• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Syiar

Bolehkah Perempuan Ikut Shalat Jumat dan Shalatnya Menggantikan Shalat Zuhur?

Bolehkah Perempuan Ikut Shalat Jumat dan Shalatnya Menggantikan Shalat Zuhur?
ilustrasi shalat Jumat bagi wanita (Doc Tebu ireng Online)
ilustrasi shalat Jumat bagi wanita (Doc Tebu ireng Online)

Pada saat pelaksanaan shalat Jumat, di beberapa masjid di tanah air, kerap diikuti oleh jamaah perempuan. Mereka mengambil tempat khusus di dalam masjid, mendengarkan khutbah, serta mengikuti seluruh rangkaian prosesi shalat berjamaah dua rakaat tersebut hingga selesai.

 

Umumnya shalat Jumat di sebagian besar masjid diikuti hanya oleh jamaah laki-laki. 
Kita tahu, shalat Jumat fardhu ‘ain dilaksanakan secara berjamaah bagi setiap laki-laki muslim mukallaf yang bukan musafir atau sedang ada halangan lain. Sementara bagi perempuan tidak. 

 

Sebenarnya, apakah perempuan boleh mengikuti shalat Jumat di masjid? Dan apakah perempuan yang menunaikan shalat jumat masih harus tetap melaksanakan shalat Zuhur? Lalu, manakah yang lebih utama bagi mereka: shalat Zuhur berjamaah bersama wanita lain atau shalat jumat?


Dilansir dari Apakah Shalat Jumat bagi Wanita Menggantikan Shalat Dhuhur?, pertanyaan yang sama juga pernah terlontar di forum Muktamar ke-3 Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur, pada 28 September 1928. Para muktamirin saat itu menjawab, shalat Jumat bagi kaum wanita itu cukup sebagai pengganti shalat Zuhur, dan bagi kaum wanita tidak cantik, tidak banyak aksi, dan tidak bersolek itu sebaiknya ikut menghadiri shalat Jumat.

 

Jawaban tersebut mengacu pada keterangan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin yang menyatakan: 


 
  مَسْأَلَةٌ: يَجُوْزُ لِمَنْ لاَ تَلْزَمُهُ الْجُمُعَةُ
 كَعَبْدٍ وَمُسَافِرٍ وَامْرَأَةٍ أَنْ يُصَلِّيَ الْجُمُعَةَ بَدَلاً عَنِ الظُّهْرِ وَتُجْزِئُهُ بَلْ هِيَ أَفْضَلُ  لِأَنَّهَا فَرْضُ أَهْلِ الْكَمَالِ وَلاَ تَجُوْزُ إِعَادَتُهَا ظُهْرًا بَعْدُ حَيْثُ كَمُلَتْ شُرُوْطُهَا

 

Artinya: Diperkenankan bagi mereka yang tidak berkewajiban Jum’at seperti budak, musafir, dan wanita untuk melaksanakan shalat Jum’at sebagai pengganti dzuhur, bahkan shalat Jum’at lebih baik, karena merupakan kewajiban bagi mereka yang sudah sempurna memenuhi syarat dan tidak boleh diulangi dengan shalat dzuhur sesudahnya, sebab semua syarat-syaratnya sudah terpenuhi secara sempurna (Abdurrahman Ba’alawi, Bughyah al-Mustarsyidin, [Mesir: Musthafa al-Halabi, 1371 H/1952 M], halaman 78-79).

 

Dengan demikian, kaum perempuan yang sudah melaksanakan shalat Jumat tak perlu lagi menunaikan shalat Zuhur. Bahkan, perempuan lebih utama mengikuti jamaah shalat Jumat daripada shalat Zuhur meskipun berjamaah bersama perempuan lain, dengan syarat mereka bukan orang-orang yang potensial mengundang syahwat bagi kaum laki-laki, baik karena penampilannya maupun perilakunya.


Syiar Terbaru