Yudi Prayoga
Penulis
Setiap tanggal 30 Agustus diperingati sebagai Hari Hiu Paus Internasional. Dilansir dari situs Global Vision International, Hari Hiu Paus Internasional ini ditetapkan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya hewan hiu dan paus bagi ekosistem laut serta jumlah populasinya yang semakin berkurang.
Karena hewan hiu dan paus memiliki karakteristik yang lambat bergerak. Hal ini yang menjadikan manusia menangkap hewan tersebut untuk dikonsumsi dagingnya, diambil siripnya dan kandung minyaknya.
Lalu apakah sebenarnya dalam Islam menghalalkan makan hiu dan paus?
Baca Juga
Selingkuh dalam Pandangan Hukum Islam
Menurut kesepakatan ulama, bahwa ikan hiu dan paus hukumnya halal dan boleh dimakan, bahkan bangkainya, dikarenakan ia termasuk ikan laut, meski berukuran besar.
Hal ini berdasarkan hadits dari Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi:
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Artinya: Laut adalah suci menyucikan airnya. Halal bangkai binatangnya (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi dan disahihkan olehnya).
Selain dalil di atas, ada juga dalil yang dijadikan dasar kehalalan makan daging ikan paus, meskipun sudah menjadi bangkai. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Jabir bin Abdillah:
غَزَوْنَا جَيْشَ الْخَبَطِ وَأُمِّرَ أَبُو عُبَيْدَةَ ، فَجُعْنَا جُوعًا شَدِيدًا فَأَلْقَى الْبَحْرُ حُوتًا مَيِّتًا ، لَمْ نَرَ مِثْلَهُ ، يُقَالُ لَهُ الْعَنْبَرُ ، فَأَكَلْنَا مِنْهُ نِصْفَ شَهْرٍ ، فَأَخَذَ أَبُو عُبَيْدَةَ عَظْمًا مِنْ عِظَامِهِ فَمَرَّ الرَّاكِبُ تَحْتَهُ . فَأَخْبَرَنِى أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرًا يَقُولُ قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ كُلُوا . فَلَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ ذَكَرْنَا ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ كُلُوا رِزْقًا أَخْرَجَهُ اللَّهُ ، أَطْعِمُونَا إِنْ كَانَ مَعَكُمْ . فَأَتَاهُ بَعْضُهُمْ بِعُضْوٍ فَأَكَ
Artinya: Kami pernah berperang bersama pasukan Khabath (pemakan daun-daunan) yang pada waktu itu Abu Ubaidah diangkat sebagai pemimpin pasukan. Lalu kami merasa lapar sekali. Tiba-tiba laut melemparkan ikan paus yang sudah mati yang tidak pernah kami lihat sebelumnya. Ikan itu disebut Al-Anbar. Kami makan dari ikan itu selama setengah bulan. Kemudian Abu Ubaidah mengambil salah satu bagian dari tulangnya dan dia pancangkan. Hingga seorang pengendara bisa lewat dibawah tulang itu. Telah mengabarkan kepadaku Abu Al-Zubair bahwasanya dia mendengar Jabir berkata; Abu ‘Ubaidah berkata; ‘Makanlah oleh kalian semua. Tatkala kami sampai di Madinah, kami beritahukan hal itu kepada Nabi Saw. Maka beliau bersabda, “Makanlah, itu adalah rezeki yang telah Allah berikan. Jika masih tersisa, berilah kami. Maka sebagiannya dibawakan kepada beliau dan beliau pun memakannya.
Melihat redaksi hadits di atas, bahwa ikan paus yang diberi nama dengan al-Anbar, halal dimakan. Hal tersebut dilakukan oleh para sahabat Nabi dan kemudian dibenarkan oleh Nabi juga. Ini menjadi dalil bahwa ikan paus atau ikan besar lainnya yang hidup di dalam laut hukumnya halal dan boleh dikonsumsi.
Akan tetapi, jika penangkapan hewan tersebut dilarang oleh pemerintah nasional maupun internasional, seyogianya kita juga harus mematuhi hukum tersebut. Karena hukum dibuat untuk kemaslahatan bersama, dalam hal ini menjaga populasi ikan hiu dan paus di lautan. Dan menentang hukum yang sah yang juga maslahat merupakan perbuatan dosa. Akan tetapi berbeda lagi jika hewan besar tersebut mati dengan sendirinya.
(Yudi Prayoga)
Terpopuler
1
Yuk Infak dan Menjadi Bagian Pengadaan Ambulans Ke-7 NU Peduli Pringsewu 2025
2
PW GP Ansor Lampung Lantik LP3H, Komitmen Kuat Dampingi Sertifikasi Halal UMKM
3
4 Doa yang Dianjurkan ketika Pulang Haji
4
3 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Membangun Masjid
5
KBNU Sidomulyo Gelar Donor Darah, Perkuat Kepedulian Sosial di Lampung Selatan
6
LAZISNU PWNU Lampung Gandeng BSI, Perkuat Ekonomi Umat Melalui BSI Smart Agent dan Kartu ATM Co-Branding
Terkini
Lihat Semua