• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 3 Mei 2024

Pernik

Muncul Mazhab Baru, Bagaimana Cara Menghadapinya?

Muncul Mazhab Baru, Bagaimana Cara Menghadapinya?
Muncul Mazhab Baru, Bagaimana Cara Menghadapinya? (Ilustrasi gambar: NU Online)
Muncul Mazhab Baru, Bagaimana Cara Menghadapinya? (Ilustrasi gambar: NU Online)

Umat Islam, terutama santri di pondok pesantren salafiyah Ahlussunnah wal Jama’ah Nahdlatul Ulama, selalu didoktrin tentang orientasi mazhab. 


Lembaga pesantren, selalu memperkenalkan kepada para santri, bahwa ilmu agama Islam yang dipelajari bersumber dari Al-Qur’an dan hadits melalui pintu ijtihad para imam mujtahid. 


Dalam Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, para guru, kiai, ustadz memberikan doktrin bahwa para santri mempelajari ilmu fiqih mengikuti 4 mazhab yakni Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali. 


Dalam bidang tasawuf mengikuti Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi. Dan dalam bidang teologi (tauhid) mengikuti Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi.


Meski secara praktik di masyarakat, umat Islam di Indonesia lebih dominan mengikuti mazhab Imam Syafi’i dalam bidang fiqih, mengikuti mazhab Imam Al-Ghazali dalam bidang tasawuf, dan mengikuti mazhab Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dalam bidang tauhid.


Mazhab-mazhab tersebut menjadi acuan dari kehidupan masyarakat Islam di Indonesia sejak berabad-abad ke belakang. Dan mungkin akan tetap menjadi pedoman bagi Islam berabad-abad ke depan.


Jika masyarakat Indonesia dikenalkan atau disebutkan dengan nama mazhab yang baru, mereka mungkin akan asing dan mungkin malah menolak. Karena sepengetahun mereka mazhab adalah yang disebutkan di atas. 


Seperti yang viral, pemimpin Pondok Pesantren Az-Zaytun, Panji Gumilang mengatakan bermazhab Sukarno. Mungkin kedengaran lucu, menimbulkan tawa dan amarah mayoritas rakyat Indonesia. Tetapi kita jangan langsung menghukumi tanpa ada dasar dialog dan penjelasan lebih mendalam, apa yang dimaksud dengan mazhab Sukarno. 


Apakah Sukarno dijadikan mazhab hukum Islam atau mazhab sosial kenegaraan? Karena berbeda disiplin ilmu, berbeda mazhabnya. Ini yang perlu dijelaskan.


Kita yang hidup sekarang, pasti mengikuti teori orang-orang sebelum kita yang mencetuskannya, atau kita sebut sebagai mazhab. 


Dalam Islam kita mungkin mengikuti mazhab yang disebutkan di atas. Dalam filsafat mungkin juga kita mengikuti mazhab Socrates, Plato, dan Aristoteles. Atau mungkin mazhab-mazhab setelah mereka, seperti Rene Descartes, Karl Marx, Heideger, John Locke, dan sebagainya. 


Dalam ilmu sains, ekonomi, sosial, politik, kita juga mengikuti teori-teori peneliti terkemuka pada zamannya. 


Ketika kita mengikuti pemikiran Imam Syafi’i dan mempraktikkannya, berarti kita bermazhab Syafi’i. Ketika kita mengikuti pemikiran Aristoteles dan mempraktikkannya berarti bermazhab Aristoteles, dan ketika kita mengikuti pemikiran Sukarno dan mempraktikkannya, berarti kita bermazhab Sukarno. 


Mazhab sendiri berasal dari bahasa Arab, dzahaba-yadzhabu yang artinya pergi. Kemudian menjadi isim makan (tempat) mazhabun yang artinya tempat untuk pergi. Jadi mazhab merupakan tempat untuk pergi atau tujuan. Tujuan dan pergi untuk mengambil suatu persoalan atau masalah.


Itu pengaplikasian mazhab yang paling populer. Belum lagi, mazhab dalam bidang bertani, berdagang, membangun rumah, membuat irigasi, membuat kue lebaran, membuat kursi, dan sebagainya. Kesemuanya memiliki guru yang bersambung mata rantainya sampai kepada orang yang pertama membuatnya. 


Ketika sampai kepada orang yang pertama kali membuatnya, maka kita bermazhab kepada orang tersebut. Dalam ilmu Islam mungkin kita bermazhab dengan hanya orang Islam. Tetapi dalam kehidupan yang kompleks, kita bermazhab dengan manusia yang majemuk, dari berbagai agama, suku, ras, adat, budaya dan sosial. 


Maka, ketika berbicara mazhab, kita tanya dulu mazhab dalam bidang apa yang dibicarakan. Ketika jelas alurnya, baru kita bisa memetakan, mana yang benar dan mana yang salah. 

(Yudi Prayoga)
 


Pernik Terbaru