Kencing Berdiri, Makruh atau Haram dalam Islam? Ini Penjelasannya
Sabtu, 16 November 2024 | 09:25 WIB
Yudi Prayoga
Penulis
Kencing atau buang air kecil, adalah proses tubuh mengeluarkan urine melalui saluran kemih. Proses ini penting untuk membuang zat sisa dan racun dari tubuh.
Dalam Islam, ketika membuang air kecil hendaknya dilakukan dengan adab yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw, sehingga perbuatannya tetap daam koridor syariat.
Dilansir dari NU Online, salah satu adab dalam buang hajat adalah melakukannya dengan cara duduk, baik ketika membuang air kecil ataupun air besar. Buang hajat dengan cara berdiri adalah pekerti yang tidak baik dan tidak dibenarkan oleh syariat. Dalam hal ini Sayyidah ‘Aisyah menjelaskan:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوْهُ مَا كَانَ يَبُوْلُ إِلَّا جَالِسًا
Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah radliyallahu ‘anha beliau berkata, ‘Barangsiapa yang berkata bahwa Rasulullah kencing dengan berdiri, maka jangan kalian benarkan. Rasulullah tidak pernah kencing kecuali dengan duduk (HR An-Nasa’i).
Baca Juga
Cara Bersuci Menggunakan Batu
Dalam hadits yang lain, Rasulullah secara tegas melarang kencing dengan cara berdiri. Larangan tersebut seperti yang tercantum dalam hadits riwayat Sahabat Jabir bin Abdillah:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يَبُولَ الرَّجُلُ قَائِمًا
Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kencing dengan berdiri (HR Baihaqi).
Lantas apakah larangan dalam hadits di atas mengarah pada hukum haramnya kencing dengan cara berdiri? Atau hanya sebatas dimakruhkan? Para ulama menghukumi kencing dengan cara berdiri sebagai perbuatan yang makruh selama tidak ada uzur (kendala).
Sehingga pelakunya tidak sampai terkena dosa, meski perbuatan itu sebaiknya tetap dihindari. Hukum makruh ini akan hilang tatkala seseorang memiliki uzur, seperti terdapat penyakit atau luka yang menyebabkan dirinya terasa berat (masyaqqah) ketika kencing dilakukan dengan duduk. Perincian hukum demikian, seperti yang dijelaskan oleh Syekh Sulaiman al-Bujairami:
ويكره أن يبول قائما من غير عذر لما روي عن عمر رضي الله عنه أنه قال : ما بلت قائما منذ أسلمت ، ولا يكره ذلك للعذر لما روى {النبي صلى الله عليه وسلم أتى سباطة قوم فبال قائما لعذر} ـ
Artinya: Makruh kencing dengan berdiri tanpa adanya uzur, hal ini berdasarkan perkataan Sahabat Umar radliyallahu ‘anhu: ‘Aku tidak pernah kencing dengan berdiri sejak aku masuk Islam’. Namun kencing dengan berdiri tidak dimakruhkan tatkala terdapat uzur, berdasarkan hadits ‘Nabi Muhammad mendatangi tempat pembuangan kotoran (milik) sekelompok kaum, lalu kencing dengan berdiri karena adanya uzur (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami ala al-Khatib, juz 2, hal. 158).
Hadits yang menjadi pijakan tidak makruhnya kencing dengan cara berdiri dalam referensi di atas, seolah-olah kontradiktif dengan Hadits ‘Aisyah yang disebutkan di awal, yang tidak membenarkan bahwa Rasulullah pernah kencing dengan berdiri.
Dalam menyikapi hal ini, tidak ada penjelasan yang lebih tegas dari apa yang disampaikan oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam karya monumentalnya, Fath al-Bari:
والصواب أنه غير منسوخ والجواب عن حديث عائشة أنه مستند إلى علمها فيحمل على ما وقع منه في البيوت وأما في غير البيوت فلم تطلع هي عليه
Artinya: Hal yang benar bahwa kedua Hadits yang kontradiktif di atas tidaklah di-naskh (tidak diberlakukan salah satunya). Dalam menjawab Hadits ‘Aisyah, bahwa beliau melandaskan perkataannya berdasarkan pengetahuan beliau semata (tentang cara kencing Rasulullah saw). Maka Hadits ‘Aisyah diarahkan atas apa yang terjadi di rumah, adapun di selain rumah, Sayyidah ‘Aisyah tidak mengetahui secara pasti (Ibnu Hajar al-Haitami, Fath al-Bari, juz 1, hal. 330).
Maka dengan demikian, kita dapat meyimpulkan dari beberapa redaksi di atas, bahwa kencing dengan cara berdiri hukumnya makruh, dan tidak sampai haram. Namun ketika ada uzur, maka tidak dihukumi makruh kencing dengan berdiri.
Terpopuler
1
Ikut Kang Jalal Yuk!, Pelatihan Tukang Jagal Halal LTMNU Pringsewu
2
IPNU-IPPNU MAN 1 Pringsewu Terbentuk, Persiapan Pelantikan Dikebut
3
Perkuat Peran di Bidang Kesehatan, PW Muslimat NU Jalin Kerja Sama dengan Dinas Kesehatan Lampung
4
Khutbah Jumat: 3 Cara Meraih Pahala yang Setara dengan Haji bagi yang Tidak Mampu
5
Lindungi Keluarga, Fatayat NU Labuhan Ratu Kecam Keras Fenomena Fantasi Sedarah di Medsos
6
Harkitnas Bukan Hanya Seremonial dan Rutinitas, Jadikan Momentum Peningkatan Kualitas
Terkini
Lihat Semua