• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Membeli Adalah Bershadaqah

Membeli Adalah Bershadaqah
foto ilustrasi (bola.com)
foto ilustrasi (bola.com)

JUAL beli merupakan aktivitas tukar menukar barang dengan tujuan saling menguntungkan kedua belah pihak. Aktivitas ini sudah ada sejak manusia saling berinteraksi, saling membutuhkan barang satu sama lain.

 

Meski cara jual beli dahulu dengan sekarang sudah sangat berbeda dan banyak perubahannya. Membeli dan menjual merupakan pekerjaan yang mulia, karena terlepas dari berbagai maksiat dan kemalasan seperti mencuri, menipu dan meminta-minta. Asalkan jual belinya dengan ketentuan syariat Islam.

 

Bahkan aktivitas tersebut mendapatkan legitimasi dari Allah yang tercantum di dalam kitab suci Al-Qur’an. Diantaranya Surat Al Baqarah Ayat 198, “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan-mu. "

 

Kemudian dalam Surat Al Baqarah Ayat 275, “Dan Allah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba.” Sedangkan dalam Surat Al-Baqarah Ayat 276, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”

 

Ayat 276 Surat Al-Baqarah itu menggambarkan bahwa peranan penting dari shadaqah bisa memusnahkan riba, andaikata seluruh umat manusia di muka bumi memiliki hobi bershadaqah (biasa disebut sedekah) maka maksiat, riba, pencurian dan kemiskinan akan hilang dengan sendirinya.  

 

Salah satu istilah yang tidak umum didengar oleh masyarakat yakni bahwa membeli sesuatu ke warung atau toko, merupakan bentuk shadaqah kepada pedagangnya.

 

Saya coba mengutip perkataan dua ulama tanah air, yakni Syekh Abdul Ghouts (Abah Aos), seorang Mursyid Thariqah Qadiriyyah wa Naqsabandiyah di Pondok Pesantren Sirnarasa Tasik Malaya, Jawa Barat dan KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha), seorang kiai pengasuh pondok pesantren Tahfidul Qur’an LP3IA. Keduanya mengatakan bahwa secara tidak langsung membeli merupakan aktivitas bershadaqah, yakni shadaqahnya seorang pembeli kepada penjual.

 

Bershadaqah lewat membeli merupakan perbuatan mulia, karena jika kita memberikan uang Rp 500  atau Rp 1000 kepada seseorang atau penjual, kadang banyak yang minder untuk menerimanya bahkan mungkin ada yang tersinggung dan menolak atau bahkan merasa tidak ada harga diri. Muncul di pikiran,  alangkah hinanya menerima Rp 500.

 

Tetapi berbeda hal jika kita bershadaqah dengan membeli barangnya meski Rp 500 atau Rp 1000 pasti akan diterima. Ini merupakan siasat yang baik dalam bershadaqah.

 

Kepada seluruh umat muslim, bantulah saudara kita sesama muslim yang dagang di warung-warung pinggir jalan dan pedagang kaki lima, dengan cara membeli dagangannya. Karena dengan cara tersebut kita secara tidak langsung telah bershadaqah kepada mereka.

 

Jika dagangan mereka habis, maka besok mereka akan semangat membuat menu dan berdagang kembali. Jika hanya memberikan uang tanpa membeli barangnya, juga dikhawatirkan barangnya utuh dan dibuang, sehingga tidak semangat bekerja kembali, dan akhirnya lebih enak mengandalkan meminta saja, tanpa berproses.

 

Kenapa kita dianjurkan untuk membeli di warung-warung kecil selain di mall, karena warung kecil dan pedagang kaki lima untung jualannya kadang hanya cukup untuk mencukupi makan sehari-hari. Mereka tidak memikirkan keuntungannya digunakan untuk rekreasi, mengoleksi barang mewah atau barang antik.

 

Hal ini merupakan bentuk kasih sayang dan pemerataan ekonomi masyarakat khususnya umat muslim.


Bisa juga kita bershadaqah dengan membeli jasanya seseorang. Salah satunya memberikan pekerjaan kepada orang yang menganggur.

 

Ketika kita memberikan pekerjaan kepada seseorang untuk untuk membantu mengurus kebun kita seperti mencangkul, memotong rumput dan memanen hasil tanaman atau bisa juga memberikan jasa untuk menjaga toko, otomatis kita telah bershadaqah dengan membeli jasa seseorang tersebut.

 

Hal ini merupakan shadaqah paling mulia, dibandingkan kita hanya memberikan kepada orang yang meminta-minta tanpa memberikan suatu jasa, yang dengan hal tersebut justru kadang membuat manusia tidak mau bergerak dan hanya mengandalkan meminta saja, nanti lama kelamaan menjadi pemalas.


Saya mempunyai kisah tersendiri dalam keluarga, ketika masih kecil saat tinggal bersama orang tua. Ibu saya selalu membeli barang dagangan seseorang yang keliling dipikul atau didorong menggunakan gerobak, yang kadang mereka berjalan atau mendorong gerobak sepanjang 5 km. Seperti membeli cobek batu dan peralatan masak.

 

Ketika saya bertanya kepada ibu, kenapa membeli barang yang di rumah saja sudah punya, ibu menjawab, beliau merasa kasihan dan iba kepada mereka yang berjualan dan berjalan jauh namun belum ada yang membelinya. Hitung-hitung mengurangi beban berat mereka, dan cobeknya bisa dihibahkan anak dan cucu.

 

Demikianlah, manusia dianjurkan bershadaqah  semampunya, bisa secara langsung, bisa dengan bentuk tunjangan hari raya (THR), bisa dengan memborong dagangannya, atau memberi upah jasanya.

 

Semua ada jalan untuk bershadaqah dengan kemampuan kita maisng-masing. Justru kita dilarang bershadaqah sampai melampaui batas kemampuan dan kepemilikan kita.

 

Seperti yang tercantum di dalam firman Allah Swt, QS Al-Talaq, Ayat 7, “Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.”

 

Begitu juga di dalam hadits nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah R.A. Rasulullah Saw bersabda, “Setiap ruas tulang manusia harus disedekahi setiap hari di saat terbitnya matahari: berbuat adil terhadap dua orang (mendamaikan) adalah sedekah; menolong seseorang naik kendaraannya, membimbingnya, dan mengangkat barang bawaannya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah; berkata yang baik juga termasuk sedekah.

 

Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan sholat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

(Yudi Prayoga/ pengajar di Madrasah Diniyyah Manbaul Hikmah, Bandar Lampung).

 


Opini Terbaru