• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Keislaman

Mengkhitankan Anak kepada Juru Khitan Non-Islam, Apakah Diperbolehkan?

Mengkhitankan Anak kepada Juru Khitan Non-Islam, Apakah Diperbolehkan?
Khitan adalah salah stau syariat dalam Islam
Khitan adalah salah stau syariat dalam Islam

Berkhitan atau sunat merupakan salah satu syariat Islam yang meneruskan syariatnya Nabi Ibrahim as. 

 

Ayat-ayat yang berkenaan dengan pensyariatan khitan dapat dipahami dari ketentuan surat An-Nisa’ ayat 125. Kriteria ayat ini masuk dalam dalil implisit pensyariatan khitan:

وَمَنْ اَحْسَنُ دِيْنًا مِّمَّنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَّاتَّبَعَ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبْرٰهِيْمَ خَلِيْلً

[سُورَةُ النِّسَاءِ: ١٢٥]

Artinya: Siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang memasrahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia muhsin (orang yang berbuat kebaikan) dan mengikuti agama Ibrahim yang hanif? Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih(-Nya) (QS An-Nisa ayat 125).

 

Sedangkan dalil haditsnya kita bisa melihat dari riwayatnya Imam Muslim:

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيعًا عَنْ سُفْيَانَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ.

 

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Amru an-Naqid serta Zuhair bin Harb semuanya dari Sufyan, Abu Bakar berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyainah dari az-Zuhri dari Sa’id bin al-Musayyab dari Abu Hurairah dari Nabi saw beliau bersabda, fitrah itu ada lima--atau ada lima perkara yang termasuk fitrah--yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis (HR Imam Muslim).

 

Di negara yang serba majemuk, Indonesia memiliki masyarakat yang sangat beragam, salah satunya dalam agama. Ada yang Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Sehingga wajar jika di segala lapisan dan aspek masyarakat juga diisi dengan orang-orang yang beragam.

 

Contoh saja, satu rumah sakit dan puskesmas, bisa diisi dengan beragam orang yang berbeda agama, sehingga kemungkinan, siapa saja yang berobat ke rumah sakit, bisa ditangani oleh orang yang berbeda-beda agamanya juga. 

 

Permasalahannya, apakah boleh orang yang beragama Islam berkhitan kepada dokter atau juru khitan selain Islam atau non-Islam. 

 

Jawabannya tidak boleh, selama masih ada juru khitan yang beragama Islam sebagaimana yang nukil dari Kitab Asnaa al-Mathaalib, IV/165 dan kitab Al-Syarwani 'alaa al-Tuhfah, VII/202:

الجزء الرابع من أسنى المطالب ، ونص عبارته: وأن الذمية لا تختن مسلمة مع وجود مسلمة

 

Wa annadz dzimiyyata la tukhtinu muslimatan ma'a wujuudi muslimatin

 

Artinya: Asnaa al-Mathaalib, juz IV halaman 165: Juru khitan perempuan yang kafir Dzimmi tidak boleh mengkhitan perempuan muslimah, apabila terdapat juru khitan perempuan yang muslimah.

 

Dari dalil di atas sudah jelas, berkhitan dengan non-Islam maka hukumnya tidak diperbolehkan, akan tetapi jika terpaksa dengan berbagai pertimbangan yang matang, sehingga tidak ada dokter Islam yang bisa mengkhitan pada waktu tersebut, maka tetap diperbolehkan berkhitan dengan siapapun. 

(Yudi Prayoga)


Keislaman Terbaru