Syiar

Hukum Mengkonsumsi Cacing dalam Islam

Selasa, 23 Juli 2024 | 20:00 WIB

Hukum Mengkonsumsi Cacing dalam Islam

Ilustrasi makan (Foto: NU Online)

Setiap tanggal 23 Juli, Indonesia memperingati Hari Waspada Cacing Nasional. Peringatan ini bermaksud untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat Indonesia khususnya orang tua dan anak terhadap ancaman bahaya infeksi cacing.


Cacing sendiri merupakan hewan yang mudah kita jumpai, karena letaknya di dalam tanah. Bahkan cacing berguna bagi para pencari ikan (pemancing), untuk menjadi umpannya. 


Di Indonesia, masyarakat pada umumnya tidak menjadikan cacing sebagai konsumsi, akan tetapi ada sebagaian masyarakat yang menggunakannya sebagai ekstrak bahan makanan, obat-obatan, jamu maupun kosmetik. 


Lalu bagaimana hukum mengkonsumsi hewan cacing dalam agama Islam?


Pendapat ulama Syafi’iyah bahwa memakan cacing hukumnya haram, karena hewan tersebut dikategorikan sebagai hewan hasyarat (melata di bumi) yang dianggap menjijikkan (khabaits). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Tafsir Al-Manar sebagai berikut;


الحشرات من الخبائث تستبعدها الطباع السليمة وغير مستطابة


Artinya: Hewan-hewan kecil bumi termasuk dari khabaits yang dianggap jelek oleh tabiat manusia dan dianggap suatu yang tidak baik (jika dimakan).


Hewan-hewan hasyarat tersebut sangat banyak, seperti cacing, kalajengking, ular, tikus, semut, lebah dan sebagainya. Salah satu hewan tersebut dijejaskan dalam kitab Al-Iqna’:


وَلَا تَحِلُّ الْحَشَرَاتُ وَهُوَ صِغَارُ دَوَابِّ الْأَرْضِ كَخُنْفُسَاءَ وَدُودٍ


Artinya: Tidak halal hasyarat (hewan bumi) yaitu hewan-hewan kecil di bumi, seperti kumbang dan ulat atau cacing.


Selain itu, dikuatkan juga dengan pendapat Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’


في مذاهب العلماء في حشرات الأرض كالحيات والعقارب والجعلان وبنات وردان والفأرة ونحوها : مذهبنا أنها حرام


Artinya: Pendapat para ulama mengenai hewan bumi seperti ular, kalajengking, kumbang/serangga, tikus dan lain-lain. Menurut pendapat kami (ulama Syafiiyah) hukumnya adalah haram.


Senada dengan kedua pendapat di atas, Syaikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, juga menyebutkan sebagai hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi:


ويحرم أكل حشرات الأرض صغار دوابها كالعقرب والثعبان والفأرة والنمل والنحل


Artinya: Haram makan hewan, yaitu binatang-binatang kecil bumi, seperti kalajengking, ular, tikus, semut, dan lebah.


Dari keterangan di atas sangat jelas dalam mazhab Imam Syafi'i, mengkonsumsi hewan cacing hukumnya haram, karena termasuk hewan hasyarat yang menjijikkan. Akan tetapi ada kelonggaran sedikit dalam mazhab Maliki dalam mengkonsumsi hewan-hewan tersebut.  


Kelonggaran tersebut bukan serta merta, akan tetapi dengan beberapa syarat, seperti harus disembelih terlebih dahulu dan tidak membahayakan bagi yang mengkonsumsinya. 


Pendapat tersebut tertuang dalam kitab Ma’rifah Al-Sunan wa Al-Atsar:


وقال المالكية: يباح بالذكاة اكل خشاش الارض كعقرب وخنفساء وبنات وردان وجندب ونمل ودود وسوس


Artinya: Ulama Malikiyah berkata boleh makan hewan bumi dengan syarat disembelih, seperti kalajengking, kumbang, jangkrik, semut, ulat, dan ngengat. 


Dari kedua pendapat di atas memiliki dalil dan alasannya masing-masing, akan tetapi, jika kita penganut mazhab Imam Syafii, maka ikutilah pendapat mazhabnya, tanpa mencampuradukkan dan menganggap salah dan sesat selainnya. Wallahua’lam.