Syiar

4 Hukum bagi Laki-Laki yang Belum Khitan

Kamis, 17 April 2025 | 10:13 WIB

4 Hukum bagi Laki-Laki yang Belum Khitan

empat hukum bagi anak yang belum khitan

Khitan merupakan proses pemotongan atau pengangkatan sebagian kulit yang menutupi kepala penis (kulup) pada laki-laki. Dalam bahasa lain, khitan juga dikenal sebagai sunat atau sirkumsisi.

 

Khitan dalam agama Islam dapat disebut sebagai fitrah yang mesti dilakukan manusia. Akan tetapi, bagi laki-laki yang belum khitan, dia mendapatkan empat hukum dalam syariat Islam.

 

Terkait dalil khitan, Nabi saw pernah bersabda, bahwa 5 fitrah yang hendaknya dilakukan manusia pada tubuhnya yaitu khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan mencukur kumis. Keterangan ini bersumber dari hadits berikut:

 

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ وَنَتْفُ الآبَاطِ)

 

Artinya: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, aku pernah mendengar Nabi bersabda, ‘Fitrah manusia itu ada lima, yaitu khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan mencukur kumis (HR Al-Bukhari).

 

Sedangkan kapan waktu terbaik untuk melaksanakannya, maka dalam Kitab Tuhfatul Habib disebutkan bahwa:

 

 ﻗﺎﻝ ﺍﻷﺻﺤﺎﺏ : ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺠﺐ ﺍﻟﺨﺘﺎﻥ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺒﻠﻮﻍ، ﻭﻳﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﺨﺘﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺒﻊ ﻣﻦ ﻭﻻﺩﺗﻪ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺿﻌﻴﻔﺎً ﻻ ﻳﺤﺘﻤﻠﻪ ﻓﻴﺆﺧﺮ ﺣﺘﻰ ﻳﺤﺘﻤﻠﻪ

 

Artinya: Para santri Imam Syafi'i berkata bahwa sesungguhnya khitan itu wajib setelah dewasa. Namun pelaksanaannya sunah dilakukan saat bayi berusia tujuh hari dari hari kelahirannya, terkecuali bila kondisi bayi tersebut lemah dan tidak mampu menanggungnya, maka pelaksanaannya bisa ditunda sampai ia dewasa.

 

Menurut KH Ma'ruf Khozin, bahwa bagi laki-laki yang belum khitan, maka ada beberapa hukum yang berkaitan dengan syariat, sebagaimana keterangan di bawah ini:

 

1. Makruh menjadi imam shalat

 

قوله: (وتكره إمامة الاقلف الخ) ولعل وجهه أن القلفة ربما منعت وصول الماء إلى ما تحتها واحتمال النجاسة كاف في الكراهة

 

Anak yang belum sunat hukumnya makruh menjadi imam shalat. Sebab ada kemungkinan najis di bawah ‘kulup’ (Syarwani, 2/298)

 

2. Istinjak (cebok) harus dengan air

 

( قَوْلُهُ وَلَا يُجْزِئُ الْحَجَرُ فِي بَوْلِ الْأَقْلَفِ ) لِأَنَّ بَاطِنَ الْقُلْفَةِ لَا يُمْكِنُ مَسْحُهُ بِالْحَجَرِ وَدَاخِلُ الْجِلْدِ يَتَنَجَّسُ وَهُوَ مَأْمُورٌ بِقَطْعِهَا فَهِيَ فِي حُكْمِ الظَّاهِرِ .

 

Bagi yang belum khitan harus bersuci menggunakan air, tidak bisa pakai batu (Asna Al Mathalib, 1/266)

 

3. Wajib dibersihkan area zakarnya ketika wafat

 

(قوله: حتى ما تحت قلفة الاقلف) غاية في البدن الذي يجب تعميمه بالماء، أي فيجب إيصال الماء إلى إلى ما تحت قلفه الاقلف فلا بد من فسخها ليمكن غسل ما تحتها

 

Jika anak belum khitan wafat, maka wajib membasuh di area dalam kulupnya agar suci dari najis (Ianah Thalibin 2/125).

 

4. Wajib membersihkan najis di dalam kulup

 

فالشّافعيّة والحنابلة يوجبون تطهير ما تحت القلفة في الغسل والاستنجاء ، لأنّها واجبة الإزالة ، وما تحتها له حكم الظّاهر. وذهب الحنفيّة إلى استحباب غسلها في الغسل والاستنجاء ، ويفهم من عبارة مواهب الجليل أنّ المالكيّة لا يرون وجوب غسل ما تحت القلفة.

 

Mazhab Syafiiyah dan Hambali mewajibkan untuk mensucikan di bawah ‘kulup’. Sedangkan ulama Hanafiyah dan Malikiyah menghukumi sunah (tidak wajib), demikian pula ulama Malikiyah. (Al-Mausuah Al Fiqhiyah, 2/1995).

 

Demikianlah kekurangan dalam hukum Islam bagi seseorang yang belum khitan. Maka dari itu, wajib bagi Muslim laki-laki untuk segera berkhitan, apalagi sudah dewasa (aqil baligh). Karena jika belum, maka harus mengetahui hukum di atas.