• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 29 April 2024

Warta

PWNU Lampung Non-Aktifkan Pengurus yang Jadi Caleg dan Tim Sukses Capres-Cawapres

PWNU Lampung Non-Aktifkan Pengurus yang Jadi Caleg dan Tim Sukses Capres-Cawapres
Ketua PWNU Lampung, H Puji Raharjo. (Foto: Istimewa)
Ketua PWNU Lampung, H Puji Raharjo. (Foto: Istimewa)

Bandar Lampung, NU Online Lampung

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung menon-aktifkan fungsionaris pengurus wilayah NU, Banom, dan Lembaga yang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) dan menjadi tim sukses calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) pemilu 2024. 


Hal ini diungkapkan Ketua PWNU Lampung H Puji Raharjo saat diwawancarai media, Jumat (26/1/2024). Sesuai dengan Peraturan Perkumpulan NU, Kiai puji mengatakan bahwa pengurus NU di semua tingkatan yang ikut dalam kontestasi politik harus non-aktif sampai dengan proses pesta demokrasi rampung. Hal ini untuk menjaga khittah NU yang tidak ikut dalam politik praktis.


“Beberapa pengurus harian sudah kita nonaktifkan sebagai pengurus, selama kontestasi ini untuk menjaga independensi Nahdlatul Ulama dalam Pemilihan Umum,” ungkapnya.


Ia menambahkan bahwa berpolitik praktis merupakan hak setiap individu setiap warga NU. Namun yang tidak diperbolehkan adalah membawa-bawa organisasi dan struktur NU dalam ajang kontestasi ini.


Jika ada pengurus NU, Banom, dan Lembaga NU yang membawa-bawa organisasi, maka akan mendapatkan sanksi, baik sanksi secara organisasi maupun sanksi moral.


“Ada sanksi moral karena tidak mempunyai komitmen, tidak patuh terhadap keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),” tegasnya.


Pada kesempatan tersebut, ia mengingatkan bahwa Pemilu merupakan proses lima tahunan yang harus dilalui oleh warga NU dan seluruh elemen bangsa. Jangan sampai pesta demokrasi ini malah memunculkan polarisasi di tengah masyarakat dan menjadikan disintegrasi bangsa.


“Bagi NU Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945 merupakan poin penting yang harus dijaga bersama oleh seluruh bangsa, khususnya warga NU,” katanya.


Sebagai pedoman dalam berpolitik, ia mengingatkan warga NU dengan sembilan pedoman berpolitik warga NU hasil Muktamar ke-28 NU tahun 1989 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta:

  1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD1945.
  2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir dan batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat.
  3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.
  4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika dan budaya yang berketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama. 
  6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaqul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
  7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.
  8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga Nahdlatul Ulama harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
  9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.

(Muhammad Faizin)


Warta Terbaru