Opini

Puasa untuk Next Level: Transformasi Spiritual dalam Makna La‘allakum Tattaqun

Kamis, 13 Maret 2025 | 08:24 WIB

Puasa untuk Next Level: Transformasi Spiritual dalam Makna La‘allakum Tattaqun

Ketua PWNU Lampung, H Puji Raharjo. (Foto: Istimewa)

Ramadhan bukan hanya bulan ibadah rutin, tetapi sebuah fase elevasi spiritual menuju level ketakwaan yang lebih tinggi. Dalam Al-Qur’an, Allah swt menegaskan tujuan utama puasa:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sedang dan akan terus bertakwa (QS Al-Baqarah: 183).


Ayat ini menggunakan fi’il mudhāri’ (kata kerja bentuk sekarang dan akan datang) تَتَّقُونَ (tattaqun), yang menunjukkan proses berkelanjutan dalam membentuk ketakwaan. Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, melainkan latihan spiritual yang sedang dan akan terus berlangsung, membawa kita ke level kesadaran yang lebih tinggi dalam beribadah, berakhlak, dan berhubungan dengan Allah swt.


Secara linguistik, kata tattaqun berasal dari akar kata wa-qā-yā yang berarti melindungi, menjaga, atau bertakwa. Dalam ilmu sharaf, kata ini merupakan bentuk fi‘il mudhāri‘ dari fi‘il madhi ittaqā dengan pola fi’il madhi (past tense): اتَّقَى yang berarti bertakwa, kemudian fi’il mudhāri’ (present-future tense): يَتَّقِي yang bermakna sedang/akan bertakwa. 


Selanjutnya fi’il mudhāri’ untuk dhamir jamak mukhathab (kalian): تَتَّقُونَ yang artinya kalian sedang/akan bertakwa. Kata اتَّقَى berasal dari akar وقى, yang mengalami proses idgham dan mengikuti wazan اِفْتَعَلَ (iftial) dalam bab ifti‘āl (افتعال). Pola ini menunjukkan.

  1. Ittisāf (الاتصاف) – menunjukkan bahwa seseorang sedang/akan memiliki sifat tertentu.
  2. Mutawā’ah (المطاوعة) – menggambarkan bahwa tindakan ini adalah hasil dari kesadaran dan usaha.​​​​​​​
  3. Takalluf (التكلف) – menunjukkan bahwa seseorang berusaha untuk mencapai kondisi tertentu.


Dalam konteks puasa, tattaqun menunjukkan proses berkelanjutan, di mana seseorang sedang dan akan terus melatih diri dalam ketakwaan. Ini berarti bahwa puasa adalah latihan menuju level spiritual berikutnya, bukan hanya rutinitas tahunan yang bersifat stagnan.


Puasa sebagai Transformasi Spiritual Berkelanjutan

Jika puasa hanyalah menahan diri dari makanan dan minuman, maka sekadar lapar dan haus tidak akan membawa manfaat besar. Namun, dalam Islam, puasa adalah latihan untuk membangun karakter takwa secara berkelanjutan. Rasulullah saw bersabda:


الصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا، فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ، فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ


Artinya: Puasa adalah perisai. Jika salah seorang di antara kalian berpuasa, maka jangan berkata kotor dan jangan bersikap bodoh. Jika seseorang mencacinya atau menantangnya bertengkar, maka katakanlah: ‘Aku sedang berpuasa’ (HR Bukhari dan Muslim).


Dari hadits ini, kita memahami bahwa puasa melatih kita dalam kontrol diri, sabar, dan ketahanan spiritual yang terus bertumbuh. Puasa juga dapat menjadi: 


1. Puasa Mengajarkan Kesadaran Diri

Puasa sedang dan akan terus meningkatkan kesadaran kita akan hubungan dengan Allah. Selama Ramadhan, kita lebih disiplin dalam ibadah, lebih sering berdoa, dan lebih peduli terhadap orang lain. Allah swt berfirman:


وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ


Artinya: Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku (QS Al-Baqarah: 186).


Setiap kali kita menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, kita sedang dan akan terus meningkatkan kesadaran bahwa segala sesuatu yang kita lakukan harus dalam ridha-Nya.


2. Puasa Membentuk Karakter Lebih Baik

Rasulullah saw bersabda:


مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ


Artinya: Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak butuh dari lapar dan hausnya (HR Bukhari).


Dari hadits ini, kita memahami bahwa puasa bukan hanya ibadah fisik, tetapi juga ibadah hati dan akhlak. Seseorang yang benar-benar berpuasa sedang dan akan terus memperbaiki dirinya melalui kesabaran, kejujuran, dan kebaikan.


3. Puasa Menjadi Titik Tolak Perubahan Hidup

Puasa adalah latihan menuju versi terbaik diri kita. Setelah Ramadhan, kita sedang dan akan terus mempertahankan kebiasaan baik seperti shalat malam, membaca Al-Qur'an, dan bersedekah. Rasulullah saw bersabda:


أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ


Artinya: Shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam (HR Muslim).


Jika selama Ramadhan kita terbiasa dengan shalat malam, memperbanyak dzikir, dan bersedekah, maka setelah Ramadhan, kita sedang dan akan terus mempertahankan kebiasaan tersebut.


Puasa bukan hanya soal menahan diri selama 30 hari, tetapi latihan untuk terus bertumbuh dalam ketakwaan. Allah swt menggunakan kata tattaqun dalam bentuk fi’il mudhāri’, menandakan bahwa ketakwaan adalah proses yang terus berjalan, bukan hasil instan.


Sebagai Muslim, kita harus memastikan bahwa setelah Ramadhan, kita tidak kembali ke kebiasaan lama, tetapi justru meningkatkan ibadah, akhlak, dan hubungan kita dengan Allah swt. Ramadhan adalah kesempatan untuk naik ke level berikutnya dalam spiritualitas kita. Mari jadikan puasa ini sebagai titik awal transformasi yang berkelanjutan.


H Puji Raharjo Soekarno, Ketua Tanfidziyah PWNU Lampung