7 Kasus Bunuh Diri dalam Sepekan, Berikut Hukum Bunuh Diri Menurut Islam
Senin, 29 Juli 2024 | 09:31 WIB
Dian Ramadhan
Penulis
Dalam sepekan terakhir setidaknya telah terjadi 7 percobaan bunuh diri di Provinsi Lampung. Angka ini cukup meningkat pesat dibanding dengan pekan-pekan sebelumnya. Banyak hal yang melatarbelakangi terjadinya bunuh diri tersebut.
Bunuh diri merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang serius. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bunuh diri merupakan penyebab kematian ke-10 tertinggi di dunia, dan merupakan penyebab kematian ke-3 tertinggi di kalangan anak muda berusia 15-29 tahun.
Pada tahun 2015, WHO juga pernah memuat laporan angka bunuh diri di Indonesia sebesar 2,9 kasus dari 100 ribu populasi. Angka tersebut lebih rendah dari Thailand yang sebanyak 16 kasus dari 100 ribu populasi.
Setiap orang yang hidup di dunia sudah tentu akan mengalami masalah dalam kehidupannya. Ada yang ringan, ada pula yang berat, yang menjadi persoalan adalah ketika manusia menghadapi suatu masalah yang dianggapnya berat sehingga merasa tidak kuat memikul beban tersebut.
Akhirnya mengambil tindakan keliru dengan cara bunuh diri karena menganggap bunuh diri sebagai solusi terbaik untuk melepaskan impitan masalah yang menimpanya.
Tindakan bunuh diri jelas tidak dengan serta merta menyelesaikan masalah. Dalam pandangan Islam tindakan tersebut adalah tindakan yang diharamkan dan masuk kategori dosa besar.
Dilansir dari NU Online, logika sederhana pelarangan ini adalah nyawa adalah milik Allah sehingga kita tidak memiliki hak apapun atas nyawa kita. Sedangkan dosa orang yang melakukan bunuh diri lebih besar dibandingkan membunuh orang lain, sebagaimana yang kami pahami dari keterangan yang terdapat dalam kitab Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah.
إِنَّ مَنْ قَتَل نَفْسَهُ كَانَ إِثْمُهُ أَكْثَرَ مِمَّنْ قَتَل غَيْرَهُ
Artinya: Sungguh orang yang melakukan bunuh diri dosanya lebih besar dibanding orang yang membunuh orang lain (Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Darus Salasil, juz III, halaman 239).
Lantas jika dosa membunuh orang lain dikategorikan sebagai dosa besar, sedangkan dosa membunuh diri sendiri dianggap lebih besar lagi, apakah orang yang mati bunuh diri akan kekal di neraka? Dalam hal ini salah satu hadits Nabi saw riwayat Muslim menjelaskan, sebagai berikut.
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ شَرِبَ سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
Artinya: Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalam neraka Jahanam secara terus-menerus dan ia kekal di dalamnya. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara meminum racun maka ia akan selalu menghirupnya di neraka Jahannam dan ia kekal di dalamnya. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara terjun dari atas gunung, maka ia akan selalu terjun ke neraka Jahanam dan dia kekal di dalamnya (HR Muslim).
Secara tekstualis hadits di atas menyatakan orang yang mati karena melakukan bunuh diri akan masuk neraka dan kekal di dalamnya. Hal ini sebagai balasan atas tindakannya. Tetapi apakah maksud hadits ini sesuai dengan makna tersuratnya atau tekstualisnya?
Muhyiddin Syaraf An-Nawawi dalam kitab Syarah Muslim-nya menghadirkan beberapa pandangan yang mencoba untuk menjelasakan maksud dari sabda Rasulullah saw tentang kekekalan di neraka bagi orang mati karena bunuh diri.
Pertama, maksud dari ia (orang yang mati karena bunuh diri) kekal di dalam neraka adalah apabila ia menganggap melakukan tindakan bunuh diri tersebut adalah halal padahal ia tahu bunuh diri itu adalah haram. Karena itu maka tindakan menganggap halal bunuh diri menyebabkan ia menjadi kafir.
وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَهُوَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا فَقِيلَ فِيهِ أَقْوَالُ أَحَدِهَا أَنَّهُ مَحْمُولٌ عَلَى مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ مُسْتَحِلًّا مَعَ عِلْمِهِ بِالتَّحْرِيمِ فَهَذَا كَافِرٌ وَهَذِهِ عُقُوبَتُهُ
Artinya: Adapun sabda Rasulullah saw: maka ia kekal selama-lamanya di dalam neraka Jahanam’, maka dalam hal ini dikatakan ada beberapa pandangan. Pertama, sabda ini mesti dipahami dalam konteks orang yang mati karena bunuh diri dan menganggap tindakan bunuh diri adalah halal padahal ia bahwa bunuh diri itu haram. Maka hal ini menjadikannya kafir dan kekal di dalam neraka sebagai siksaan baginya (karena melakukan tindakan bunuh dir) (Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Beirut, Daru Ihya`it Turats Al-‘Arabiy, cet ke-2, 1392, juz II, halaman 125).
Kedua, menyatakan yang dimaksud dengan kekal di dalam neraka adalah ia menghuni neraka dalam waktu yang cukup lama dan panjang. Pandangan ini mengandaikan ia kekal di neraka bukan diartikan secara hakiki sebagai kekal selamanya di neraka, tetapi dalam pengertian yang bersifat majazi. Hal ini seperti pernyataan, khalladallahu mulkas sulthan yang artinya semoga Allah kekalkan kekuasaan sultan).
وَالثَّانِىُّ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْخُلُودِ طُولُ الْمُدَّةِ وَالْاِقَامَةُ الْمُتَطَاوَلَةُ لَا حَقِيقَةَ الدَّوَامِ كَمَا يُقَالُ خَلَّدَ اللهُ مُلْكَ السُّلْطَانِ
Artinya: Kedua, apa yang dimaksud dengan kekal di dalam neraka adalah durasi waktu menetap di dalam neraka, bukan kekal dalam arti sesungguhnya, sebagaimana dikatakan ‘khalladallahu mulkas sulthan’ (Semoga Allah kekalkan kekuasaan sultan) (Muhyiddin Syaraf Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin al-Hajjaj, juz II, halaman 125).
Ketiga, menyatakan kekekalan di dalam neraka adalah sebagai balasan bagi orang yang mati karena bunuh diri, tetapi Allah swt bermurah hati sehingga kemudian memberi tahu orang yang mati dalam keadaan sebagai Muslim tidak kekal di dalam neraka.
وَالثَّالِثُ أَنَّ هَذَا جَزَاؤُهُ وَلَكِنْ تَكَرَّم سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَأَخْبَرَ أَنَّهُ لَا يَخْلُدُ فِى النَّارِ مَنْ مَاتَ مُسْلِمًا
Artinya: Ketiga, bahwa kekekalan di dalam neraka adalah balasan atas perbuatannya, akan tetapi Allah swt bermurah hati sehingga kemudian Dia mengabarkan bahwa sesungguhnya orang yang mati dalam keadaan sebagai Muslim tidak kekal di dalam neraka (Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, juz II, halaman 125).
Dari ketiga pandangan tersebut, maka kesimpulannya adalah selama orang yang bunuh diri tersebut masih sebagai orang Muslim maka ia tidak kekal di neraka, tetapi kendati demikian ia akan mendekam di neraka dalam waktu yang sangat panjang.
Lain halnya, apabila ia melakukan bunuh dirinya karena menghalalkannya padahal ia tahu bahwa hal itu diharamkan maka ia kekal di dalam neraka. Sebab, konsekuensi dari menghalalkan yang haram (bunuh diri) menyebabkan ia menjadi kafir sebagaimana yang dipahami dari pandangan pertama yang dihadirkan oleh An-Nawawi di atas.
Demikianlah penjelasan mengenai hukum bunuh diri dalam Islam. Semoga kita senantiasa dapat menjaga diri kita dan keluarga dari tindakan yang tidak dibenarkan dalam Islam tersebut.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Ilmu dan Adab Lebih Tinggi daripada Nasab
2
3 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Membangun Masjid
3
Khutbah Jumat: Bijak dalam Bermedia Sosial
4
Hindari Tafsir Liberal dan Radikal pada Pancasila
5
PCNU Pringsewu Imbau Masyarakat Senantiasa Menjaga Kondusifitas Daerah
6
PMII Unila Kunjungi Disnaker Lampung, Bahas Isu Kabur Aja Dulu dan Peluang Kerja Luar Negeri
Terkini
Lihat Semua