunia, mayoritas wanita berias, begitu juga dengan wanita Muslim. Karena dalam Islam sendiri, wanita disunnahkan mempercantik diri di hadapan suaminya. 

 

Tetapi dalam kehidupannya, ada sedikit kendala bagi wanita Muslim, seperti ketika berwudhu. Apakah sah berwudhu, tetapi wajah penuh dengan makeup? Padahal salah satu syarat wudhu adalah sampainya air pada kulit.

 

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fathul Muin, halaman 45, karya Syekh Zainuddin Al-Malibary:

 

ورابعها: أن لا يكون على العضو حائل بين الماء والمغسول كنورة وشمع ودهن جامد وعين حبر وحناء بخلاف دهن جار أي مائع وإن لم يثبت الماء عليه وأثر حبر وحناء. وكذا يشترط على ما جزم به كثيرون أن لا يكون وسخ تحت ظفر يمنع وصول الماء لما تحته خلافا لجمع منهم الغزالي والزركشي وغيرهما وأطالوا في ترجيحه وصرحوا بالمسامحة عما تحتها من الوسخ دون نحو العجين وأشار الأذرعي وغيره إلى ضعف مقالتهم وقد صرح في التتمة وغيرها بما في الروضة وغيرها من عدم المسامحة بشيء مما تحتها حيث منع وصول الماء بمحله وأفتى البغوي في وسخ حصل من غبار بأنه يمنع صحة الوضوء بخلاف ما نشأ من بدنه وهو العرق المتجمد وجزم به في الأنوار.

 

Artinya: Syarat wudhu keempat; Tidak ada penghalang antara air dan bagian tubuh yang dibasuh [anggota wudhu], seperti lilin, minyak padat, tinta, dan kutek. Berbeda dengan minyak cair, meski air tidak menempel di kulit, dan noda tinta dan bekas kutek. Juga, menurut pendapat banyak ulama, disyaratkan agar tidak ada kotoran di bawah kuku yang menghalangi air mencapai bagian yang ada di bawahnya. Hal ini berbeda dengan pendapat dari sekelompok ulama, seperti Al-Ghazali dan Al-Zarkasyi, yang berpendapat bahwa tidak masalah, kecuali jika ada kotoran di bawah kuku, kecuali kotoran yang tebal seperti adonan.   

 

Sementara itu Az-Zar‘i dan ulama lainnya telah menunjukkan kelemahan pendapat tersebut. Syekh Imam Abu Sa‘id Abdurrahman Ibnu Ma’mun dalam kitab Tatimmah dan kitab-kitab lain, menjelaskan tidak boleh ada kotoran di bawah kuku, baik yang tebal maupun yang tipis, jika menghalangi air mencapai bagian yang ada di bawahnya.   

 

Imam Al-Baghawi juga berpendapat bahwa kotoran yang berasal dari debu dapat mencegah pada keabsahan wudhu, berbeda dengan keringat yang membeku di tubuh. Hal ini juga ditegaskan oleh Syekh Izzuddin dalam kitab Al-Anwar.   

 

Pada masalah ini perlu digarisbawahi, bahwa kita harus melihat makeup yang dipakai, apakah menghalangi air pada kulit, atau bisa meresap dan sampainya air pada kulit. Jika makeup tersebut menghalangi air pada kulit, maka wudhunya tidak sah. 

 

Jika tetap bisa sampai, maka wudhunya tetap sah, karena air yang sampai pada kulit akan menghilangkan makeup, meski masih ada bekasnya (bukan zatnya). 

 

Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu' Syarah al-Muhadzab, Jilid 2 halaman 380 menjelaskan:

 

إذا كان على بعض أعضائه شمع أو عجين أو حناء وأشباه ذلك فمنع وصول الماء إلى شيء من العضو لم تصح طهارته سواء أكثر ذلك أم قل. ولو بقي على اليد وغيرها أثر الحناء ولونه ، دون عينه ، أو أثر دهن مائع بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجري عليها لكن لا يثبت : صحت طهارته

 

Artinya: Jika pada sebagian anggota tubuh seseorang ada lilin, adonan, henna, atau benda sejenisnya yang menghalangi air sampai ke bagian tubuh tersebut, maka bersucinya tidak sah, baik benda tersebut banyak atau sedikit. Namun, jika pada tangan atau anggota tubuh lainnya masih terdapat bekas henna atau warnanya, tanpa zatnya, atau bekas minyak cair yang memungkinkan air menyentuh kulit anggota tubuh dan mengalir di atasnya tetapi tidak menempel, maka wudhunya sah.  

 

Menurut ulama, solusinya adalah membersihkan makeup terlebih dahulu sebelum berwudhu. Hal ini dilakukan agar air dapat menyentuh seluruh anggota wudhu dengan sempurna.