• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 3 Mei 2024

Syiar

Kopi Sianida dan Hukum Pembunuhan Berencana Menurut Islam

Kopi Sianida dan Hukum Pembunuhan Berencana Menurut Islam
Kopi Sianida dan Hukum Pembunuhan Berencana Menurut Islam (Ilustrasi foto: NU Online)
Kopi Sianida dan Hukum Pembunuhan Berencana Menurut Islam (Ilustrasi foto: NU Online)

Kasus kopi sianida yang terjadi pada tahun 2016 lalu, kini mengemuka kembali, karena muncul dalam film dokumenter yang tayang di salah satu platform berbayar Netflix dengan judul Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso. 


Kasus itu terjadi ketika terduga tersangka melakukan pembunuhan berencana dengan menaruh bubuk sianida dalam minuman berjenis kopi vietnam, sehingga menyebabkan kematian. 


Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 498 K/PID/2017 menyatakan permohonan kasasi ditolak, sehingga tetap memvonis tersangka dengan hukuman penjara 20 tahun.


Dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia, kita mengenal istilah “Pembunuhan Berencana” sebagaimana diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). 


Bunyi pasal tersebut ialah: Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.


Selanjutnya, dijelaskan bahwa sebuah pembunuhan bisa dikatakan berencana apabila memenuhi syarat rencana, yakni: Pertama, adanya waktu tertentu untuk tindakan pembunuhan, Kedua, waktu berencana yang dimaksud harus memiliki hubungan yang erat dengan pembunuhan yang dilakukan. Ketiga, adanya pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang. 


Dengan demikian, bisa kita pahami bahwa apabila sebuah pembunuhan telah memenuhi unsur kesengajaan dan memenuhi syarat rencana, maka bisa menimbulkan konsekuensi hukuman berupa hukuman mati. 


Berbicara soal kasus pembunuhan, bagaimana Islam memandang tindakan menghilangkan nyawa orang lain? Dilansir dari NU Online, terdapat banyak ayat Al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan sanksi pelaku pembunuhan, mulai dari dosa besar hingga ancaman dimasukkan ke dalam Neraka Jahanam. 


Di antaranya adalah ayat Al-Qur’an berikut yang menegaskan pelaku pembunuhan akan mendapat siksa berat di akhirat kelak. Allah swt berfirman:


وَالَّذِيْنَ لَا يَدْعُوْنَ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ وَلَا يَقْتُلُوْنَ النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُوْنَۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ يَلْقَ اَثَامًا ۙ  


Artinya: Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat (QS. Al-Furqan [25]: 68). 


Ayat di atas menjelaskan pelaku pembunuhan akan mendapat balasan dosa besar berupa dimasukkan ke dalam neraka. Kata atsama(n) pada ayat ini diartikan nama sebuah lembah di dalam Neraka Jahanam. Ayat ini juga sekaligus menunjukkan dosa menghilangkan nyawa orang lain satu tingkat di bawah dosa menyekutukan Allah swt (Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 2019: juz VII, h. 60). 


Syariat Islam juga membuat kategorisasi pembunuhan menjadi 3 kategori, yakni: sengaja, serupa sengaja dan tidak sengaja. Dalam Kitab Ghayah al-Ikhtishar disebutkan:


الْقَتْل على ثَلَاثَة أضْرب عمد مَحْض وَخطأ مَحْض وَعمد خطأ  


Artinya: Pembunuhan ada tiga kategori: murni sengaja (‘amd mahdl), murni ketidaksengajaan (syibh ‘amd) dan serupa sengaja (‘amd khatha`).


Selain itu, dalam ayat lain Allah swt juga menegaskan bahwa saking besarnya dosa pelaku pembunuhan, membunuh satu orang sama saja dengan menghilangkan nyawa seluruh manusia. Dalam Al-Qur’an disebutkan:


مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ  


Artinya: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi (QS. Al-Maidah [5]: 32).


Saking beratnya pertanggung jawaban di akhirat kelak atas aksi pembunuhan, kelak di hari akhir amal yang paling awal diadili adalah dosa pembunuhan. Diriwayatkan:


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِي الدِّمَاءِ رواه البخاري ومسلم  


Artinya: Dari Abdullah ia berkata, ‘Nabi saw bersabda, ‘Yang paling pertama diputuskan (dalam pengadilan Allah di akhirat kelak) bagi manusia adalah masalah darah (kasus pembunuhan) (HR Bukhari dan Muslim). 


Hadits ini tidak bertentangan dengan riwayat yang menjelaskan bahwa amal perbuatan pertama yang akan diadili kelak di akhirat adalah shalat karena beda jenis. Jika shalat kategori amal yang pertama diadili dari jenis ibadah kepada Allah sementara pembunuhan adalah kategori perbuatan yang berkaitan dengan interaksi sesama manusia (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bari, 2001: juz XI, h. 404). 


Yang menjadi pembeda apakah seseorang sengaja atau tidak melakukan tindak pembunuhan adalah dengan melihat media yang ia gunakan untuk menghilangkan nyawa seseorang karena sesuatu disebut sebagai “sengaja” atau “berencana” itu dilihat dari bisikan hatinya, yang tentu saja sangat sulit bagi orang lain untuk mengetahui isi hati si pelaku. Oleh karena itu yang dijadikan sebagai pertimbangan ialah media yang ia gunakan untuk pembunuhan. 


Jika kita komparasikan, maka yang paling sesuai dengan apa yang dimaksud sebagai “pembunuhan berencana” dalam hukum positif Indonesia ialah qatl ‘amd atau pembunuhan sengaja yaitu pembunuhan yang dilakukan secara indirect pada korban dengan media yang secara umum bisa membunuh seperti menggunakan alat benda tajam atau tidak menggunakan alat namun dengan media semisal memenjarakan seseorang dan tidak memberinya makan minum hingga korban mati.


Syekh Taqiyuddin al-Syafi’i dalam Kitab Kifayah al-Akhyar fi Hilli Ghayah al-Ikhtishar, halaman 451, menjelaskan kriteria pembunuhan sengaja sebagai berikut:


فالعمد الْمَحْض أَن يقْصد الْفِعْل والشخص الْمعِين بِشَيْء يقتل غَالِبا 


Artinya: Pembunuhan dengan delik murni kesengajaan ialah jika seseorang sengaja melakukan tindak pembunuhan pada orang tertentu dengan sesuatu yang secara umum bisa menyebabkan kematian.


Konsekuensi dari pembunuhan jenis ini ialah qishash atau balas bunuh jika keluarga korban tidak mengampuni. Namun apabila keluarga korban mengampuni maka hukumannya bisa beralih menjadi diyat mughalladzah atau denda yang diperberat. Rinciannya adalah sebagai berikut: 

  1. Berupa 100 ekor unta dengan rincian 30 unta hiqqah, 30 unta jadza’ah, dan 40 khilfah. 
  2. Diyat tersebut diambilkan dari harta pelaku 
  3. Dibayarkan secara kontan. Bukan hanya itu saja, pelaku juga diwajibkan untuk bertaubat dengan cara membebaskan budak mukmin dan puasa dua bulan berturut-turut. 


Demikianlah penjelasan mengenai hukum pembunuhan berencana menurut Islam. Semoga menambah khazanah keislaman kita. 


Syiar Terbaru