• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Warta

Konsep Kebaikan Berawal dari Dipaksa yang Akan Jadi Terbiasa

Konsep Kebaikan Berawal dari Dipaksa yang Akan Jadi Terbiasa
KH Imam Syibaweh saat memberikan ceramah di Pesantren Miftahul Falah
KH Imam Syibaweh saat memberikan ceramah di Pesantren Miftahul Falah

Lampung Timur, NU Online Lampung
Pengasuh Pesantren Darussalamah, Braja Dewa Lampung Timur, KH Imam Syibaweh (Gus Baweh) menyampaikan dalam belajar harus siap memaksakan diri. Memaksa dari sifat malas untuk tercapainya sebuah tujuan, seperti ingin menguasai ilmu alat atau grammar bahasa Arab.


Hal itu disampaikan pada Haflah Imtihan Alfiyah Ibnu Malik dan wisuda Al-Quran bil ghoib dan bil nadzor 30 juz. Acara itu digekar di halaman Pesantren Miftahul Falah Sumber Sari, Desa Teluk Dalem, Kecamatan Mataram Baru, Kabupaten Lampung Timur, Sabtu (26/3/2022). 


Lek pengen iso kudu mekso ngafalne jer, amil nawasih lan liyo-liyone (kalau ingin bisa harus memaksakan diri menghafal jar majrur, amil nawasih dan lain-lainnya) dalam ilmu kaidah bahasa Arab. Jika ingin bisa grammar bahasa Arab,” ujarnya. 


Belajar juga harus ikhlas, karena konsep amal saleh bermula dari dipaksa seperti shalat tahajud, dengan terpaksa maka lama-lama akan terbiasa. Seperti orang yang hafalan Al-Quran, Alfiyah, Imriti, dan sebagainya jika tidak dipaksa maka tidak mungkin hafal. Begitupun konsep keluarga semua pasti dipaksa untuk cocok atau sama visi misi. 


Lalu konsep ekonomi keluarga, juga harus nyukup-nyukupne atau sederhana. Pengajian juga harus dipaksa berangkat karena kerepotan aktivitas seseorang yang masih hidup itu tidak pernah selesai. 


Ia juga teringat pesan Mbah Yai Ahmad Shodiq yang mengatakan, nandur nongko buahe ora langsung gede, didol yo ora larang (menanam buah nangka tidak langsung besar, dan kemudian dijual tidak mahal harganya). Intinya semua itu perlu proses. Pesan itu ia sampaikan khusus kepada para santri yang wisuda Alfiyah Ibnu Malik dan khotmil Quran. 


“Manusia itu khalifah fil ard atau pemimpin di muka bumi. Jadi, santri harus semangat belajar karena kalianlah kelak yang akan memimpin masa depan bangsa,” ungkapnya.


KH Imam Syibaweh yang biasa disapa Gus Baweh menambahkan, karena belajar itu tidak ada batas waktu minal mahdi ilaa lahdi atau dari lahir hingga liang lahad. Orang cerdas itu tidak meniru, akan tetapi mampu menciptakan, alias gawe dewe (membuat sendiri). Ia memotivasi kepada para santri bahwa santri harus kreatif dan kaya inovasi tidak perlu meniru-niru produk barat yang tren, yang bersifat negatif. 


Kemudian warga NU penggemar bid'ah, namun bid'ah hasanah, seperti shalat jama'ah tarawih, karena di zaman Umar bin Khattab berawal shalat tarawih berjama'ah di masjid selama satu bulan penuh. Karena di zaman Nabi Muhammad saw shalat tarawih di masjid hanya beberapa malam saja. 


Titik agama itu tidak hanya yang dilakukan Nabi Muhammad saw saja, jika demikian maka Islam akan jumud atau stagnan. Sementara perubahan zaman bersifat dinamis dan terus berubah. Masalah yang timbul antara zaman Nabi hingga saat inipun berbeda. 


Sementara Ketua Pelaksana, Gus Alfan Afifi dalam sambutannya menyampaikan, Wisuda santri pada tahun ini sejumlah 87 orang.


“Dengan rincian bil ghoib 4 orang, Madradah Diniyah (Madin) 21 orang, metode baca Al-Quran Yanbu'a 44 orang, Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) 13 orang, lulusan Alfiyah 5 orang,” katanya.


Ia juga menyampaikan terima kasih kepada tamu undangan yang berkenan hadir dan turut memberi doa restu kepada para santri yang diwisuda. Semoga kehadiran bapak ibu menambah keberkahan kepada para santri. 
(Rifai Aly)


Warta Terbaru