Syiar

Usaha Menangguhkan Haid Untuk Menyelesaikan Ibadah Haji

Sabtu, 22 Agustus 2015 | 22:57 WIB

HAID atau datang bulan sudah menjadi kodrat seorang wanita. Tapi, bagaimana hukumnya bila seorang wanita melakukan usaha menangguhkan haid dengan maksud agar dapat menyelesaikan ibadah haji, dan bagaimana pula hukum hajinya? Jawaban: Usaha menangguhkan haidh tersebut boleh, asal tidak membahayakan, dan hukum hajinya sah. Keterangan dari kitab: 1. Ghayah Talkhishil Murad : وَفِيْ فَتَاوِى اْلقِمَاطِ مَا حَاصِلُهُ جَوَازُ اسْتِعْمَالِ الدَّوَاءِ لِمَنْعِ الْحَيْضِ. “Dalam Fatawal Qimath disimpulkan, boleh mempergunakan obat-obatan untuk mencegah haid.” 2. Qurratul ‘Ain : مَسْأَلَةٌ: إِذَا اسْتَعْمَلَتِ الْمَرْأَةُ دَوَاءً لِرفْعِ دَمِ الْحَيْضِ أَوْ تَقْلِيْلِهِ فَإِنَّهُ يُكْرَهُ مَا لَمْ يَلْزَمْ عَلَيْهِ قَطْعُ النَّسْلِ أَوْ قِلَّتُهُ وَإِلاَّ حَرُمَ. ”Masalah: Jika seorang perempuan menggunakan obat untuk mencegah haid atau menundanya maka hukumnya makruh sepanjang tidak menyebabkan terputusnya keturunan atau menundanya. Jika tidak, maka haram.” 3. Al-Madzahibul Arba’ah : أَمَّا إِذَا خَرَجَ دَمُ الْحَيْضِ بِسَبَبِ دَوَاءٍ فِيْ غَيْرِ مَوْعِدِهِ فَإِنَّ الظَّاهِرَ عِنْدَهُمْ لاَ يُسَمَّى حَيْضًا. فَعَلَى الْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَتُصَلِّيَ وَلَكِنْ عَلَيْهَا أَنْ تَقْضِيَ الصِّيَامَ احْتِيَاطًا ِلاحْتِمَالِ أَنْ يَكُوْنَ حَيْضًا وَلاَ تَنْقَضِى بِهِ عِدَّتُهَا وَهَذَا بِخِلاَفِ مَا إِذَا اسْتَعْمَلَتْ دَوَاءً يَنْقَطِعُ بِهِ الْحَيْضُ فِيْ غَيْرِ وَقْتِهِ الْمُعْتَادِ. فَإِنَّهُ يُعْتَبَرُ طُهْرًا. وَتَنْقَضِيْ بِهِ الْعِدَّةُ عَلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوْزُ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَمْنَعَ حَيْضَهَا أَوْ تَسْتَعْجِلَ إِنْزَالَهُ إِذَا كَانَ ذَلِكَ يَضُرُّ صِحَّتَهَا ِلأَنَّ الْمُحَافَظَةَ عَلَى الصِّحَّةِ وَاجِبَةٌ. “Jika darah haid itu keluar di luar waktunya karena menggunakan obat, maka menurut pendapat yang kuat di kalangan ulama, darah tersebut dipandang bukan haid. Perempuan tersebut tetap wajib berpuasa dan shalat, akan tetapi ia masih berkewajiban untuk mengqadha puasanya demi kehati-hatian karena kemungkinan itu sebagai haid, dan iddah-nya tidak dipandang habis. Hal ini berbeda dengan perempuan yang menggunakan obat untuk menghentikan haid di luar waktunya, maka itu dipandang suci, dan karenanya iddah-nya dipandang habis. Tidak boleh bagi perempuan menunda waktu haid atau mempercepatnya jika mengganggu kesehatannya, sebab menjaga kesehatan adalah wajib.” (dari muktamar ke-28)