• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Literasi

Tanjung Raja Awal Mula Berdirinya NU di Lampung

Tanjung Raja Awal Mula Berdirinya NU di Lampung
Ila Fadilasadi saat memaparkan Buku Sejarah dan Pertumbuhan NU di Lampung
Ila Fadilasadi saat memaparkan Buku Sejarah dan Pertumbuhan NU di Lampung

Lampung Tengah, NU Online Lampung
Buku Sejarah dan Pertumbuhan NU di Lampung terus diminati untuk dibahas dan diketahui Nahdliyin yang ada di Provinsi Lampung dengan melakukan bedah buku. Hal ini seperti yang dilakukan Komunitas Rumah Kebun Shodiqussalam (Kaukus), Sabtu (22/1/2022) di Desa Tanjungjaya, Kecamatan Bangunrejo, Lampung Tengah.

 

Penulis buku, Ila Fadilasari memaparkan, dalam menulis buku sejarah NU Lampung tersebut, dia mempelajari kapan awalnya jamiyah NU yang berdiri secara nasional tahun 1926, menyebar ke berbagai daerah. 

 

"Dari penelusuran berbagai dokumen muktamar, ditemukan informasi bahwa penyebaran NU ke luar Pulau Jawa itu diputuskan dalam Muktamar Ke-3, pada September 1928. Salah satu hasil yang terpenting adalah membentuk Lajnah Nasihin," katanya. 

 

Lajnah Nasihin itu pada intinya menyebarkan paham Ahlussunnah wal Jama'ah, yang kemudian menjadi legitimasi untuk menyebarkan NU ke seluruh penjuru tanah air. 

 

Keberadaan tim itu sangat penting. Tim itu beranggotakan sembilan orang, termasuk KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Chasbullah. "Sejak itulah NU makin disebarluaskan ke luar Pulau Jawa, termasuk di antaranya ke Provinsi Lampung," kata Ila dalam diskusi yang dihadiri generasi muda NU, pengurus NU di tingkat MWC dan ranting, serta masyarakat sekitar. 

 

Di Lampung sendiri, cabang NU pertama kali didirikan di Tanjung Raja, yang sekarang merupakan salah satu kecamatan di Lampung Utara. "Tokoh yang menginisiasi pendiriannya adalah KH Fadlil Amin, murid dari Hadratussyekh Hasyim Asy'ari. Kiai Fadlil ditugaskan mendirikan NU di kampung halaman, saat dia berpamitan hendak pulang ke kampung pada tahun 1930," kata Ketua Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) PWNU Lampung itu. 

 

Meski begitu, Kiai Fadlil tidak masuk dalam struktur kepengurusan NU. Para tokoh dan ulama setempatlah yang kemudian ditunjuk dan disepakti menjadi rais syuriyah, ketua tanfidziyah, sekretaris, dan lainnya. 

 

Sementara itu akademisi dari IAIN Metro, Ahmad Muzaki mengatakan, buku ini menjadi oase di tengah minimnya referensi tentang NU dan sejarahnya di Lampung. "Buku ini  bisa  menjadi referensi bagi siapa saja yang ingin mempelajari sejarah dan pertumbuhan NU di Lampung," ujarnya. 

 

Ahmad Muzaki mengatakan, selama ini paradigma sejarah di Indonesia hanya sebagai romantisme saja, untuk mengingat masa lalu. Padahal seharusnya sejarah dapat menjadi etika. Ini yang perlu dipikirkan generasi muda menjelang satu abad NU.

 

"Melalui buku ini kita bisa mempelajari nilai-nilai sejarah yang telah dirintis dan ditorehkan oleh para pendiri NU. Kerja keras mereka adalah tauladan bagi kita generasi muda NU, untuk lebih baik dalam berkhidmat, baik pada jamiyah NU maupun pada bangsa," katanya. 

 

Pendiri Kaukus, Budi Hadiyunanto mengatakan, dengan mendengarkan pemaparan penulis saat diskusi, mereka seolah dibawa ke masa saat jamiyah NU pertama kali didirikan pada masa penjajahan Belanda.  

 

"Kita jadi bisa membayangkan bagaimana perjuangan para pendiri NU, dengan semua keterbatasan pada masa itu. Apalagi Indonesia saat itu dalam masa penjajahan Belanda," katanya. 

 

Sekretaris Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda (GP) Ansor Provinsi Lampung itu mengusulkan, agar ada riset dan buku-buku lainnya yang mengulas kiprah tokoh NU di Lampung. "Masih banyak hal menarik yang bisa kita angkat. Semoga LTN NU Lampung bisa menulis buku-buku berikutnya," ujarnya.

(Dian Ramadhan)


Literasi Terbaru