• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 29 April 2024

Syiar

Memejamkan Mata Ketika Shalat, Bagaimana Hukumnya?

Memejamkan Mata Ketika Shalat, Bagaimana Hukumnya?
Memejamkan Mata Ketika Shalat, Bagaimana Hukumnya?. (Ilustrasi foto: NU Online)
Memejamkan Mata Ketika Shalat, Bagaimana Hukumnya?. (Ilustrasi foto: NU Online)

Dalam praktik shalat, seorang Muslim menghadap kiblat dan memasuki keadaan ibadah dengan niat yang tulus. Shalat yang khusyu’ lebih utama dari shalat yang tidak khusyu’. 


Bahkan sebagian ulama, seperti Imam Al-Ghazali, mensyaratkan shalat harus dalam keadaan khusyu’. Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menjalani shalat dengan khusyu’.


Beberapa orang memilih untuk menundukkan pandangan mereka. Sementara yang lain memilih untuk melaksanakan shalat di tempat yang minim cahaya. Ada juga yang lebih memilih shalat di lingkungan yang tenang atau jauh dari keramaian. 


Sebagian orang sengaja memejamkan mata ketika shalat. Tujuannya agar pikiran dan hatinya tetap tenang. Padahal dalam shalat juga kita dianjurkan mengarahkan pandangan ke tempat sujud. 


Salah satu pertanyaan umum yang sering muncul adalah apakah seorang Muslim boleh atau seharusnya memejamkan mata saat melaksanakan shalat untuk mendapatkan kekhusyukan? 


Dilansir dari NU Online, Syekh Abu Bakar Syaththa Ad-Dimyati dalam I’anatut Thalibin merinci hukum memejamkan mata menjadi empat perincian: 


Pertama, memejamkan mata saat shalat pada asalnya boleh dan tidak makruh, karena memang tidak ada larangan khusus soal itu. Memajamkan mata dalam shalat dibolehkan selama aman dan tidak membahayakan. Ia mengatakan:


ولا يكره تغميض عينيه، أي لأنه لم يرد فيه نهي 


Artinya: Tidak dimakruhkan memejamkan mata saat shalat karena tidak ada dalil yang melarangnya. 


Kedua, memejamkan mata ketika shalat diwajibkan ketika ada yang tidak menutup aurat dalam saf shalat. Ini biasanya jarang terjadi, kecuali pada masyarakat yang sedang mengalami krisis pakaian. 


Pada situasi tertentu, kalau pakaian yang menutup aurat tidak ditemukan, atau sarana lain yang digunakan untuk menutup aurat juga tidak ada, dibolehkan shalat dalam kondisi tanpa busana. Dalam situasi seperti ini kita diwajibkan memejamkan mata. Syekh Abu Bakar mengatakan:


وقد يجب التغميض إذا كان العرايا صفوفا 


Artinya: Wajib memejamkan mata kalau ada yang tidak busana dalam saf shalat. 


Ketiga, memejamkan mata disunnakan kalau shalat di tempat yang banyak gambar dan ukiran. Memejamkan mata disunnahkan dalam kondisi ini bila gambar dan ukiran tersebut bisa menganggu pikiran kita. Dalam I’anatul Thalibin dijelaskan:


وقد يسن كأن صلى لحائط مزوق ونحوه مما يشوش فكره 


Artinya: Disunahkan memejamkan mata bila shalat dekat dinding yang diukir dan seumpamanya jika hal itu bisa menganggu pikiran.


Keempat, dimakruhkan memejamkan bila berbahaya, yaitu shalat di tempat yang banyak ular atau binatang yang membahayakan karena memejamkan mata bisa membahayakan tubuh. 


Mengenai pandangan mata ketika shalat, seluruh anggota tubuh diatur posisinya dan tidak boleh melakukan gerakan di luar shalat lebih dari tiga kali karena hal itu dapat membatalkan shalat. Termasuk dalam hal ini soal pandangan atau ke mana seharusnya pandangan mata diarahkan saat shalat. 


Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in menjelaskan:


وسن إدامة نظر محل سجوده لأن ذلك أقرب إلى الخشوع، ولو أعمى، وإن كان عند الكعبة أو في الظلمة، أو في صلاة الجنازة. نعم، السنة أن يقتصر  نظره على مسبحته عند رفعها في التشهد لخبر صحيح فيه.


Artinya: Disunahkan melanggengkan pandangan mata ke arah tempat sujud supaya lebih khusyu’, sekalipun tuna tentra, sedang shalat dekat Ka’bah, shalat di tempat yang gelap, ataupun shalat jenazah. Namun disunahkan mengarahkan pandangan mata ke jari telunjuk, terutama ketika mengangkat jari telunjuk, saat tasyahud akhir, karena ada dalil shahih tentang kesunahan itu. 

Merujuk pada pendapat di atas, orang yang shalat dianjurkan mengarah ke tempat sujud, mulai dari takbiratul ihram sampai salam meskipun shalat di depan Ka’bah atau di tempat yang gelap. 


Anjuran menghadap tempat sujud itu bertujuan agar shalat yang dilakukan bisa lebih fokus dan khusyu’. Namun pada saat tasyahud akhir, dianjurkan mengarahkan pandangan mata ke jari telunjuk ketika mengangkatnya. 


Oleh karena itu, tidak pantas bila dalam shalat mata melirik ke kanan dan kiri, ke atas dan ke bawah, sebab bisa menganggu konsentrasi saat mengerjakan shalat. Apalagi sampai menggelengkan kepala ke kanan dan kiri, atau ke atas dan ke bawah.


Demikianlah, penjelasan mengenai hukum memejamkan mata ketika shalat. Semoga senantiasa dapat menambah khazanah keislaman kita. 


Syiar Terbaru