Ila Fadilasari
Penulis
Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri selalu disambut dengan gegap gempita oleh umat Muslim di seluruh dunia. Setelah berpuasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan, tibalah saatnya kita merayakan hari kemenangan.
Sejak sore hari 1 Syawal diumumkan oleh pemerintah, gema takbir langsung berkumandang di masjid-masjid dan mushola. Kadang juga disertai sejumlah aksi pawai.
Pagi harinya, umat Islam bersiap ke masjid dengan riang gembira, mengenakan pakaian serba baru untuk menunaikan shalat Idul Fitri, yang kemudian dilanjut dengan bersilaturahim ke keluarga, kerabat, tetangga, teman kantor, dan sebagainya.
Pertanyaannya, apakah kita sudah pantas merayakan hari kemenangan tersebut? Sepanjang bulan Ramadhan kita harus menahan berbagai hawa nafsu, makan, minum, amarah,dan hal-hal lain yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam.
Puasa Ramadhan untuk Meraih Ketakwaan
Setelah melewati momen-momen penting sebulan penuh, umat Islam pun berhak mendapatkan hasilnya. Apa hasil itu Jawabannya tak lain adalah predikat “takwa”. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam Surat al-Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Takwa merupakan standar paling tinggi tingkat kemuliaan manusia. Seberapa tinggi derajat mulia manusia tergantung pada seberapa tinggi takwanya. Inna akramakum ‘indallâhi atqâkum.
Dalam konteks puasa Ramadhan, tentu takwa tak bisa digapai dengan sebatas menahan lapar dan dahaga. Ada yang lebih substansial yang perlu ditahan, yakni tergantungnya manusia kepada hal-hal selain Allah, termasuk hawa nafsu.
Baca Juga
Doa Akhir Ramadhan, Dibaca setelah Ashar
Orang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh akan mencegah dirinya dari segala macam perbuatan tercela seperti berbohong, bergunjing, merendahkan orang lain, riya’, menyakiti pihak lain, dan sebagainya. Dengan melakukan itu, puasa kita mungkin sah secara fiqih, tapi belum tentu bernilai pahala di mata
Allah subhanahu wata’ala.
Rasulullah pernah bersabda:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
Artinya: Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya selain rasa lapar saja (HR Imam Ahmad).
Tanda-Tanda Orang yang Bertakwa
Dilansir dari NU Online, ciri-ciri atau tanda-tanda orang bertakwa terdapat dalam beberapa ayat Al-Quran. Salah satu ayatnya terdapat dalam Surat Ali Imran:
Baca Juga
Doa Sepanjang Perjalanan Mudik Lebaran
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَـــافِينَ عَنِ النَّــاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُـحْسِنِــينَ
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ’ (senang) dan pada saat dlarrâ’ (susah), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS Ali Imran: 134).
Ayat tersebut memaparkan tiga sifat yang menjadi ciri orang bertakwa. Pertama, gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi senang ataupun sulit. Orang bertakwa tidak akan sibuk hanya memikirkan diri sendiri. Ia berjiwa sosial, menaruh empati kepada sesama, serta rela berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan.
Dalam konteks Ramadhan dan Idul Fitri, sifat takwa pertama ini sebenarnya sudah mulai didorong oleh Islam melalui ajaran zakat fitrah.
Zakat fitrah merupakan simbol bahwa “rapor kelulusan” puasa harus ditandai dengan mengorbankan sebagian kekayaan kita dan menaruh kepedulian kepada mereka yang lemah.
Ayat tersebut menggunakan fi’il mudhari’ yunfiqûna yang bermakna aktivitas itu berlangsung konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat dipahami bahwa zakat fitrah hanyalah awal atau “pancingan” bagi segenap kepedulian sosial tanpa henti pada bulan-bulan berikutnya.
Kedua, mampu menahan amarah. Marah merupakan gejala manusiawi. Tapi orang-orang yang bertakwa tidak akan mengumbar marah begitu saja. Selayak termos, orang bertakwa semestinya mampu menyembunyikan panas di dadanya sehingga orang-orang di sekitarnya tidak tahu bahwa ia sedang marah. Bisa jadi ia tetap marah, namun ketakwaan mencegahnya melampiaskan itu karena tahu mudarat yang bakal ditimbulkan.
Termos hanya menuangkan air panas pada saat yang jelas maslahatnya dan betul-betul dibutuhkan. Patutlah pada kesempatan lebaran ini, umat Islam mengontrol emosinya sebaik mungkin. Mencegah amarah menguasai dirinya, dan bersikap kepada orang-orang pernah membuatnya marah secara wajar dan biasa-biasa saja. Ramadhan semestinya telah melatih orang untuk berlapang dada, bijak sana, dan tetap sejuk menghadapi situasi sepanas apa pun.
Ketiga, memaafkan kesalahan orang lain. Sepanjang Ramadhan, umat Islam paling dianjurkan memperbanyak permohonan maaf kepada Allah dengan membaca:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Artinya: Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku.
Kata ‘afw (maaf) diulang tiga kali dalam kalimat tersebut, menunjukkan bahwa manusia memohon dengan sangat serius ampunan dari Allah swt. Memohon ampun merupakan bukti kerendahan diri di hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak kesalahan dan tak suci.
Cara ini, bila dipraktikkan dengan penuh pengahayatan, sebenarnya melatih orang selama Ramadhan tentang pentingnya maaf. Bila diri kita sendiri saja tak mungkin suci dari kesalahan, alasan apa yang kita tidak mau memaafkan kesalahan orang lain?
Maaf merupakan sesuatu yang singkat namun bisa terasa sangat berat karena persoalan ego, gengsi, dan unsur-unsur nafsu lainnya. Amatlah arif ulama-ulama di Tanah Air yang menciptakan tradisi bersilaturahim dan saling memaafkan di momen lebaran.
Menjadi lengkap ketika kita usai membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan kepada Allah, selanjutnya kita saling memaafkan kesalahan masing-masing di antara manusia.
Terpopuler
1
Gus Ulil Tidak Sedang Membela Tambang
2
KH Saifuddin Zuhri dan KH Muhtar Ghozali Terpilih Jadi Rais dan Mudir JATMAN Lampung pada Muswil 2025
3
GP Ansor Way Kanan Gelar PKD, Tingkatkan Kapasitas dan Kualitas Kader
4
Marindo Kurniawan Dilantik menjadi Sekdaprov Lampung, Ini Daftar Karir dan Penghargaan yang Pernah Diraih
5
Ketua PWNU Lampung: Santri Harus Siap Menanggung Pahitnya Belajar Demi Terangnya Masa Depan
6
Memaknai Doa Nabi Musa Minta Jodoh, KH Sujadi: Ciptakan Suasana Surgawi dalam Rumah Tangga
Terkini
Lihat Semua